Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Paksakan Pemecatan Brigjen Endar usai Ogah Naikkan Status Formula E, Firli Kena Semprit: Kelewat Batas!

Paksakan Pemecatan Brigjen Endar usai Ogah Naikkan Status Formula E, Firli Kena Semprit: Kelewat Batas! Kredit Foto: Wafiyyah Amalyris K
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri, disorot usai pemecatan Brigjen Endar Priantoro dari jabatannya sebagai Direktur Penyelidikan KPK.

IM57+ Institute menyebut, pemecatan itu erat kaitannya dengan pemaksaan peningkatan kasus dugaan korupsi Formula E ke penyelidikan. Hal itu diindikasikan dilakukan Ketua KPK, Firli Bahuri.

Baca Juga: KPK 'Sikat' Bupati Meranti, Demokrat Ketar-ketir: Ngeri! Perangnya Sudah Terbuka

"Pertama, pemberhentian Brigjen Endar Priantoro tidak dapat dilihat dari tindakan rutin KPK, tetapi indikasi pemaksaan rekayasa kasus oleh Firli Bahuri. Hal tersebut mengingat, pemaksaan ini terdapat keganjilan untuk memaksakan naiknya salah satu kasus yang diduga terkait kepentingan politik tertentu," kata Ketua IM57+ Institute, M Praswad Nugraha, lewat keterangannya belum lama ini, dikutip Sabtu (8/4/2023).

Menurut Nugraha, pemberhentian dilakukan setelah Endar menolak untuk meningkatkan kasus Formula E ke tahap penyelidikan. "Pemaksaan dilakukan pasca-Brigjen Endar Priantoro menolak menyetujui naiknya status Formula E menjadi penyidikan sehingga kontroversi ini tidak boleh dilepaskan dari konteks tersebut," tegasnya.

"Tindakan pemaksaan pemulangan bahkan sebelum waktu tugas Brigjen Endar Priantoro berakhir harus tidak dilepaskan dari rangkaian tindakan yang telah dilakukan Firli lainnya untuk memaksakan naiknya kasus tersebut," sambungnya.

IM57+ Institute menilai hal itu tidak dapat dibiarkan begitu saja karena dapat diindikasikan KPK dijadikan alat gebuk politik.

"Tindakan dugaan rekayasa kasus melalui pemulangan Brigjen Endar Priantoro menjadi indikasi bahwa KPK dapat menjadi alat gebuk politik yang sangat jauh dan bertentangan dengan indepedensi KPK sebagai lembaga penegak hukum," ujar Nugraha.

Perbuatan itu juga disebut sebagai perilaku Firli Bahuri yang sudah kelewat batas yang memicu konflik di internal KPK.

"Tindakan tersebut menunjukkan bahwa tingkat indikasi rekayasa yang dilakukan Firli sudah terlewat batas. Harusnya KPK malu karena dari sisi kinerja di bawah penegak hukum lain, tetapi malah sibuk membuat kontroversi negatif terkait konflik kepentingan sampai dengan dugaan rekayasa kasus," sebut Nugraha.

Keberadaan Dewan Pengawas (Dewas) KPK turut dipertanyakan atas situasi yang terjadi di internal lembaga antikorupsi.

"Tindakan Dewas yang pasif membuat membuat publik bertanya-tanya karena sama artinya Dewas mendiamkan rekayasa kasus. Terlebih gejolak ini menimbulkan dampak pada penolakan struktural maupun fungsional KPK. Sikap diamnya Dewas secara terus menerus akan semakin menunjukan Dewas tidak berfungsi," kata Nugraha.

Menurut Nugraha, Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus segera mengambil tindakan dengan melakukan investigasi. "Perlu adanya langkah konkret dari Presiden dan Dewas untuk membebaskan Firli dari segala tugas dan melakukan proses investigasi secara independen atas kasus ini. Apabila dewas memang selalu pasif, sudah saatnya Presiden membentuk tim independen," tegasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Advertisement

Bagikan Artikel: