Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Batasi Limit Transaksi Harian Stablecoin, MiCA Bisa Hambat Adopsi Kripto

Batasi Limit Transaksi Harian Stablecoin, MiCA Bisa Hambat Adopsi Kripto Kredit Foto: Unsplash/André François McKenzie
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kebijakan Markets in Crypto-Assets (MiCA) Uni Eropa diminta untuk direvisi karena adanya peraturan batasan transaksi harian yang dapat menghambat penggunaan stablecoin.

Pada 31 Mei, MiCA disahkan menjadi Undang-undang, yang merupakan pedoman peraturan pertama di dunia mengenai pemberlakuan mata uang kripto. Undang-undang ini mendapat banyak tanggapan positif dari industri kripto.

Namun, ada satu kontroversi dari Undang-undang ini, di mana terdapat batasan transaksi harian sebesar 200 juta euro (Rp3,34 triliun) untuk stablecoin pribadi seperti Tether (USDT) dan Circle (USDC).

Baca Juga: Ratusan Perusahaan Kripto Daftar Lisensi di Hong Kong, Rekruter: Peluang Kerja Masih Rendah

Dikutip dari Cointelegraph, Selasa (11/7/2023), Chander Agnihotri dan Rachel Cropper-Mawer, Direktur Hukum dan Mitra firma hukum global Clyde & Co, mengatakan bahwa penggunaan stablecoin dalam jumlah besar akan dengan cepat terhambat dan regulator harus merevisi limit transaksi hariannya.

Stablecoin adalah aset yang meniru harga mata uang fiat, terutama dolar Amerika Serikat, dan diperkenalkan sebagai solusi untuk mengatasi ketidakstabilan harga mata uang kripto seperti Bitcoin.

Namun, setelah keruntuhan algoritmik stablecoin TerraUSD (UST) milik Terra pada Mei 2022 dan pemutusan hubungan USDC setelah keruntuhan Bank Silicon Valley pada awal 2023, Agnihotri mengklaim bahwa regulator memiliki hak penuh untuk fokus pada regulasi stablecoin pribadi.

“Karena keterkaitan mereka yang lebih kuat dari sistem keuangan tradisional, para regulator sangat khawatir dengan dampak yang mungkin terjadi jika stablecoin yang lebih besar mengalami kegagalan,” ujarnya.

Sementara itu, Cropper-Mawer mengatakan bahwa batasan 200 juta euro (Rp3,34 triliun) tersebut bukan berarti larangan, melainkan jika batas transaksi sudah terlampaui, penerbit diwajibkan untuk menghentikan penerbitan. Selain itu, penerbit juga diminta untuk bekerja sama dengan regulator untuk membatasi transaksi tersebut.

Namun, ia mencatat bahwa meningkatnya popularitas stablecoin pribadi dapat memengaruhi penggunaan stablecoin yang lebih besar terhambat. Ia juga berharap agar regulator memperhatikan kembali masalah ini.

Ia berasumsi bahwa ‘masuk akal’ jika mata uang digital bank sentral akan berkembang dengan lebih cepat daripada sebelumnya karena penggunaan stablecoin akan terhambat oleh kebijakan tersebut.

Akan tetapi, ia menambahkan, para pembuat Undang-undang MiCA tidak mungkin mengabaikan potensi dampak negatif dari kebijakan ini, terutama ketika melihat prevalensi stablecoin pribadi di pasar lain.

“Jika penggunaan stablecoin yang relatif tidak terbatas diperbolehkan di yurisdiksi lain, hal ini dapat berdampak buruk pada pasar kripto di Uni Eropa,” tukasnya.

Meskipun menerima banyak kritik, namun tak sedikit pula yang memberikan tanggapan positif mengenai Undang-undang ini. Agnihotri mengatakan, “dalam rancangan Undang-undang MiCA, perusahaan rintisan dan entitas kecil lainnya akan memiliki akses yang lebih baik ke pasar, mendorong inovasi dan persaingan. Seperti halnya dengan Undang-undang lainnya, akan selalu ada bagian yang akan mendapatkan manfaat dari penyesuaian.”

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ni Ketut Cahya Deta Saraswati
Editor: Rosmayanti

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: