Pelanggaran atas Hak Asasi Manusia (HAM) menjadi salah satu dasar penolakan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) terhadap pasal-pasal tembakau dalam Rancangan Undang Undang (RUU) Kesehatan. Terlebih, aturan yang akan bersifat omnibus law ini pada dasarnya tidak diarahkan untuk mengatur komoditas namun untuk menyempurnakan sistem pelayanan kesehatan.
Anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar, Firman Soebagyo, menyoroti pasal-pasal tembakau yang terkandung dalam RUU Kesehatan yang menyetarakan tembakau dengan narkotika dan psikotropika serta minuman beralkohol. Semata, karena narkotika dilarang hukum sehingga ilegal, berbeda dengan tembakau yang legal.
”Semua produk yang resmi, ada izin dan sebagainya itu adalah hak asasi manusia. Jadi, tidak ada satupun yang dilanggar oleh industri tembakau apalagi petani tembakau,” tegasnya, kepada wartawan.
Baca Juga: RUU Kesehatan Buat Tembakau Jadi Sekelas Narkotika, Pekerja Rokok Teriak Begini
Mahkamah Konstitusi (MK) saja, kata Firman, sudah membuat kebijakan dengan mengambil keputusan bahwa tanaman tembakau itu adalah tanaman yang legal. Bahkan, lanjutnya, ketika ada anggota masyarakat yang menggugat agar tidak boleh memasang iklan produk tembakau, gugatan itu ditolak MK karena bertentangan dengan HAM.
”Yang jelas, ini tidak lazim dan tidak sesuai dengan spirit UU karena UU-nya tidak membahas soal komoditi yang berdampak pada Kesehatan. Kalau kita membahas komoditi yang berdampak pada kesehatan jangan hanya tembakau saja. Gula juga kita harus bahas, kemudian bensin, karena bensin itu penyebab daripada asap yang merusak paru-paru masyarakat. Kenapa hanya tembakau yang disasar? Kenapa begitu?” Firman mempertanyakan.
Firman yang juga anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR menjelaskan lahirnya RUU Kesehatan merupakan inisiasi Baleg DPR. Tujuannya ingin menyempurnakan tata kelola pelayanan kesehatan yang sekarang ini dianggap masih kurang baik, padahal pelayanan kesehatan merupakan hak masyarakat sebagaimana yang diamanatkan konstitusi.
Prinsip dasar itu kemudian disampaikan kepada pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk bisa disusun bersama. ”Sekarang, pelayanan kesehatan kita ini masih jauh dari apa yang diharapkan. Jumlah dokter yang tersedia masih jauh daripada mencukupi. Kemudian juga untuk pengadaan kebutuhan dokter spesialis saja itu masih jauh daripada yang kita harapkan. BPJS juga. Perlu penataan ulang,” terangnya.
Sementara, perwakilan tenaga kerja juga telah menyampaikan kekhawatiran akibat pasal-pasal tembakau di RUU Kesehatan. Ekosistem industri tembakau seperti pekerja juga telah meneriakkan rasa sakit hati dan khawatir atas potensi krimininalisasi akibat pasal-pasal tersebut.
“Penyetaraan tembakau dengan narkotika, psikotropika, dan minuman beralkohol dalam pasal-pasal bermasalah di RUU Kesehatan menyakiti perasaan kami sebagai tenaga kerja legal yang terus berjuang untuk mencari nafkah halal bagi keluarga kami,” pungkas Ketua Umum Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI), Sudarto AS, dalam keterangan tertulisnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Bayu Muhardianto
Tag Terkait:
Advertisement