Praktisi & Pengamat BUMN, Muhammad Said Didu, dalam video yang ia unggah di akun YouTube miliknya berjudul "Skandal Rp300 Triliun Terbuka: Komando Buzzerp Pindah dari Merdeka Utara ke Lapangan Banteng?" menyebut bahwa dirinya tak lagi menganggap Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan Negara.
"Sekarang saya selalu menyatakan, saya masih punya Menteri Keuangan, tapi tidak punya Sri Mulyani," ujar Said Didu disela komentarnya terhadap kinerja Menkeu Sri Mulyani seperti dikutip dari video yang dirilis belum lama ini.
Said Didu menyampaikan bahwa melihat kepada kinerja Sri Mulyani dengan membandingkannya sejak masa pemerintahan SBY, hasil kinerja di bawah kepemimpinan Sri Mulyani pada era Presiden Jokowi setidaknya telah 'menghilangkan' (tidak memasukkan ke dalam kas negara) tax ratio mencapai Rp500 triliun per tahun yang berasal dari perpajakan dan bea cukai.
Menceritakan kembali masa lalu bersama Sri Mulyani, Said Didu mengatakan, "Awalnya, saya pernah hampir lima tahun [kerja] bersama Bu Sri Mulyani, saya selalu kagum mendengarkan. Wah, ini [Sri Mulyani] hebat. Sampai saya pernah kagum sekali. [Dulu] pada saat rapat keras sekali di rumah Wakil Presiden, Jusuf Kalla, karena penting sekali membahas sesuatu, sampai keluar kata-kata beliau, Bu Sri Mulyani [mengatakan], 'kalau Bapak memaksakan seperti itu maka lebih baik Bapak saja yang menjadi Menteri Keuangan'."
Menekankan tindakan Sri Mulyani tersebut, Said Didu menggarisbawahi betapa beraninya tindakan Sri Mulyani dalam "melawan". Menurut Said Didu, tindakan Sri Mulyani merupakan bentuk arogansi akibat adanya kesalahan dalam perundang-undangan keuangan negara.
"Saya pikir penyebabnya memang undang-undang keuangan negara 2003, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 yang sebenarnya, saya katakan negara ini presiden dan wapres tidak ada itu tidak masalah, tapi Menteri Keuangan tidak ada itu masalah besar. Karena betul-betul kewenangan mengeluarkan uang satu rupiah itu hanya Menteri Keuangan. Presiden tidak berhak, wakil presiden tidak berhak," ujar Said Didu.
Said Didu menerangkan bahwa Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 telah menjadi dasar arogansi dari kekuasaan yang digenggam oleh Menteri Keuangan. Karena keterkaitannya dalam hal ini, undang-undang tersebut telah menghilangkan kontrol perencanaan Bappenas terhadap perencanaan pembangunan nasional.
"Langsung hilang [kontrol Bappenas]. Jadi saya pikir, menurut saya, memang untuk memperbaiki arogansi ini harusnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 itu diubah. Tapi jangan pernah berharap bisa mengubah dengan jalur normal. Karena semua menikmati [hasil kekuasaan] dari undang-undang itu," pungkas Said Didu.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Tri Nurdianti
Editor: Yohanna Valerie Immanuella
Tag Terkait:
Advertisement