Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Syahganda: Anies Mirip Obama di Amerika

Syahganda: Anies Mirip Obama di Amerika Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Fahri Hamzah telah merespons secara negatif penjelasan Anies Baswedan terkait dana kampanye yang diungkapkan Erwin Aksa dan Sandiaga Uno beberapa hari lalu.

Fahri mengatakan penjelasan Anies mengarah pada komitmen perencanaan korupsi, karena Anies mengatakan perjanjian dia dengan Sandi bahwa pinjaman dana kampanye tidak ditagih lagi jika mereka menang di Pilgub DKI 2017.

Fahri, secara tidak langsung, menyarankan agar orang-orang model Anies, yang kurang modal sebaiknya tidak usah memaksakan diri menjadi kandidat.

Atau bisa ditafsirkan agar yang didukung rakyat sebaiknya adalah orang-orang yang punya uang saja, yang bisa membiayai sendiri dana kampanyenya.

Benarkah seorang tokoh besar yang mencalonkan diri harus punya uang sendiri? Apakah tidak mungkin dia menghimpun dukungan dana publik? Atau sumbangan orang-orang yang ingin menjadi sponsor?

Persoalan dana kampanye menjadi persoalan dasar di seluruh dunia yang menjalankan demokrasi. Dalam negara-negara yang maju demokrasinya, aturan dana ini begitu ketat dan detail, sehingga dana kampanye masuk dalam kerangka pemilu yang jujur dan adil. Calon presiden, meskipun mendapatkan sponsor dari pengusaha, harus membuka semua transaksi politik yng dia lakukan sebelum pemilu.

Dalam hal ini, contoh "kontrak politik" yang tidak masuk dalam janji pemilu Jokowi 2019 adalah pemindahan ibukota, UU Omnibus Law Ciptaker dan revisi UU Anti Korupsi.

Dalam demokrasi, semua unsur kebijakan strategis harus termuat, sehingga rakyat tahu konsekuensi dukungan sponsor dikemudian harinya.

Di Amerika misalnya, pemerintah melalui komisi pemilihan umum, menyedialan semua biaya calon presiden yang masuk nominasi dari dua partai utama, dalam pemilu awal (premier) dan pemilu (general election), secara terbatas.

Dalam "Public Funding of Presidential Elections" (www.fec.gov), sumbangan negara dapat mencapai 103 juta dollar kepada calon dari dua partai utama, pada pilpres, malah sumbangan pribadi kandidat dibatasi. Kandidat partai-partai kecil dapat juga meminta bantuan dalam porsi yang lebih kecil.

Sebelumnya, untuk pemilu awal, pemerintah juga memberikan uang yang besar, dengan syarat kandidat pantas untuk dukung. Misalnya, kandidat mampu mengumpulkan uang sponsor sebesar $100.000 dari 20 negara bagian, atau $5000 per negara bagian. Setiap sponsor, individual, hanya boleh menyumbang maksimal $250.

Sebelum Obama, malah dana untuk calon dalam Konvensi Partai, masih didukung negara. Sehingga tiap kandidat memperoleh uang. Namun, Obama kemudian menghapuskan bantuan uang itu.

Namun, bantuan pemerintah ini,  mempunyai efek yang membatasi kandidat memperoleh uang secara bebas.

Sementara, pengeluaran kandidat Trump dan Biden, 2020, misalnya mencapai $6 milyar lebih. Hal itu dilaporkan CNBC dalam "Total 2020 election spending to hit nearly $ 14 billion, more than double 2016's sum". Bahkan, pada pemilu 2020 itu, disebutkan  Biden mampu mengumpulkan $1 milyar dollar dana kampanye.

Apakah kemudian Biden di Amerika, terperangkap dalam keinginan oligarki? Dalam perjalanan kepemimpinan Biden belum terlihat dia tunduk pada oligarki. Meskipun tentu ada kompromi, misalnya soal besaran dan penagihan pajak.

Ketakutan bahwa kandidat akan terperangkap pada kemauan oligarki, di Indonesia, telah mengarah pada Jokowi. Saat ini Jokowi dipersepsikan kelompok oposisi memanjakan kaum pengusaha daripada rakyat jelata yang mendukungnya.

UU Omnibus law Ciptaker dan pemindahan ibukota negara, misalnya, lebih dimaksudkan untuk memanjakan kaum bisnis. Namun, dalam skala ibukota, Anies tidak memanjakan pengusaha.

Anies, misalnya, mendengarkan jeritan nelayan miskin pantai utara Jakarta dan penggiat lingkungan hidup, sehingga membatalkan izin-izin reklamasi. Meskipun, kemudian hari kalah dengan tekanan kekuasaan pusat dan pengadilan.

SBY ketika memerintah terlihat membuat keseimbangan antara memanjakan konglomerasi, namun sekaligus mengentaskan kemiskinan.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: