Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kementerian ESDM Bidik 100 Persen Rasio Elektrifikasi pada 2023

Kementerian ESDM Bidik 100 Persen Rasio Elektrifikasi pada 2023 Kredit Foto: PLN
Warta Ekonomi, Jakarta -

Plt Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana menargetkan rasio elektrifikasi pada tahun 2023 akan mencapai 100 persen.

Menurutnya, untuk tahun 2023 program BPBL akan terus berlanjut di tahun 2023 dengan target sasaran naik menjadi 83.000 rumah tangga. Di mana untuk mencapai target tersebut, ada tiga strategi yang didorong oleh pemerintah.

"Strateginya di antaranya melalui perluasan jaringan (grid extension), melalui mini grid dengan pembangunan pembangkit dengan memanfaatkan potensi Energi Baru Terbarukan (EBT) setempat untuk masyarakat komunal, dan melalui pembangkit EBT, Stasiun Pengisian Energi Listrik (SPEL), dan Alat Penyalur Daya Listrik (APDAL) untuk masyarakat yang bermukim tersebar," ujar Dadan dalam keterangan tertulis yang diterima, Rabu (1/2/2023).

Baca Juga: PLN Klaim Siap Pasok Kebutuhan Listrik EBT ke Pusat Data di Seluruh Indonesia

Dalam kesempatan tersebut, Dadan menyampaikan bahwa rasio elektrifikasi Indonesia tahun 2022 telah mencapai 99,63 persen (prognosis), sementara rasio desa berlistrik telah mencapai 99,79 persen.

"Angka (prognosis) Rasio Elektrifikasi mencapai 99,63 persen, angka ini berkejaran dengan pembangunan rumah yang baru dan juga sisa-sisa yang secara teknis sulit. Umumnya ini berada wilayah-wilayah remote, daerah tertinggal, pulau-pulau kecil, di pegunungan. Kita ada beberapa program untuk memastikan bahwa seluruh rumah di Indonesia harus bisa mendapatkan akses listrik," ujarnya.

Salah satu upaya peningkatan rasio elektrifikasi di tahun 2022 adalah melalui Program Bantuan Pasang Baru Listrik (BPBL) untuk melistriki rumah tangga tidak mampu belum berlistrik.

"Per 31 Desember 2022, capaian Program BPBL sebanyak 80.183 rumah tangga dari target 80.000 rumah tangga atau 100,2 persen," ungkapnya. 

Lanjutnya, Dadan menyampaikan bahwa Pemerintah terus mendorong peningkatan porsi pembangkit EBT dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL).

Dadan menyebut pengembangan PLTU baru dilarang, kecuali untuk PLTU yang telah ditetapkan dalam RUPTL sebelum berlakunya Perpres Nomor 112 Tahun 2022 dan PLTU yang memenuhi persyaratan.

Menurutnya, PLTU yang memenuhi persyaratan melingkupi PLTU yang terintegrasi dengan industri yang dibangun berorientasi untuk peningkatan nilai tambah sumber daya alam, termasuk dalam Program Strategis Nasional (PSN) yang memiliki kontribusi besar terhadap penciptaan lapangan kerja atau pertumbuhan ekonomi nasional.

"Pemerintah berkomitmen untuk melakukan pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) minimal 35 persen dalam jangka waktu 10 tahun sejak PLTU beroperasi dibandingkan dengan rata-rata emisi PLTU di Indonesia pada tahun 2021 melalui pengembangan teknologi, carbon offset, dan/atau bauran energi terbarukan, dan beroperasi paling lama sampai dengan tahun 2050," tutupnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Djati Waluyo
Editor: Rosmayanti

Advertisement

Bagikan Artikel: