Anggota Komisi V DPR, Irwan Fecho, menolak keras skema jaminan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB). Ia menilai bahwa hal tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 107 Tahun 2015 tentang Pembiayaan Kereta Cepat Jakarta-Bandung sempat melarang menggunakan APBN.
Selain itu, Irwan juga menyebutkan bahwa adanya usulan tersebut menunjukkan kondisi pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) saat ini yang terkesan terlalu terburu-buru dan kurang perencanaan seiring dengan membengkaknya utang KCJB.
"Bukti program infrastruktur dan transportasi pemerintah grasa-grusu," kata politikus Partai Demokrat itu dalam keterangannya di Jakarta beberapa waktu lalu.
Dia mengatakan, pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang biayanya membengkak menjadi kegagalan rezim yang bisa membuat kerugian bagi rakyat dan negara pada masa depan. Apalagi, kata Irwan, beban utang atau jebakan utang yang ada berkat proses perencanaan yang salah di awal atau feasibility study dilakukan pemerintah.
"Di mana dulu pemerintah terhipnotis dengan bunga rendah (dari Cina) yakni dua persen?" tutur Irwan. Rayuan Cina akibat proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang berbunga murah, ibarat gayung bersambut bagi pemerintah Indonesia.
Pasalnya, kata Irwan, pemerintah terlalu optimis dan terburu-buru ingin membangun megaproyek tersebut tanpa adanya perjanjian yang jelas. Kini, pihak Cina menaikkan bunga menjadi 3,4%.
"Sehingga kreditur seenaknya sendiri memberikan opsi skema pembayaran," ujarnya.
Dia menambahkan, pembengkakan biaya atau cost overrun dari proyek Kereta Cepat berakibat besar membebani APBN. Ke depannya, Irwan menduga, hal itu bisa menimbulkan efek berantai ke defisit APBN jika terus dilakukan.
Baca Juga: Bunga Utang KCJB Mentok 3,4 Persen, Said Didu: Fakta Jebakan China Sudah Terjadi
Kini, Jokowi malah mengizinkannya dengan penerbitan obligasi maupun pinjaman konsorsium BUMN untuk mendanai proyek senilai US$7,5 miliar atau sekitar Rp110,9 triliun. Angka itu membengkak US$1,5 miliar atau sekitar Rp22 triliun.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Yohanna Valerie Immanuella
Tag Terkait:
Advertisement