Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Alasan Konflik Sudan Penting buat Seluruh Dunia, Simak Penjelasan Pakar

Alasan Konflik Sudan Penting buat Seluruh Dunia, Simak Penjelasan Pakar Kredit Foto: Reuters/Instagram/lostshmi
Warta Ekonomi, Khartoum -

Pertempuran di Sudan antara pasukan junta militer menempatkan negara itu dalam risiko kehancuran. Kedua belah pihak memiliki puluhan ribu pejuang, pendukung asing, kekayaan mineral, dan sumber daya lain yang dapat melindungi mereka dari sanksi.

Ini adalah formula untuk konflik berkepanjangan yang telah menghancurkan negara-negara lain di Timur Tengah dan Afrika, dari Lebanon dan Suriah hingga Libya dan Ethiopia. Pertempuran dimulai ketika Sudan berusaha untuk melakukan transisi ke pemerintahan demokrasi.

Baca Juga: Konflik Militer di Sudan Ancam Keselamatan, Menlu Retno: WNI Harap Tenang, Usaha Kami Akan Maksimal

Pertempuran ini telah menewaskan ratusan orang dan membuat jutaan orang terperangkap di daerah perkotaan. Mereka berlindung dari tembakan, ledakan, dan penjarah.

Siapa yang Berkonflik di Sudan?

Pemimpin angkatan bersenjata, Jenderal Abdel Fattah Burhan, dan pemimpin kelompok paramiliter yang dikenal sebagai Pasukan Dukungan Cepat (RSF) yang tumbuh dari milisi Janjaweed yang terkenal kejam di Darfur, Jenderal Mohammed Hamdan Dagalo. Masing-masing berusaha merebut kendali Sudan.

Pertempuran terjadi dua tahun setelah mereka bersama-sama melakukan kudeta militer dan menggagalkan transisi menuju demokrasi. Kudeta telah dimulai setelah pengunjuk rasa pada 2019 membantu memaksa penggulingan otokrat lama Omar al-Bashir. Dalam beberapa bulan terakhir, negosiasi sedang dilakukan untuk kembali ke transisi demokrasi.

Pemenang dari pertempuran terakhir kemungkinan adalah presiden Sudan berikutnya. Sementara pihak yang kalah menghadapi pengasingan, penangkapan atau kematian.

Seorang pakar Sudan di Universitas Tufts, Alex De Waal, menulis dalam sebuah memo kepada rekan-rekannya minggu ini bahwa konflik tersebut harus dilihat sebagai putaran pertama perang saudara.

“Kecuali diakhiri dengan cepat, konflik akan menjadi permainan multi-level dengan aktor regional dan internasional mengejar kepentingan mereka, menggunakan uang, pasokan senjata, dan mungkin pasukan atau proksi mereka sendiri,” tulis De Waal.

Apa arti perang bagi negara tetangga Sudan?

Sudan adalah negara terbesar ketiga di Afrika berdasarkan wilayah dan melintasi Sungai Nil. Sudan berbagi perairannya dengan Mesir dan Ethiopia. 

Mesir bergantung pada Sungai Nil untuk menghidupi lebih dari 100 juta penduduknya, sedangkan Ethiopia sedang mengerjakan bendungan besar di hulu yang mengkhawatirkan Kairo dan Khartoum.

Mesir memiliki hubungan dekat dengan militer Sudan. Kairo telah menjangkau kedua belah pihak di Sudan untuk mendesak gencatan senjata tetapi tidak mungkin bertahan jika militer menghadapi kekalahan.

Sudan berbatasan dengan lima negara yaitu Libya, Chad, Republik Afrika Tengah, Eritrea, dan Sudan Selatan, yang memisahkan diri pada 2011 dan mengambil 75 persen sumber daya minyak Khartoum. Hampir semuanya negara tetangga Sudan terperosok dalam konflik internal mereka sendiri, termasuk konflik dengan berbagai kelompok pemberontak di sepanjang perbatasan.

“Apa yang terjadi di Sudan tidak akan tinggal di Sudan. Chad dan Sudan Selatan terlihat paling berisiko terhadap potensi limpahan. Tapi semakin lama (pertempuran) berlarut-larut, semakin besar kemungkinan kita melihat intervensi eksternal yang besar," ujar kata Alan Boswell dari International Crisis Group.  

Kekuatan eksternal apa yang tertarik di Sudan?

Negara-negara Teluk Arab telah fokus ke Tanduk Afrika dalam beberapa tahun terakhir. Karena mereka telah berusaha untuk memproyeksikan kekuatan di seluruh wilayah tersebut.

Uni Emirat Arab memiliki hubungan dekat dengan Pasukan Dukungan Cepat (RSF) yang mengirim ribuan pejuang untuk membantu UEA dan Arab Saudi dalam perang melawan kelompok Houthi di Yaman, yang didukung Iran. 

Sementara Rusia telah lama menyimpan rencana untuk membangun pangkalan angkatan laut yang mampu menampung hingga 300 tentara dan empat kapal di Port Sudan. Ini merupakan jalur perdagangan Laut Merah yang penting untuk pengiriman energi ke Eropa.

Tentara bayaran Rusia, Grup Wagner yang memiliki hubungan dekat dengan Kremlin, telah membuat terobosan di seluruh Afrika dalam beberapa tahun terakhir. Kelompok ini telah beroperasi di Sudan sejak 2017.

Amerika Serikat dan Uni Eropa telah menjatuhkan sanksi kepada dua perusahaan tambang emas yang terkait dengan Wagner di Sudan.

Peran apa yang dimainkan Barat?

Sudan menjadi paria internasional ketika menjadi tempat persembunyian Osama bin Laden dan militan lainnya pada 1990-an. Ketika itu al-Bashir memberdayakan pemerintah Islam garis keras.

Pada tahun 2000an terjadi konflik di wilayah Darfur barat, ketika pasukan Sudan dan Janjaweed dituduh melakukan kekejaman sambil menekan pemberontakan lokal.  Pengadilan Kriminal Internasional akhirnya mendakwa al-Bashir dengan genosida.

Amerika Serikat menghapus Sudan dari daftar negara sponsor terorisme setelah pemerintah di Khartoum setuju untuk menjalin hubungan dengan Israel pada 2020. Tetapi pinjaman dan bantuan senilai miliaran dolar ditunda setelah kudeta militer 2021, bersama dengan perang di Ukraina dan inflasi global, sehingga ekonomi Sudan terjun bebas.

Dapatkah kekuatan luar menghentikan konflik di Sudan?

Kesengsaraan ekonomi Sudan tampaknya akan memberikan celah bagi negara-negara Barat untuk menggunakan sanksi ekonomi guna menekan kedua belah pihak agar mundur.  Tapi di Sudan, kelompok bersenjata telah lama memperkaya diri mereka sendiri melalui perdagangan gelap mineral langka dan sumber daya alam lainnya.

Dagalo memiliki banyak peternakan dan operasi penambangan emas.  Dia juga diyakini telah dibayar dengan baik oleh negara-negara Teluk untuk layanan RSF di Yaman yang memerangi pemberontak yang berpihak pada Iran.

Sementara militer mengontrol sebagian besar ekonomi. Mereka juga dapat mengandalkan pengusaha di Khartoum dan di sepanjang tepi Sungai Nil selama pemerintahan panjang al-Bashir. Militer  memandang RSF sebagai prajurit kasar dari pedalaman.

“Kontrol atas dana politik tidak kalah pentingnya dengan medan perang. (Militer) ingin menguasai tambang emas dan rute penyelundupan. RSF ingin menghentikan arteri transportasi utama termasuk jalan dari Port Sudan ke Khartoum," kata De Waal.  

Sementara itu, banyaknya calon mediator termasuk AS, PBB, Uni Eropa, Mesir, negara-negara Teluk, Uni Afrika, dan blok delapan negara Afrika timur yang dikenal sebagai IGAD, dapat membuat upaya perdamaian menjadi lebih rumit daripada  perang itu sendiri. "Mediator eksternal berisiko menjadi kemacetan lalu lintas tanpa polisi,” kata De Waal.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: