Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Cak Imin Usulkan Jabatan Gubernur Dihapus, Pengamat Langsung Semprot: Dia Gagal Berpikir!

Cak Imin Usulkan Jabatan Gubernur Dihapus, Pengamat Langsung Semprot: Dia Gagal Berpikir! Kredit Foto: Andi Hidayat
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar sempat mengusulkan jabatan Gubernur di Indonesia dihapus saja. 

Bukan tanpa alasan, Cak Imin mengatakan keberadaan jabatan gubernur dianggap tak efektif dan memboroskan anggaran dalam proses pemilihannya. 

Sontak pernyataannya pun menuai kritik dari komunikolog politik dan hukum, Tamil Selvan. 

Baca Juga: Partainya Diisukan Bubar dengan Gerindra, Muhaimin Iskandar: Yang Rawan Bubar Mah yang Sono!

Tamil menyebut, pernyataan Cak Imin kontradiktif dengan dukungan tiga periode terhadap kepala desa yang dikemukakan politisi nahdliyin itu beberapa waktu lalu. 

"Cak Imin ini gagal dalam berpikir, sebab di satu sisi minta pembubaran gubernur, tapi disisi lain minta kepala desa tiga periode, itu kontradiktif," ujar dosen ilmu komunikasi Universitas Dian Nusantara seperti dilansir dari Akurat.co, Kamis (2/2/2023). 

Meski begitu, Tamil sepakat tupoksi gubernur dan kepala desa seharusnya hanya di ranah administrasi seperti kewenangan camat, bukan kebijakan. 

Sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat di daerah, tupoksi gubernur sejatinya bersifat administratif. Sementara dalam kepemimpinan wilayah, gubernur tidak memiliki wewenang karena yang punya hak otonomi adalah bupati dan walikota.

"Kita banyak sekali dirugikan akibat tumpang tindihnya kebijakan gubernur dengan walikota bupati, dan ini memperlambat roda perekonomian. Contohnya dalam UU Cipta Kerja, kita lihat bagaimana pemerintah pusat berusaha membagi 'kue kewenangan' antara Gubernur dan walikota bupati, ini jelas pemborosan dan tidak efektif," urainya.

Direktur Riset Kajian Politik Nasional ini memaparkan beberapa catatanya terkait posisi gubernur dalam ketatanegaraan Indonesia.

Pertama, akibat pemilihan langsung, banyak gubernur yang berasal dari partai politik yang berbeda dengan presiden. Kondisi ini mengakibatkan perselisihan kepentingan dan membuat kebijakan nasional diwarnai kepentingan politik masing-masing pihak, sehingga pemerintahan berjalan tidak efektif.

Baca Juga: Muhaimin Iskandar Ngaku Didesak untuk Tak Nyapres oleh Pihak Tertentu, Pengamat: Potensial dan Diperhitungkan!

Kedua, menurut Tamil, gubernur dan bupati/walikota yang berasal dari partai yang berbeda selalu menghadirkan kompetisi tidak sehat dalam membina wilayah. Hal ini sering menjadi pemicu konflik horizontal di masyarakat.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Sabrina Mulia Rhamadanty

Advertisement

Bagikan Artikel: