Upaya Wujudkan Kesetaraan Gender Terhambat, Lestari: UU TPKS Belum Diaplikasikan Sepenuhnya
Peningkatan kualitas pendidikan nasional dan sosialisasi masif terkait perlindungan dan pemenuhan hak anak merupakan langkah strategis untuk mencegah perkawinan anak. Kolaborasi semua pihak sangat dibutuhkan untuk mendorong langkah tersebut.
Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat, dalam Diskusi Terbuka dalam rangka menyambut Zero Discrimination Day & International Women’s Day dengan tema "Penguatan Kerangka Hukum Nasional untuk Perlindungan Kelompok Rentan dari Diskriminasi" pada Rabu (15/3/2023).
Baca Juga: Pimpinan MPR Dorong Penyelenggaraan AAFIIC 2023: Filsafat Islam Dibutuhkan Indonesia
"Mewujudkan kesetaraan gender yang merupakan SDGs nomor 5 yang di dalamnya ada pencegahan pernikahan anak, hingga saat ini belum tuntas. Padahal, pada 2030 sasaran SDGs itu harus tercapai, yang tinggal tujuh tahun dari sekarang," kata Lestari dalam keterangan tertulisnya.
Saat ini, Lestari menilai bahwa masyarakat sipil harus terus-menerus menyerukan isu-isu utama seperti mewujudkan kesetaraan gender yang masih dihadapi bangsa Indonesia.
Lestari mengungkapkan, sebagai bentuk instrumen perlindungan warga negara dari ancaman kekerasan seksual, yang sebagian besar korbannya perempuan dan anak, saat ini Indonesia sudah memiliki Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
"Namun, aturan pelaksanaan dari UU TPKS belum sepenuhnya tersedia. Yang menyedihkan akibat UU TPKS belum bisa diaplikasikan sepenuhnya, sejumlah kasus tindak kekerasan seksual malah berujung damai," katanya.
Political will dari Pemerintah, kata Lestari, mestinya terus didorong agar instrumen perlindungan bagi setiap warga negara dari ancaman tindak kekerasan seksual bisa segera efektif. Dalam konteks pencegahan pernikahan anak, dia berpendapat, peningkatan kualitas pendidikan sejak dini merupakan langkah strategis yang harus dilakukan.
Antara lain, kata dia, dengan memberi pengetahuan terkait sistem reproduksi manusia sejak dini kepada anak-anak. Dia menilai sejumlah masalah bangsa yang melahirkan diskriminasi karena upaya penanggulangannya hanya mengatasi gejalanya semata.
"Upaya menyeluruh dalam peningkatan kualitas pendidikan dan ekonomi nasional harus segera dilakukan untuk mengakhiri pernikahan anak yang merupakan bagian upaya mewujudkan kesetaraan gender pada 2030," tandasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Andi Hidayat
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait:
Advertisement