Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ditangani Kemensos Anak 13 Tahun Asal Bekasi, Korban Rudapaksa Sang Ayah Kini Bisa Sekolah Lagi

Ditangani Kemensos Anak 13 Tahun Asal Bekasi, Korban Rudapaksa Sang Ayah Kini Bisa Sekolah Lagi Kredit Foto: Pixabay/geralt
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kementerian Sosial memastikan A (13) asal Bekasi yang merupakan korban kekerasan seksual dapat memperoleh penanganan yang komprehensif untuk mengembalikan keberfungsian sosial mereka. A menjadi korban rudapaksa yang dilakukan oleh ayah tirinya.

Kejadian ini dilakukan berulang kali sejak tahun 2020. A tidak bisa melapor karena mendapatkan ancaman dari pelaku. Sebelumnya, A juga pernah mendapatkan kekerasan seksual dari tetangganya.

Kekerasan seksual memberikan dampak negatif yang signifikan bagi A. Menurut keterangan ibu kandungnya, sifat A berubah drastis. “Sebelumnya anak saya ceria dan riang. Setelah peristiwa ini dia jadi sering melamun, marah sama adik tirinya. Pernah ngamuk juga di sekolah,” kata D, ibu kandung A dalam keterangannya, Minggu (19/3/2023).

Baca Juga: Kekerasan Digital Melalui Stalkerware Alami Penurunan Selama 2022

Kejadian traumatis ini membuat A putus sekolah. Seharusnya saat ini ia sudah duduk di kelas 6 SD, namun karena tidak pernah masuk selama 3 semester, A tidak bisa melanjutkan pendidikannya. Mengetahui hal tersebut, Kemensos melalui Sentra Terpadu Pangudi Luhur (STPL) di Bekasi mengadvokasi agar A bisa meneruskan pendidikannya.

“Sudah didaftarkan ke PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) untuk Kejar Paket A. Tanggal 12 Maret kemaren sudah mulai masuk kelas,” kata Kepala STPL I Ketut Supena, Jumat (17/3/2023).

Dikatakan Ketut, Kemensos berusaha memberikan penanganan menyeluruh bagi A dan keluarga. Untuk pemulihan psikis, Kemensos memfasilitasi pemeriksaan kejiwaan A dengan psikiater dari Rumah Sakit. Diketahui A mengalami ganguan mood dan kesulitan tidur. A juga mendapatkan pendampingan dalam pemeriksaan VCT HIV dimana hasilnya negatif.

Selain itu, A menerima konseling dari pekerja sosial dan psikolog Kementerian Sosial untuk pemulihan psikososial. Konseling menjadi penting untuk menanamkan kepada korban agar ia tidak menyalahkan diri sendiri, dan bahwa kekerasan seksual yang terjadi bukan lah kesalahannya. Kejadian yang menimpa A tidak hanya berdampak pada dirinya sendiri, tapi juga kepada ibunya yang mengalami shock.

“Kami konseling keduanya (A dan ibunya). Dikasih trauma healing dan hipnoterapi untuk menghilangkan trauma. Hasilnya sekarang sudah ada kemajuan. Anaknya sudah mau sekolah dan bantu ibunya. Sebelumnya dia malu dan takut dicemooh,” ujar Ketut.

Diketahui perbuatan ayah tirinya memaksa A dan keluarganya pindah dari kediaman sebelumnya ke rumah nenek. Perasaan malu dan takut mendapatkan stigma membuat mereka memutuskan pindah. Adapun kekerasan seksual dilakukan oleh ayah tirinya saat ibu kandung A sedang bekerja.

Baca Juga: Habis Gegerkan Palembang, KemenPPPA Turun Tangan Lindungi Korban Kekerasan di Panti Asuhan

Ibu kandung A bekerja sebagai buruh cuci setrika. Kadang ia juga mengamen. Dari pekerjaan itu, ia bisa mengumpulkan uang sebesar Rp1,5 juta per bulan. Uang itulah yang ia gunakan untuk menghidupi empat anaknya.

Sebelumnya ia pernah bekerja di tempat laundry sehingga ia punya keinginan untuk punya usaha laundry sendiri. Namun kondisi rumah nenek A tidak memungkinkan karena daya listrik kecil yaitu 900 kwh, dan rumah yang sempit. Dengan luas 60 meter persegi, rumah tersebut dihuni oleh tiga kepala keluarga.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rena Laila Wuri
Editor: Sabrina Mulia Rhamadanty

Advertisement

Bagikan Artikel: