Amien Rais Tegas Tolak Wacana Penundaan Pemilu, Bakal Lawan Keras Penginjak-injak Konstitusi: Tidak Akan Diam!
Ketua Majelis Syuro Partai Ummat, Amien Rais, menyatakan sikap tegas atas adanya wacana penundaan pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden. Bersama Partai Ummat, ia mengaku akan melawan oknum yang menginjak-injak konstitusi.
Menurut Amien Rais, majalah TEMPO memberitakan bahwa upaya menunda pemilu terus dikerjakan oleh beberapa pihak.
Baca Juga: Pemilu Makin Dekat, Generasi Muda Disebut Kunci Suara Kubu Amien Rais hingga Fahri Hamzah Cs Menguat
"Majalah TEMPO memberitakan bahwa upaya menunda pemilu terus dikerjakan oleh beberapa pihak. Partai Ummat dengan keras melawan oknum yang ingin menginjak-injak konstitusi dengan menunda pemilu. Rakyat dan bangsa Indonesia cerdas, tidak akan diam jika itu terjadi. #amienrais,"cuit Amien Rais di linimasa Twitternya, Rabu (20/2/2023).
Beberapa waktu lalu, Pengamat Ekonomi dan Politik, Anthony Budiawan, menilai perpanjangan masa jabatan presiden sedang berproses.
"Berbagai skenario sudah disiapkan dengan matang. Baik melalui MPR maupun PERPPU (Peraturan Presiden Pengganti Undang-Undang), atau bahkan dekrit presiden. Ada yang berpendapat, presiden dapat mengeluarkan dekrit untuk menyelesaikan segala masalah, termasuk konstitusi," bebernya.
Dia menegaskan, seolah-olah dekrit presiden adalah senjata pamungkas untuk menerobos hambatan konstitusi. "Seolah-olah dekrit presiden merupakan hukum tertinggi, lebih tinggi dari konstitusi, dan bisa mengubah konstitusi," urainya.
Menurut Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) ini, tentu saja pendapat seperti itu sangat menyesatkan dan tidak benar.
Pertama, beber dia, konstitusi Indonesia tidak mengatur atau tidak mengenal dekrit presiden, sehingga dengan sendirinya dekrit presiden tidak sah secara konstitusi.
Sebagai penggantinya, konstitusi Indonesia memberi wewenang kepada presiden untuk mengeluarkan Peraturan Presiden Pengganti Undang-Undang (PERPPU), dalam hal negara menghadapi keadaan kegentingan yang memaksa, atau darurat.
Dalam hal ini, PERPPU pada hakekatnya sama dengan dekrit presiden, tetapi terbatas hanya pada keadaan kegentingan yang memaksa, atau darurat saja.
Dekrit tidak lain adalah keputusan atau perintah atau maklumat dari eksekutif, umumnya kepala negara atau kepala pemerintah. Di Amerika Serikat, dekrit presiden dikenal dengan executive order.
Dalam kondisi apapun, dekrit presiden, executive order, atau PERPPU tidak boleh melanggar konstitusi, bahkan tidak boleh bertentangan dengan undang-undang lainnya, karena dekrit dan PERPPU hanya mempunyai kekuatan hukum setara undang-undang.
Baca Juga: Dua Alasan Ini Perkuat Presiden Jokowi Adalah Aktor di Balik Wacana Penundaan Pemilu
Presiden sebagai pelaksana konstitusi harus tunduk kepada konstitusi. Maka itu, dekrit presiden tidak boleh melanggar konstitusi. Presiden bukan hukum tertinggi di sebuah negara.
Maka itu, kekuatan hukum dekrit presiden lebih rendah dari konstitusi, sehingga dekrit presiden tidak bisa mengubah konstitusi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ayu Almas
Tag Terkait:
Advertisement