Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Berkaca dari Kasus SVB, OJK Minta Perbankan Perkuat Tata Kelola dan Manajemen Risiko

Berkaca dari Kasus SVB, OJK Minta Perbankan Perkuat Tata Kelola dan Manajemen Risiko Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang diwakili oleh Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae telah menghadiri pertemuan Basel Committee on Banking Supervision (BCBS) pada 22 – 23 Maret 2023 di Hong Kong.

Dalam pertemuan ini, dibahas mengenai perkembangan terkini kondisi perbankan global yang sedang mengalami tekanan dan pentingnya perbankan untuk kembali pada praktek-praktek perbankan yang sehat dengan menjaga keseimbangan manajemen aset dan kewajiban, rasio modal yang memadai serta ketersediaan likuiditas pada rentang yang aman. Baca Juga: OJK Dorong Peningkatan Kualitas Profesi Audit Internal di Perbankan

BCBS menilai penutupan Sillicon Valley Bank (SVB) di Amerika Serikat yang pada dasarnya dipicu masalah teknis individu bank terkait mismatch asset & liabilities management yang tidak di-cover dengan ketersediaan likuiditas dan modal yang memadai telah memicu permasalahan psikologis dengan turunnya kepercayaan pada institusi keuangan. Dampaknya, penurunan kepercayaan tersebut telah memberi efek rembetan pada beberapa bank lain dan menyebar lintas yurisdiksi.

BCBS mengambil berbagai pembelajaran tersebut dengan antara lain mereview Basel Core Principle dengan menyepakati dimasukkannya aspek makroprudensial dalam prinsip-prinsip yang perlu mendapat perhatian industri perbankan global.

BCBS juga menekankan kembali perlunya industri perbankan untuk kembali pada konsep dasar pengelolaan perbankan yang sehat dengan menjaga keseimbangan pengelolaan aset dan kewajiban (asset & liabilities management), senantiasa menjaga kecukupan modal sebagai penyangga risiko dengan mengantisipasi potensi kerentanan yang mungkin terjadi, memastikan ketersediaan likuiditas yang memadai untuk menjaga kepercayaan nasabah, dan secara reguler melakukan stress test pada berbagai skenario.

BCBS menegaskan perlunya kerja sama antarotoritas untuk bertindak cepat dalam menghadapi permasalahan bank dalam rangka menjaga kestabilan sistem keuangan global.

"Kerentanan yang saat ini terjadi di perbankan global terutama dipicu oleh kegagalan bank tertentu di Amerika Serikat dan Eropa tidak memiliki dampak signifikan terhadap industri perbankan Indonesia," ujar Dian Ediana Rae di Jakarta, Senin (27/3/2023). Baca Juga: OJK Optimis ASEAN Bakal Jadi Episentrum Pertumbuhan Ekonomi

Dia menjelaskan, berbagai indikator menunjukkan bahwa perbankan Indonesia dalam kondisi yang solid dengan rata-rata rasio prudensial yang tetap di atas rata-rata perbankan global. Sebagai gambaran, pada posisi Januari 2023, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) sebesar 25,93 persen dan sekitar 85 persen komponen modal masuk dalam klasifikasi modal inti (Tier 1 capital; CET 1).

Sebagai perbandingan, rasio modal inti perbankan Amerika 13,52 persen dan Eropa sebesar 16,13 persen. Selain itu, kinerja likuiditas perbankan Indonesia terjaga dengan baik, antara lain ditunjukkan dengan Liquidity Coverage Ratio (LCR) dan Net-Stable Funding Ratio (NSFR) masing-masing tercatat sebesar 232,22 persen dan 134,58 persen.

Kondisi likuiditas tersebut juga jauh lebih baik dibandingkan dengan rasio LCR dan NSFR perbankan di Amerika sebesar 120,43 persen dan 123,20 persen serta perbankan di Eropa sebesar 152,39 persen dan 120,21 persen.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fajar Sulaiman

Advertisement

Bagikan Artikel: