Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Tekan Inflasi Daerah, INDEF Ingatkan Pentingnya Peningkatan Produksi Pangan Lokal

Tekan Inflasi Daerah, INDEF Ingatkan Pentingnya Peningkatan Produksi Pangan Lokal Kredit Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya
Warta Ekonomi, Jakarta -

Daerah di Indonesia tengah mengalami inflasi tinggi, terutama Kabupaten Kotabaru dengan inflasi 8,65% dan Provinsi Riau dengan inflasi 6,81% pada 2022. Menurut Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), sejumlah pemicu inflasi di daerah di antaranya adalah tarif air minum PAM, angkutan umum, beras, cabai merah, bawang merah, telur ayam, dan daging ayam.

Direktur Eksekutif INDEF Tauhid Ahmad memaparkan banyak provinsi yang mengalami defisit komoditas pada 2022. Misalnya, 18 provinsi (52,9%) di Indonesia mengalami defisit beras. Selain itu, lima provinsi mengalami defisit cabai merah, 24 provinsi (70,6%) mengalami defisit bawang, dan tujuh provinsi (20,6%) mengalami defisit daging ayam.

Guna mengatasi itu, lanjut dia, pemerintah daerah perlu mendorong peningkatan produksi pangan lokal.

Baca Juga: Inflasi Daerah Tinggi, INDEF: Ada Masalah di Harga Komoditas

"Upayanya adalah penguatan produksi pangan lokal, misalnya dengan gerakan menanam komoditas tertentu," kata Tauhid dalam diskusi publik INDEF bertajuk Pengelolaan Dana Daerah: Efektifkah?, Senin (30/1/2023).

Selain gerakan menanam komoditas, Tauhid juga menyarankan adanya program dukungan benih bermutu dan ketersediaan publik, pendampingan petani, dan akses ke pembiayaan dan KUR.

Kemudian, pemda juga bisa memfasilitasi pengembangan kemitraan dengan lembaga, pembiayaan, buyer, dan logistik.

"Juga pengembangan teknologi budidaya dan food losses 20-30% pada panen, pengangkutan, pengepakan, dan sebagainya," imbuhnya.

Di sisi lain, Tauhid juga merekomendasikan adanya upaya peningkatan efektivitas operasi pasar. Dalam hal ini, pemda dapat memastikan volume operasi pasar dilakukan sesuai kebutuhan, melakukan manajemen pemantauan dini (EWS) pada pasar tradisional, serta membatasi gerak spekulen, penimbangan, dan penerimaan harga.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Imamatul Silfia
Editor: Rosmayanti

Advertisement

Bagikan Artikel: