Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Iuran Hutan Hanya Untuk Perusahaan yang Mempunyai Izin Memanfaatkan Hasil Hutan

Iuran Hutan Hanya Untuk Perusahaan yang Mempunyai Izin Memanfaatkan Hasil Hutan Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Perusahaan yang menggunakan kawasan hutan untuk perkebunan tidak wajib membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) berupa Dana Reboisasi (DR) dan Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH). Pasalnya, DR dan PSDH hanya untuk perusahaan yang memanfaatkan izin usaha pemanfaatan hasil hutan dan memanfaatkan kayu hasil izin pemanfaatan kayu (IPK).

Hal tersebut disampaikan Direktur Iuran dan Penatausahaan Hasil Hutan, Ditjen Pengelolaan Hutan Lestari, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Adi Mukadi saat menjadi saksi di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, baru-baru ini.

Menurut Adi, PT Duta Palma Group tidak wajib membayar PNBP berupa DR dan PSDH. Karena, kelompok perusahaan Duta Palma yang menggunakan kawasan hutan untuk perkebunan tidak memiliki izin di bidang kehutanan danmemanfaatkan hasil hutan kayu.

Awalnya Adi ditanya soal pajak yang seharusnya dibayarkan oleh PT Duta Palma Group. Adi menyebut lantaran legalitasnya belum ada, PT Duta Palma Group belum diwajibkan membayar PNBP berupa DR dan PSDH."Ini kan masalahnya legalitasnya belum ada. Sehingga dalam SIPMD (sistem informasi penanaman modal) kami belum ada wajib bayar namanya Duta Palma Group," ujar Adi.

Ditemui setelah sidang, Kuasa Hukum Surya Darmadi, Juniver Girsang menyebut keterangan saksi menegaskan PT Duta Palma tidak wajib membayar dana reboisasi. Juniver juga menegaskan seharusnya kasus Surya Darmadi belum menjadi persoalan hukum, karena masih terdapat batas waktu apabila izin-izinnya belum bisa diselesaikan sampai 2023.

"Pertama, KLHK menjelaskan bahwa pembayaran Provisi Sumber Daya Hutan dan DanaReboisasi itu tidak ada kewajiban dari pada Duta Palma. Karena Duta Palma mengusahakan namanya kebun dan bukan memanfaatkan hasil hutan. Jadi ternyata Kejaksaan salah memahami pembayaran PSDH dan DR itu. Kita tanya tadi, apakah ini untuk perkebunan atau pemanfaatan kayu. Pemanfaatan kayu. Sedangkan sengketa ini adalah membuka lahan perkebunan untuk sawit," kata Juniver.

Pakar Hukum Kehutanan dan Pengajar Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia Jakarta, Sadino mengatakan tidak semua pemegang hal guna usaha (HGU) memiliki Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) begitu juga pemegang IPK bukan otomatis pemegang izin pelepasan kawasan hutan.

Apalagi pemegang HGU mendapatkannya dari akuisisi atau jual beli, lelang lembaga perbankan dan juga dari BPPN di saat krisis moneter 1998. HGU, lanjut Sadino, merupakan hak konstitusional bagi warga negara memanfaatkan lahan sesuai peruntukanya.

Tidak semua pemegang HGU mendapatkan melalui pelepasan kawasan hutan, tetapi bisa hasil akuisisi, jual beli atau hasil lelang dari bank dan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

"HGU didapatkan dari akuisisi atau jual beli dan lelang yang dilakukan perbankan dan BPPN di saat krisis moneter 1998. Waktu itu, banyak pemegang HGU kesulitan meneruskan usahanya karena kesulitan modal, sehingga HGU yang perjualbelikan, apalagi menurut aturan jual beli HGU tak dilarang," ucap Sadino.

Menurut Sadino, karena investor mendapatkan HGU dari lelang atau membeli, maka sebagian besar tidak memiliki IPK. Alasannya, HGU adalah hak atas tanah yang berarti bukan kawasan hutan, sehingga untuk apa mengurus IPK.

"Ketelusuran regulasi penting karena tak semua lahan bisa dijadikan perkebunan. Apalagi, sebagian besar lahan sudah tak berhutan, sehingga sulit menghitung Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi (DR)," kata dia.

Sehingga, Sadino mempertanyakan, darimana muncul hitungan kerugian sekian triliun rupiah tanpa melakukan penelitian, kondisi lahan saat itu saja masih sulit dibayangkan. Di masa lalu lahan hutan sudah terbagi habis dalam bentuk konsesi Hak Pengusahaan Hutan (HPH).

Menurut Sadino, PNBP yang bersumber dari pemanfaatan sumber daya hutan diatur Undang-Undang (UU) Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan dikenal dengan Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan yang diatur dalam Pasal 23 dan seterusnya.

"Pemanfaatan hutan bertujuan memperoleh manfaat yang optimal bagi kesejahteraan seluruh masyarakat secara berkeadilan dengan tetap menjaga kelestariannya. Meski demikian, ada biaya provisi yang harus dibayarkan saat pengajuan izin di bidang kehutanan melalui PSDH dan DR," kata dia.

Menurut Sadino, pengaturan PSDH dan DR diatur melalui UU No 41/1999 tentang Kehutanan sebagai pengganti dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kehutanan.

"Pasal 35 ayat (1), PSDH dan DR itu lahir karena adanya izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin pemungutan hasil hutan bukan kayu yang diberikan kepada perorangan, koperasi, badan usaha milik swasta Indonesia, dan badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah," kata Sadino.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Boyke P. Siregar

Advertisement

Bagikan Artikel: