Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

PPATK Sebut Transaksi Janggal Rp300 Triliun di Kemenkeu Bukan Hasil Korupsi, Pengamat Tegas: Terlalu Dini Menyimpulkan!

PPATK Sebut Transaksi Janggal Rp300 Triliun di Kemenkeu Bukan Hasil Korupsi, Pengamat Tegas: Terlalu Dini Menyimpulkan! Pengamat Kebijakan Publik, Achmad Nur Hidayat. | Kredit Foto: YouTube.
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah memberikan penjelasan mengenai heboh temuan transaksi janggal Rp300 Triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang mana disebut bukan tindak pelanggaran korupsi oleh pegawai Kemenkeu.

Mengenai hal ini, Pakar Kebijakan Publik dan Ekonom Narasi Institute Achmad Nur Hidayat mengungkapkan pernyataan PPATK terhadap transkasi mencurigakan di Kemenkeu tersebut terlalu dini.

“Pernyataan-pernyataan tersebut terlalu dini untuk disampaikan ke publik manakala proses penyelidikan masih berjalan,” ungkap Achmad dalam keterangan resmi yang diterima wartaekonomi.co.id, Rabu (15/3/23).

Baca Juga: Kalau Mau Main 'Salah-salahan' Soal Tragedi Kebakaran Depo Pertamina Plumpang, Jokowi Disebut Lebih Salah Dibandingkan Anies Baswedan!

Bagi Achmad dugaan angka Rp300 Triliun itu terkait tindak pencucian uang, maka respons dengan memberi keterangan tidak ada korupsi dirasa belum cukup.

Hal ini karena menurutnya, pencucian uang juga memiliki konsekuensi hukum tersendiri.

“Walau bagaimanapun jika data informasi yang diserahkan oleh PPATK yang mencakup hasil analisis dan hasil pemeriksaan kepada Kemenkeu dan secara jelas terkait dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang nilainya mencapai Rp 300 triliun, Ini tidak cukup direspons hanya dengan klarifikasi bahwa tidak ada korupsi karena tindakan pencucian uang tentunya tindakan yang berkonseksuensi hukum,” jelasnya.

Baca Juga: Eks Wakil Menteri Era Jokowi Beri Kesaksian Mengejutkan Soal Kinerja Anies Baswedan Selama Bertugas di DKI Jakarta: Saya Sering...

Achmad menilai kejanggalan-kejanggalan yang ada mengesankan publik bahwa telah terjadi penyalahgunaan kekuasaan.

“Tentunya publik menilai bahwa kejanggalan-kejanggalan ini diasumsikan sebagai tindakan penyalahgunaan kekuasaan,” ungkapnya.

“Persepsi negatif dari publik tidak mudah untuk dibendung dan diluruskan begitu saja tanpa adanya transparansi dalam proses penyelidikan,” tambahnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Bayu Muhardianto

Advertisement

Bagikan Artikel: