Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Tepis Isu Penggunaan Bahan MSG Bisa Ganggu Kesehatan, P2MI Bidik Pasar Edukasi

Tepis Isu Penggunaan Bahan MSG Bisa Ganggu Kesehatan, P2MI Bidik Pasar Edukasi Kredit Foto: Mochamad Ali Topan
Warta Ekonomi, Surabaya -

Isu penggunaan penyedap rasa makanan dianggap berbahaya hingga saat ini masih berkembang di masyarakat. Selama ini, makanan yang menggunakan bahan seperti micin dianggap menyebabkan gangguan kesehatan pemicu terjadinya kelebihan berat badan (obesitas), kanker, hingga disebut sebagai penyebab kebodohan. 

Menanggapi hal itu, Ketua Bidang Komunikasi Perkumpulan Pabrik Mononatrium Glutamat dan Asam Glutamat Indonesia (P2MI), Satria Gentur Pinandita, mengatakan kandungan Monosodium Glutamat (MSG) atau yang disebut micin itu adalah natrium. Dengan kandungan itu, sebut Satria, dipastikan tidak mengganggu kesehatan. 

Baca Juga: Siapa Bilang MSG Itu Berbahaya, Begini Faktanya

"Natrium yang sama sebagaimana terdapat dalam garam dapur atau garam meja, sedangkan asam glutamat adalah asam amino yang secara alami terdapat dalam daging, ikan/seafood, sayuran seperti tomat, bawang putih, kentang dan sayuran lainnya, serta dalam rumput laut jenis konbu," kata Satria di Surabaya, Selasa (23/5/2023).

Tidak hanya itu, lanjut Satria, asam glutamat lebih banyak lagi terdapat dalam makanan berprotein tinggi yang difermentasi atau yang diperam dalam waktu relatif lama, seperti keju, kecap kedelai, kecap ikan, ikan peda, dan sejenisnya. 

Guna memastikan keamanan penggunaan penyedap rasa, Satria mengatakan P2MI akan membidik pasar edukasi pada masyarakat luas dan akan memberi pemaparan manfaat penggunaan micin. 

"Di pasaran kami tetap mengutamakan edukasi. Hal ini untuk meluruskan berita yang beredar pada masyarakat," jelasnya. 

Sementara itu, pasar MSG yang diproduksi anggota P2MI, seperti PT Ajinomoto Indonesia, PT Ajinex International, PT Sasa Inti, dan PT Daesang Ingredients Indonesia, mengalami pertumbuhan yang cukup membaik per tahunnya. 

"Secara nasional pasar MSG mampu tumbuh sebesar 2 hingga 5 persen. Sementara nilai ekspor sendiri mampu tumbuh berkisar 3 hingga 4 persen," jelas Satria. 

Adapun, Prof. Dr. Hanifah Nuryani Lioe mengungkapkan MSG pertama kali ditemukan di Jepang pada tahun 1908 oleh seorang profesor bernama Kikunae Ikeda. 

"Kikunae lkeda mengekstrak dan mengkristalkan glutamat dari kaldu rumput laut konbu untuk dijadikan butiran MSG ini. Sebelum dipasarkan ke masyarakat luas, beliau telah melakukan percobaan pada hewan," jelas Hanifah yang juga Dosen Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor (IPB) ini. 

Hanifah membeberkan penggunaan micin tidak menimbulkan efek negatif sehingga memiliki nilai acuan keamanan yang disebut ADI (acceptable daily intake atau asupan harian yang dapat diterima) "not specified".

Baca Juga: Harga Garam Melambung Tinggi, Mendag Zulhas: Gapapa, Biar Petani Untung Banyak Setahun Sekali

Menurut Prof. Hanifah, JECFA, komite dunia yang mengkaji risiko penggunaan bahan tambahan pangan, di bawah Food and Drug Administration (FDA) dan World Health Organization (WHO), menyebutkan MSG juga aman jika ditambahkan pada masakan. 

"Kandungan Na (Natrium) di MSG lebih sedikit dibandingkan garam dapur sehingga risiko hipertensi akibat konsumsi natrium berlebih lebih tinggi pada garam dapur pada takaran yang sama. MSG mengandung 13,6 persen Na atau 12 persen Na dalam bentuk MSG monohidrat, sedangkan garam dapur 39 persen Na. Penggunaan MSG dalam masakan bahkan dapat menurunkan penggunaan garam dapur yang normal," pungkas Hanifah.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Mochamad Ali Topan
Editor: Ayu Almas

Advertisement

Bagikan Artikel:

Berita Terkait