Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Petik Pelajaran Berharga dari Kasus SVB, Dirut BRI Sebut Potensi Resesi Indonesia Hanya 2% di 2023

Petik Pelajaran Berharga dari Kasus SVB, Dirut BRI Sebut Potensi Resesi Indonesia Hanya 2% di 2023 Kredit Foto: BRI
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kegagalan beberapa bank besar global seperti Silicon Valley Bank (SVB) dan Credit Suisse yang terjadi pada beberapa pekan terakhir menggambarkan kondisi ketidakpastian ekonomi global. Kegagalan beberapa bank tersebut menjadi pelajaran berharga bagi industri perbankan, namun meskipun kondisi perbankan nasional cukup kuat dan jauh dari episentrum krisis tersebut, perbankan harus dapat mewaspadai, serta memitigasi risiko yang mungkin muncul. 

Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Utama BRI Sunarso pada Rapat Dengar Pendapat bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Komisi VI di Jakarta (28/3/2023). Pihaknya mengungkapkan Indonesia akan mampu bertahan dari ancaman risiko resesi, dengan potensi resesi sebesar 2% di 2023.

Baca Juga: Kembangkan Talenta Digital & IT, BRI Kembali Buka Program Management Trainee-BFLP IT

Keyakinan itu berdasarkan prediksi dari BRI dengan menggunakan metode Markov Switching Dynamic Model (MSDM). Sunarso mengatakan metode ini memperkuat evaluasi dan analisis Bloomberg sebelumnya, serta telah terbukti secara akurat pada kasus terdahulu.

"Alhamdulillah hasil analisis menunjukkan bahwa potensi resesi kita di Indonesia pada tahun 2023 ini hanya 2%. Metode ini telah secara akurat memproyeksi resesi di Indonesia pada ASEAN Financial Crisis tahun 1998 dan saat pandemi COVID-19 pada 2020 lalu," ucap Sunarso.

Baca Juga: Bangun Optimisme Melalui Komunikasi, BRI Boyong 7 Penghargaan di Ajang PR Indonesia Awards 2023

Sunarso menambahkan, terdapat dua faktor yang membuat ekonomi Indonesia relatif bertahan dan memiliki resiliensi tinggi. Pertama, masih kuatnya konsumsi domestik dalam mendukung pertumbuhan ekonomi. Kedua, optimisme dari pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) sebagai mayoritas usaha di Indonesia.

"Jadi masih kuatnya konsumsi domestik ternyata memang menjadi driver utama pertumbuhan GDP Indonesia. Maka kemudian berbagai upaya harus kita arahkan ke penguatan daya beli masyarakat, peningkatan konsumsi, penggunaan produk-produk dalam negeri. Itu yang harus kita dorong supaya benar-benar create job. Dan kemudian adanya optimisme," jelasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ayu Almas

Advertisement

Bagikan Artikel: