Perbankan diminta untuk menciptakan inovasi dalam memberikan pembiayaan kepada pelaku usaha kecil dan menengah (UKM). Langkah itu diharapkan agar pelaku usaha mikro dan kecil lebih mudah mendapatkan pendanaan sehingga mampu meningkatkan rasio wirausaha.
“Saat ini perbankan masih tetap menggunakan pendekatan kuno agunan. Kalau seperti ini, lelucon. UKM tidak punya aset diminta agunan ya lelucon. Jadi mestinya bank mengembangkan pendekatan yang lebih canggih,” kata Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki saat acara Kick Off Entrepreneur Hub Jakarta di Jakarta, kemarin.
Perbankan disebutnya harus lebih bisa memanfaatkan kecanggihan teknologi digital guna memudahkan para lender atau pemberi pinjaman untuk memastikan pelaku UKM benar-benar mampu membayar cicilan.
“Fintech sudah pakai teknologi. Sampai Rp2 miliar mereka sudah berani memberikan pinjaman tanpa agunan,” ucapnya. Teten menjelaskan pembiayaan menjadi salah satu fokus pemerintah karena gap (jarak) porsi pembiayaan untuk UMKM masih sangat jauh.
Dari total usaha di Indonesia yang 99,9%nya merupakan UMKM, kredit perbankan untuk UMKM baru sekitar 21%. Padahal sebanyak 97% lapangan pekerjaan diciptakan oleh UMKM.
“Gap ini yang mesti kita address, salah satunya bagaimana mengurangi risiko. Bank kalau memberi pinjaman ke umkm, itu kredit macet tinggi karena itu kita bikin ekosistem berbasis KPR supaya gap pembiayaan itu berkurang,” tuturnya.
Karenanya, pemerintah senantiasa menciptakan ekosistem yang mendukung wirausaha bertumbuh, termasuk melalui pembiayaan, meningkatkan kapasitas hingga melalui program Entrepreneur Hub.
Saat ini Indonesia hanya menempati peringkat 74 dalam Global Entrepreneurship Index yang mengukur efektivitas ekosistem usaha, kompetensi SDM, kemudahan pembiayaan, teknologi, inovasi dan pertumbuhan usaha. Rasio wirausaha Indonesia baru 3,47% dari standar minimum negara maju adalah 4%.
Kemudian share ekspor UMKM Indonesia masih relatif rendah hanya 15,3 persen, padahal rata-rata negara ASEAN sudah mencapai 17,3%. Belum lagi biaya logistik nasional masih terbilang tinggi yaitu 23,5% dan diprediksikan akan ada kenaikan biaya logistik laut 0,7% karena kenaikan inflasi global.
“Ini PR yang harus kita bereskan karena itu berbagai ekosistem untuk mendorong UMKM kita naik kelas dari skala usaha, kualitas produk, pelayanan jasa, kita selama ini terus mendorong pengembangan ekosistem,” ucap Teten.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Boyke P. Siregar
Tag Terkait:
Advertisement