Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Teknologi Kecerdasan Buatan (AI) Rampas Pekerjaan Konvensional, Perlu Diregulasi Pemerintah?

Teknologi Kecerdasan Buatan (AI) Rampas Pekerjaan Konvensional, Perlu Diregulasi Pemerintah? Ilustrasi: Wafiyyah Amalyris K
Warta Ekonomi, Depok -

Laporan dari World Economic Forum (WEF) berjudul Future of Jobs menyebutkan bahwa dunia kerja akan mengalami perubahan besar hanya dalam kurun beberapa tahun mendatang. Diperkirakan sekitar 23% pekerjaan akan terdisrupsi dengan adanya perkembangan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) yang akan memainkan peran kunci.

Ilmuwan AI terkemuka di Bay Area, Yasantha Rajakarunanayake mengonfirmasi bahwa teknologi kecerdasan buatan akan membantu kehidupan manusia, khususnya di bidang informatika. Orang dapat dengan mudah memberikan perintah pada teknologi AI dan hasil tugas tersebut akan dikerjakan dengan sempurna dan dalam waktu yang singkat.

“Jadi, saya percaya bahwa kita sedang berada di masa Renaisans AI. Renaisans pertama terjadi setelah wabah, orang-orang seperti Newton pulang dan menemukan gravitasi. Dengan cara yang sama, AI akan menggantikan pekerjaan fisik manusia. Nyatanya saat ini, pemrograman perangkat lunak komputer berada dalam risiko karena sekarang Anda tidak memerlukan bahasa komputer lagi. Anda bisa memberitahu AI, ‘tuliskan sebuah program atau buatkan saya halaman web dengan latar belakang merah muda dan iklan pop-up,’ dan apa pun yang Anda inginkan, dan AI akan membuat situs web itu,” kata Yasantha, dikutip dari kanal Youtube Gita Wirjawan pada Kamis (22/6/2023).

Baca Juga: Tak Cuma Dampak Positif, Jejak Karbon pada Kecerdasan Buatan (AI) Bisa Jadi Ancaman bagi Lingkungan

Namun, hal ini akan membuat pekerjaan di bidang informatika terancam untuk digantikan oleh teknologi kecerdasan buatan.

“Ini bagus, tapi juga akan membuat banyak sekali lulusan ilmu komputer cukup gelisah. Jadi, pada dasarnya ini adalah pedang bermata dua; kita tidak tahu dan tidak bisa memprediksi bagaimana kelanjutannya. Kadang-kadang beberapa insinyur software akan mempelajari hal ini dan mendapatkan 10 produktivitas ekstra. Sementara itu, saya pikir negara-negara yang diuntungkan saat ini adalah negara-negara yang dialihdayakan, orang-orang yang melakukan sedikit IT di India dan tempat-tempat lain. Saya pikir mereka akan terkejut, AI akan mengambil pekerjaan mereka,” ujarnya.

Apalagi, sektor teknologi kecerdasan buatan diproyeksikan akan menyumbang Pendapatan Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar di masa depan. Dengan demikian, untuk menekan biaya, secara psikologis perusahaan akan memilih menggunakan AI daripada harus merekrut pekerja konvensional.

Dengan demikian, Yasantha menjelaskan sudah seharusnya perkembangan AI perlu diregulasi oleh pemerintah, bahkan jika perlu harus dikenakan pajak.

“Menurut saya, pada tahun 2030, PDB AI di dunia akan mencapai sekitar 30 triliun dolar. Jadi beberapa orang telah memikirkan masalah ini. Orang-orang seperti Bill Gates menyarankan agar kita mengenakan pajak atas program-program AI ini karena mereka menggantikan pekerjaan, dan mereka harus dikenai pajak,” tandasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Novri Ramadhan Rambe
Editor: Rosmayanti

Advertisement

Bagikan Artikel: