Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Jokowi Komplain Jakarta Siang-Malam Macet, PDIP: Sudah Tahu Macet, Kok Mobil Listrik Dikasih Subsidi?

Jokowi Komplain Jakarta Siang-Malam Macet, PDIP: Sudah Tahu Macet, Kok Mobil Listrik Dikasih Subsidi? Kredit Foto: Antara/Asprilla Dwi Adha
Warta Ekonomi, Jakarta -

Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDIP, Gilbert Simanjuntak, mengatakan bahwa kemacetan yang terus terjadi di Jakarta lantaran kebijakan-kebijakan para kepala daerah yang tidak konsen pada percepatan atau akselerasi pembangunan transportasi publik.

Gilbert mengatakan, keterlambatan pembangunan transportasi di antaranya karena Jakarta tidak memanfaatkan jalur train zaman Belanda. Alih-alih mengembangkan transportasi publik, kepala daerah di DKI Jakarta lebih banyak menerapkan kebijakan yang tak sejalan.

"Pada orde baru yang digenjot adalah penjualan mobil. Apakah karena para (pemilik) mobil ini memberikan intensif kepada para pejabat pemerintah?" kata Gilbert kepada Republika, belum lama ini.

Baca Juga: Jokowi Ngeluh Macet Di mana-mana, Polda Metro Malah Bilang Begini...

Dia juga menekankan larinya anggaran yang teralirkan bukan pada kebijakan-kebijakan untuk menekan kemacetan, baik kebijakan para gubernur sebelum-sebelumnya maupun saat ini.

"Sebagai contoh, bagaimana bisa Anda mengatasi kemacetan DKI kalau misalnya mobil dikasih DP Rp0, motor dikasih DP Rp0, kemudian mobil listrik dikasih subsidi? Ini, kan, kebijakan yang enggak menyentuh. Artinya, mobil listrik dikasih subsidi, emang dia mengurai kemacetan? Kan enggak," ucapnya.

Selain itu, lanjut Gilbert, sejak dulu yang menjadi fokus Pemda DKI adalah membangun jalan. Sehingga, banyak anggaran yang digelontorkan pada pos tersebut.

Baca Juga: Heru Sibuk Hapus Jejak Anies Tahu-tahu Kemacetan Jakarta Makin Parah, Sentilan Demokrat: Pantas DKI Makin Amburadul

"Sejak dulu seperti itu. Pembangun jalan karena ada proyek-proyek baru, mindset-nya kan sudah rusak tiap hari trotoar dibongkar pasang kabel gali bikin lagi trotoarnya, itu kan menciptakan proyek-proyek biar ada pemasukan, sudah terlalu rusaklah mentalitas orang DKI," ucapnya.

Meski ada keterlambatan pembangunan transportasi publik, Gilbert mengatakan, sebenarnya Jakarta bisa saja mengatasi masalah kemacetan jika melakukan upaya akselerasi. Upaya itu, kata dia, tentu butuh jor-joran anggaran atau realokasi yang lebih besar untuk pembangunan transportasi publik seperti MRT dan LRT.

"Sekarang ini, kata kunci yang dibutuhkan adalah akselerasi. Kucurkan dana lebih besar dan keselamatan diawasi banget, kasih target 7, 8, atau 10 tahun," ujarnya.

Baca Juga: Kemacetan Jakarta Kian Parah Sejak Dipimpin Heru Budi, DPR: Pantaslah DKI Makin Amburadul

Sebelumnya diberitakan, Presiden Jokowi mengakui Indonesia terlambat dalam membangun transportasi massal. Akibat keterlambatan membangun transportasi massal yang andal, masyarakat akhirnya lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi. Kondisi itu yang menurut Jokowi menjadi penyebab kemacetan di kota-kota besar.

"Karena keterlambatan membangun transportasi massal, baik untuk penumpang maupun untuk barang, semua berbondong-bondong menggunakan kendaraan pribadi. Akhirnya macet di semua kota sekarang ini," kata Jokowi.

Kemacetan saat ini tidak hanya terjadi di ibu kota, tetapi juga di berbagai kota besar lainnya, seperti Bandung, Medan, Surabaya, Semarang, dan Makassar. Di Jakarta, kata Jokowi, pembangunan transportasi massal sudah terlambat sekitar 30 tahun. Meskipun pemerintah telah membangun MRT dan LRT, kemacetan masih terjadi.

Baca Juga: Cegah Kemacetan Saat Lebaran, Tiga Strategi Sudah Disiapkan oleh Pemerintahan Jokowi

"Di Jakarta terlambat 30 tahun kira-kira, meskipun sekarang sudah ada MRT, tapi baru satu jalur. Ada LRT, tapi juga belum jalan. Sehingga Bapak Ibu kalau di Jakarta pagi macet, siang macet, sore macet, malam macet sekarang ini. Karena keterlambatan dalam membangun itu," kata Jokowi.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Yohanna Valerie Immanuella

Advertisement

Bagikan Artikel: