Pengamat pasar modal Reza Priyambada mengatakan, banyak BUMN sukses menjadi perusahaan terbuka. Dibandingkan sebelum initial public offering (IPO), kinerja BUMN jauh meroket setelah menjadi perusahaan terbuka. Pernyataan Reza, tak lepas dari kondisi saat ini, dimana beberapa BUMN atau anak BUMN berencana masuk bursa saham, seperti Pertamina Hulu Energi.
"Kisah membaiknya kinerja pasca IPO bisa kita lihat di sejumlah BUMN yang melakukan IPO. Sebut saja BUMN perbankan. Sejarah mencatat, value mereka saat ini jauh meroket bila dibanding dengan (kinerja mereka) sebelum atau saat mereka melakukan IPO," papar Analis Senior CSA Research Institute tersebut menjawab media hari ini.
Reza mencontohkan, kinerja PT Bank Rakyat Indonesia Tbk yang dulu sangat identik dengan bank masyarakat pedesaan. Namun saat ini, BRI justru menjadi bank terbesar di Indonesia, dengan total aset mencapai Rp1.631,18 triliun per 31 Mei 2023 lalu.
Baca Juga: Pertamina International Shipping Matangkan Strategi untuk IPO 2-3 Tahun Lagi
PT Bank Mandiri juga begitu. Per 31 Mei 2023 memiliki total aset Rp1.519,98 triliun. Padahal sebelum IPO pada 2003, Bank Mandiri yang merupakan merger empat bank, Bank Bumi Daya, Bank Exim, Bank Dagang Negara dan Bank Pembangunan Indonesia, tercatat masih memiliki utang hingga Rp68 triliun. Termasuk dalam BUMN perbankan ini, adalah Bank BNI.
Di luar perbankan, Pertamina Geothermal Energy yang ‘baru’ IPO Februari 2023, juga tak kalah moncer. Terkait hal itu, sebelumnya Reza pernah menyoroti keberhasilan PGE yang membalikkan kondisi modal kerja (working capital) menjadi surplus. Padahal, sebelum IPO, masih minus USD424.475.
Menurut Reza, upaya PGE dalam mendorong working capital menjadi positif layak diapresiasi lantaran hal tersebut merupakan sinyal awal bahwa kondisi keuangan perusahaan dalam kondisi sehat dan dikelola dengan cukup bijaksana (prudent).
Tinggal tantangannya, kata Reza ketika itu, bagaimana PGE bisa menjaga agar working capital terus terjaga dan makin membaik pada triwulan-triwulan selanjutnya.
Bagaimana dengan BUMN dan anak BUMN lain? Tak kalah menggembirakan. Berdasarkan laporan keuangan Aneka Tambang, Bukit Asam, Jasa Marga, Dayamitra Telekomunikasi, dan Telkom, semua menunjukkan kinerja sangat positif.
Antam yang IPO pada 1997, misal, memiliki kinerja keuangan meningkat secara signifikan. Peningkatan laba kotor dan laba bersih pada 2022, masing-masing mencapai 82% dan Rp74 miliar.
Mengapa banyak BUMN sukses setelah menjadi perusahaan terbuka? Reza menyebut, paling basic bahwa IPO adalah salah satu opsi pendanaan bagi perusahaan. “Artinya, keuntungan pertama dan paling mendasar dari IPO, ya didapatkannya pendanaan tersebut," ujarnya.
Baca Juga: IPO Dinilai Akan Buat PHE Sejajar dengan Perusahaan Migas Kelas Dunia
Dengan suntikan pendanaan baru, menurut Reza, perusahaan lebih memiliki peluang untuk mengembangkan potensi bisnis ke depan. Dengan pendanaan yang lebih memadai, segala rencana ekspansi bisnis yang ada dalam peta jalan ( roadmap), dapat segera dieksekusi, agar tidak kehilangan momentum.
"Ketika perusahaan sebelumnya pengin ini-itu terkait aksi korporasi, terkait laju ekspansi, maka dengan pendanaan yang tersedia, (rencana) itu dapat segera dilakukan sesuai harapan," tutur Reza.
Selain itu, lanjut Reza, IPO juga menjadikan BUMN sangat transparan. Segala gerak-gerik manajemen, rencana bisnis yang disusun, strategi yang disiapkan hingga penempatan dan penunjukan para pengurus perusahaan, sepenuhnya dapat diawasi publik.
"Bahkan bukan pemegang saham pun, misalnya baru mau beli (sahamnya), bisa melihat direktur utamanya siapa, komisarisnya siapa, kenapa mereka dipilih, backgroundnya apa, kemampuannya apa saja, dan lain-lain, sehingga dia layak menempati posisi itu," ungkap Reza.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri
Advertisement