- Home
- /
- New Economy
- /
- Energi
Perdagangan Karbon Subsektor Tenaga Listrik Dimulai, Menteri ESDM: Dorong Penggunaan Energi Bersih
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, secara resmi meluncurkan Perdagangan Karbon Subsektor Tenaga Listrik pada Rabu (22/2/2023). Hal ini merupakan komitmen pemerintah dalam mendukung pencapaian Net Zero Emission dan menurunkan Emisi Gas Rumah Kaca (GRK).
Arifin mengatakan, peluncuran perdagangan karbon subsektor pembangkit listrik ini diharapkan dapat mendukung para pelaku usaha dalam upaya mendorong penggunaan energi bersih.
“Melalui perdagangan karbon ini, diharapkan dapat mengubah perilaku kita untuk lebih mengarah ke aktivitas ekonomi hijau yang lebih rendah karbon dan mempercepat pengembangan EBT,” kata Arifin dalam peluncuran perdagangan karbon secara virtual, Rabu (23/2/2023).
Arifin menyebut, saat ini dunia menghadapi perubahan iklim akibat tingginya emisi GRK yang menyebabkan pemanasan global. Untuk itu, kata Arifin, perlu ada kebijakan yang dapat mempertahankan suhu dunia di bawah 1,5 derajat celcius dan mempercepat transisi energi untuk menurunkan emsisi.
Baca Juga: Temui Kawan Lama di Bank Dunia, Sri Mulyani Pamer Komitmen Indonesia Kurangi Emisi Karbon
“Penetapan carbon pricing adalah kebijakan yang dapat meningkatakan efisiensi energi, mengurangi ketergantungan energi karbon, mengurangi impor energi, dan menjadi sumber pendapatan perusahaan serta pemerintah,” ucapnya.
Menurutnya, untuk mencapai target pengurangan emisi GRK di sektor energi sesuai dengan dokumen enhanced Nationally Determined Contribution (NDC), diperlukan dukungan dan partisipasi dari pembangkit yang memanfaatkan energi baru terbarukan dan pelaku usaha lainnya yang melakukan aksi mitigasi di lingkup sektor energi.
Berdasarkan peta jalan perdagangan karbon subsektor pembangkit tenaga listrik yang telah disusun, selanjutnya pelaksanaan perdagangan karbon berpotensi dapat menurunkan emisi GRK lebih dari 36 juta ton CO2e di tahun 2030.
Baca Juga: IKN Nusantara Ditargetkan Jadi Kota Netral Karbon pada 2045
Untuk itu, Pemerintah Indonesia telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional.
"Nilai Ekonomi Karbon ini merupakan mekanisme pasar yang memberikan beban atas emisi yang dihasilkan kepada penghasil emisi sehingga dapat dikatakan, nilai ekonomi karbon dapat memberikan insentif bagi kegiatan yang dapat mengurangi emisi GRK," ujar Arifin.
Arifin mengungkapkan, berdasarkan laporan World Bank tahun 2022, pendapatan global dari carbon pricing meningkat 60% dibanding tahun 2021, yakni sebesar US$84 miliar. Dia berharap, implementasi perdagangan carbon bisa mendukung ekonomi berkelanjutan, membiayai reformasi fiskal, dan membantu pemerintahan menjaga gejolak ekonomi dari konflik internasional.
Baca Juga: Jadi Ketua ACMF, OJK Minta Pasar Modal ASEAN Unjuk Gigi Perangi Emisi Karbon
“Namun, carbon pricing menghadapi tantangan yang menarik di tengah meningkatnya inflasi dan harga energi. Sehingga kebijakan tersebut perlu dipastikan dapat dilaksanakan secara adil, efektif, dan terintegrasi antara iklim dan kebijakan sosial,” lanjut dia.
Baca Juga: Komitmen Tekan Emisi Karbon, ini yang Dilakukan BNI
Kementerian ESDM telah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 16 tahun 2022 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon Subsektor Pembangkit Tenaga Listrik. Peraturan Menteri ini salah satunya mengatur mengenai perdagangan karbon di subsektor pembangkit tenaga listrik dan akan menjadi acuan dalam pelaksanaan perdagangan karbon tersebut.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rena Laila Wuri
Editor: Yohanna Valerie Immanuella
Advertisement