Profesor Politik Ungkap Perang antara China dan Amerika Serikat Bisa Pecah di Laut China Selatan
Laut China Selatan merupakan salah satu kawasan geopolitik penting yang saat ini menjadi arena pertarungan antara negara-negara besar, seperti China, Amerika Serikat, dan negara-negara Asia Tenggara yang berbatasan dengan laut tersebut.
Pasalnya, Laut China Selatan merupakan jalur penting untuk sebagian besar pengiriman komersial dunia dengan beberapa negara yang terletak di bibir lautan itu, seperti Brunei Darussalam, Kamboja, China, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Taiwan, Thailand, dan Vietnam.
Selain itu, laut ini diyakini memiliki sumber daya alam yang melimpah, khususnya sektor minyak dan gas serta perikanan.
Baca Juga: Bukan karena NATO, Profesor Politik Sebut Ada Tiga Alasan Rusia Invasi Ukraina
Namun, China bersikukuh mengklaim sekitar 90% dari lautan itu dalam apa yang disebut sebagai area "sembilan garis putus-putus". Area tersebut mencakup area laut seluas 3,5 juta kilometer persegi. Klaim tersebut kemudian memicu reaksi dari negara-negara Asia Tenggara dan juga Amerika Serikat yang ingin memperluas pengaruhnya di laut tersebut.
Anggota Hoover Institute dan Profesor ilmu politik di Stanford Larry Diamond menyebut bahwa dengan kekuatan yang sangat besar sekarang, China bisa saja berani untuk tidak mematuhi hukum internasional yang sudah lama berlaku.
“Ada kemungkinan bahwa Laut Cina Selatan akan menjadi titik nyala. Mereka mengatakan, ‘Laut Cina Selatan milik kami, Anda tidak boleh lewat di sini.’ Kami menjawab, 'Menurut hukum internasional, Laut Cina Selatan bukan milik kalian, ini adalah perairan internasional, dan kami akan menetapkan prinsip bahwa kami dan negara-negara lain dapat melintas di sini tanpa izin Anda, karena Laut Cina Selatan bukan milik kalian’,” kata Larry, dikutip dari kanal Youtube Gita Wirjawan pada Selasa (30/5/2023).
Hal ini yang kemudian membuat petinggi militer di Amerika Serikat khawatir apabila China memilih cara koersif untuk mengklaim Laut China Selatan.
“Tetapi saya tidak berpikir bahwa Laut Cina Selatan akan menjadi pengumpan persaingan strategis yang mengarah pada perang. Karena tidak ada titik masuk sehingga pilihannya adalah 'berjuang total, atau tidak sama sekali,' dan kemudian Amerika Serikat harus memutuskan antara perang atau menyerah,” tandasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Novri Ramadhan Rambe
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait:
Advertisement