Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pemerhati Budaya Jelaskan Musik Rhoma Irama Tak Hanya Dipengaruhi oleh Deep Purple Saja

Pemerhati Budaya Jelaskan Musik Rhoma Irama Tak Hanya Dipengaruhi oleh Deep Purple Saja Kredit Foto: Ist
Warta Ekonomi, Jakarta -

Sebuah video yang menampilkan Rhoma Irama dan Soneta disetop oleh kru Deep Purple. Diketahui Rhoma Irama dan Soneta menjadi pembuka konser Deep Purple di Edutrium Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Solo, Jumat (10/3/2023).

Salah seorang kru naik ke atas panggung dan menghentikan Rhoma saat membawakan lagu "Smoke on the Water" milik band rock legendaris asal Inggris tersebut.

Menanggap itu, pemerhati budaya M. Syahrul Munir memberikan analisisnya dalam kajian komprehensif dari aspek historis, sosiologisnya tentang Rhoma Irama dan Deep Purple. 

Dan berikut analisa lengkap dari Syahrul yang juga alumni Kajian Budaya (Cultural Studies) di Universitas Indonesia tersebut:

Sebagai penggemar lagu Soneta yang sudah seringkali mendengarkan musik Soneta mulai dari Orkes Melayu hingga menjelma menjadi jenis musik dangdut, tentu bagi saya tidak asing lagi ketika mendengarkan aransemen musik Deep Purple karena bagi saya musik Soneta memang terinspirasi dari lagu-lagu Deep Purple, seperti mendengarkan lagu “Sweet Child in Time” yang mirip dengan lagu “Ghibah”, dan juga senyampang mirip dengan lagu “Terpaksa”.

Begitu juga lagu “Smoke on The Water” yang kemarin (Jumat/10/03/2023) sempat viral ternyata juga mirip dengan lagu “Nafsu Serakah”.

Pertanyaannya, apakah Rhoma Irama dan Soneta tidak sadar bahwa lagu tersebut melanggar hak cipta? Tentu sebelum jauh memvonis, terlebih dahulu kita berpijak pada sejarah perkembangan musik dangdut di Indonesia di mana banyak sekali unsur pendukung yang perlu ditinjau sehingga tercipta jenis musik yang bernama dangdut.  

Sebelum berkembang menjadi Dangdut, lebih dahulu dikenal dengan istilah Orkes Melayu. Orkes atau orkest (ejaan lama) sebenarnya berasal dari Eropa yakni orchestra.

Orkes Melayu berkembang pada akhir 1930an, saat itu ciri musik ini adalah memakai instrumen musik ala Eropa, seperti piano dan biola.

Kata Melayu sendiri dipilih untuk membedakan jenis musik ini dengan musik lainnya. Tercatat bahwa pada tahun 1930an, Orkest Melajoe Sinar Medan pimpinan Abdul Halim dari Batavia (Jakarta) memainkan lagu melayu dengan diiringi instrumen musik Eropa. 

Musik Melayu merujuk pada satu jenis musik yang berkembang di Pantai Sumatra Timur dan terkenal dengan nama Melayu-Deli. Sehingga pada masa itu, musik Melayu diasosiasikan sebagai Irama Deli. Istilah Orkes Melayu sendiri sebenarnya dipopulerkan oleh Dr. Adnan Kapau Gani, Orkes Melayu merupakan bentuk penyetaraan selera musik Indonesia terhadap Eropa sekaligus disisi lain sebagai pembeda bahwa musik ini adalah jenis lagu melayu bukan lagu Eropa. 

Pada tahun 1940an, sebenarnya banyak lagu-lagu sudah bernuansa dangdut. Hanya saja istilah dangdut pada saat itu belum muncul. Pada saat itu, ada beberapa alat musik yang ditambahkan dalam Irama melayu seperti rebana dari Arab, mandolin dari Amerika Latin, tabla dari India, kemudian dikolaborasikan dengan piano, biola, dan saksofon.

Unsur India mulai masuk sejak masa ini, masuknya tabla dalam aransemen musik Melayu itu sering disebut dengan istilah “irama tabla” kemudian terus berkembang dari tahun ke tahun. 

Pada tahun 1950an, Irama melayu cenderung bernuansa lagu India dengan penyanyi tenar saat itu yakni Ellya M. Haris atau lebih dikenal sebagai Ellya Khadam dengan lagu “Boneka dari India” yang diciptakan oleh Husein Bawafie. Kemudian pada masa demokrasi terpimpin, arus budaya perfilman dan musik India mulai masuk dengan sangat kencang lantaran ditutupnya keran perfilman Barat. 

Arus perfilman India yang berisi nyanyian lagu-lagu India tentu saja mempengaruhi karakter budaya musik yang ada di Indonesia saat itu, seperti contoh pengaruh film Dil-E-Nadan (1953) yang diadaptasi ke dalam Orkes Melayu. Lagu “Zindagi Denewale Sun” yang dinyanyikan oleh Talat Mahmood diadaptasi oleh Orkes Melayu  dan dinyanyikan ulang oleh Ida Laila dan Mus Mulyadi dengan menggunakan bahasa Indonesia dengan judul “Suara Hati” (1978).

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: