Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pakar Ungkap Peran Kolaborasi dalam Wujudkan Ekonomi Hijau dan Berkelanjutan Menuju Indonesia Net Zero Emission

Pakar Ungkap Peran Kolaborasi dalam Wujudkan Ekonomi Hijau dan Berkelanjutan Menuju Indonesia Net Zero Emission Kredit Foto: Rakyat Merdeka
Warta Ekonomi, Surabaya -

Negara Indonesia telah membuat sejumlah kemajuan dalam pembangunan ekonomi selama beberapa tahun ini. Tingkat pertumbuhan perekonomian di Indonesia bisa dikatakan paling tertinggi di dunia.

Indonesia menjadi negara berpendapatan menengah dan masuk ke dalam kelompok negara-negara ekonomi utama. Akan tetapi, keberhasilan tersebut memiliki dampak pada ekonomi dan sosial. 

Baca Juga: Indika Energy Targetkan NZE pada 2050 dengan Seimbangkan Pendapatan secara Konsolidasi

Indonesia merupakan negara terluas ke-14 sekaligus negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah 17.504 pulau dan luas wilayah sebesar 1.904.570 km² serta jumlah penduduk sekitar 276.639.440 jiwa.

Jumlah penduduk Indonesia telah bertambah dibandingkan posisi akhir 2022 lalu, yakni 275.501.339 jiwa dan berada pada peringkat keempat sebagai negara dengan penduduk terbesar di dunia.

Sementara, sumber-sumber alam di wilayah Indonesia yang menjadi tumpuan pertumbuhan ekonomi, telah hilang. Masyarakat di perkotaan dan pedesaan terkena dampak negatif dari polusi air dan udara. 

Selanjutnya, tantangan-tantangan yang dihadapi guna Indonesia menuju net zero emission pada 2060 nanti, pemerintah harus mewaspadai jebakan pendapatan menengah mendatang yang dapat menyebabkan mundurnya pertumbuhan ekonomi

Pengamat ekonomi asal Jawa Timur, Hadi Prasetyo, mengatakan paradigma pembangunan suatu negara bisa dipahami secara praktis sebagai cara pandang utama terhadap persoalan pembangunan yang kemudian digunakan sebagai panduan penyelenggaraan pembangunan, baik sebagai metode maupun proses dalam mencapai output dan outcome tertentu. Paradigma dapat berkembang seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

"Di Indonesia, paradigma ekonomi hijau telah dimasukkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN ) 2020-2024, yang nampak dari adanya program/upaya peningkatan kualitas lingkungan hidup, peningkatan ketahanan bencana dan perubahan iklim, serta penggunaan rendah karbon," kata Hadi Prasetyo pada Warta Ekonomi di Surabaya, Jumat (26/5/2023).

Hadi mengatakan hal yang perlu dan sangat menarik dalam mengulas ekonomi hijau adalah akan  lahir era di mana output dan outcome dari hasil pelaksanaan paradigma-paradigma yang lalu (baik dalam konteks nasional maupun global) telah memberikan fakta perkembangan ekonomi sosial yang sangat ironis.

Dari catatan Hadi, diketahui Gross Domestic Product (GDP) per kapita (PPP) pada tahun 2017 saja sudah menunjukkan ketimpangan yang hebat. Apabila rata-rata GDP per kapita (PPP) dunia (190 negara) ada pada posisi sekitar US$17.000, maka hanya sekitar 73 negara yang ada di atas rata-rata dan 117 negara di bawah rata-rata (termasuk Indonesia) yang notabene masuk G20 (ranking 16 dari besaran GDP).

Artinya, lanjut Hadi, tantangan yang dihadapi Indonesia sedang berkembang jauh lebih berat dan kompleks, karena masih harus menghadapi persoalan tingkat kesejahteraan sosial masyarakat yang sangat besar. Belum lagi tekanan yang dihadapi Indonesia ketika secara tegas ingin ada proses transformasi struktural ekonomi.

Lebih lanjut Hadi mengungkapkan, bagi Indonesia, penerapan ekonomi hijau tentu dilakukan secara bertahap, dimulai dari policy yang jelas dalam kebijakan fiskal (APBN dan APBD), serta program-program yang perlu makin dikemas secara terkonsolidasi, baik terhadap isu lingkungan maupun isu ekonomi dan sosial lain.

"Secara khusus Indonesia dalam periode 2015 hingga 2035 mengalami bonus demografi yang luar biasa. Hal ini tentu membawa tantangan tersendiri, antara lain penyediaan lapangan kerja, memacu Pendidikan dan keterampilan, serta pembenahan transformasi ekonomi struktural yang paralel (industrialisasi, kemampuan teknologi dalam pemanfaatan sumber daya alam, dsb) agar bonus demografi tidak berujuang pada 'middle income trap'," tegasnya.

Menurut Hadi, ekonomi hijau mutlak harus dibarengi dengan research and development (R&D) yang masif dan terkonsep sehingga, selain memperkuat posisi kemandirian bangsa, juga mampu mendayagunakan pengelolaan sumber daya alam dengan optimal.

Seperti halnya lembaga-lembaga keuangan dunia yang menyalurkan dana investasi mempersyaratkan secara ketat funding covenants-nya, demikian pula seharusnya Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mulai fokus pada berbagai kegiatan usaha dan investasi yang berisiko lingkungan, sekaligus memberi insentif bagi investasi dan atau kegiatan usaha yang berkontribusi terhadap upaya yang menyejahterakan masyarakat.

"Pemerintah Pusat dan Daerah juga perlu memperbaiki indikator-indikator kinerja tahunan maupun lima tahunan dengan menyesuaikan penerapan paradigma ekonomi hijau," pinta mantan pejabat Asisten II Bidang Perekonomian Provinsi Jawa Timur ini.

Peran Bank Indonesia pada Tujuan Net Zero Emission Sektor Perbankan

Dalam perhelatan Presidensi G20 Indonesia yang dilakukan tahun 2022, keuangan berkelanjutan (Sustainable Finance) menjadi topik isu di bidang keuangan dalam mengatasi perubahan iklim.

Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter memiliki peran penting dalam transformasi menuju ekonomi hijau, terutama di sektor perbankan, dengan mengembangkan instrumen pasar keuangan hijau dan berkelanjutan untuk mendorong pembiayaan ekonomi di Indonesia. 

Gubernur BI Perry Warjiyo, secara tegas mengatakan, guna mendukung ekonomi hijau dan berkelanjutan, seluruh pemangku kepentingan harus berkolaborasi, yakni saling bekerja sama dengan fokus pengembangan Sustainable Finance Instrument (SFI), termasuk menghadapi berbagai tantangan penerapannya, untuk mendukung ekonomi hijau dan berkelanjutan

"Kolaborasi bersama antara Pemerintah dan Otoritas dipandang penting untuk terus ditingkatkan untuk membangun ekosistem guna menjaga kontinuitas SFI di pasar dalam jangka panjang," kata Perry.

Menurutnya, ada tiga jurus untuk meningkatkan SFI tersebut. Pertama, pentingnya mengembangkan instrumen keuangan dan investasi hijau untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif.

Baca Juga: Gelora Ekonomi Hijau Indonesia Berada Depan Mata, Moeldoko: Usaha Kita Sudah Diakui Bank Dunia

Kedua, pentingnya membangun ekosistem instrumen keuangan berkelanjutan. Ketiga, program pembangunan kapasitas dan bantuan teknis berkelanjutan. Hal ini, kata dia, sangat penting dalam meningkatkan pemahaman dan keahlian seluruh pihak. 

"Keberhasilan pengembangan SFI akan ditentukan oleh ketangguhan kolaborasi, kebersamaan, dan saling mendukung antarseluruh pemangku kepentingan. BI bersama pemerintah akan turut mengambil peran dalam pengembangan ekosistem hijau di Indonesia melalui kebijakan dan dukungan instrumen pasar uang hijau, pembiayaan hijau dan inklusif untuk UMKM serta ekonomi dan keuangan syariah yang berkelanjutan," ungkap Perry.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Mochamad Ali Topan
Editor: Ayu Almas

Advertisement

Bagikan Artikel: