Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Di Depan 18 Negara, Menlu Retno Tegas: Indo-Pasifik Jangan Jadi Medan Perang!

Di Depan 18 Negara, Menlu Retno Tegas: Indo-Pasifik Jangan Jadi Medan Perang! Kredit Foto: Kemenlu RI
Warta Ekonomi, Jakarta -

Menteri Luar Negeri (Menlu) RI, Retno Marsudi, menegaskan kepada 18 negara peserta KTT Asia Timur (East Asia Summit/EAS) agar wilayah Indo-Pasifik harus dijaga agar tidak menjadi wilayah medan perang berikutnya.

"Indo-Pasifik jangan sampai menjadi medan perang. Kawasan ini harus tetap stabil," kata Retno, dalam pembukaan pertemuan Menlu East Asia Summit (EAS) di Jakarta, Jumat (14/7/2023).

Baca Juga: Jokowi Ajak ASEAN dan Negara Maju Saling Rangkul, Bak Pepatah 'Menang Tanpa Ngasorake'

Untuk diketahui, EAS beranggotakan 18 negara, yaitu anggota ASEAN dan para mitra, termasuk AS, RRT, Rusia, Jepang, India, Australia, Korea, dan Selandia Baru. EAS merupakan wadah yang inklusif untuk membahas dinamika di kawasan dan dunia.

Dalam kesempatan itu, Retno mengatakan, masyarakat menaruh harapan besar kepada EAS sebagai satu-satunya forum yang melibatkan semua pemain kunci di kawasan Indo-Pasifik. Saat ini Indo-Pasifik berada di momen yang menentukan.

Menurut Retno, kawasan ini akan menjadi kontributor terbesar bagi pertumbuhan ekonomi global dalam 30 tahun ke depan. Perkembangan penting di bidang teknologi, kedokteran, dan energi terbarukan terjadi setiap hari.

"Namun, kita belum mampu mewujudkan lingkungan yang kondusif untuk mengoptimalkan potensi di kawasan. Kecurigaan dan ketidakpastian masih terjadi. Sebagian bahkan menyebut Indo-Pasifik mengalami 'perang dingin di tempat panas'," imbuh Retno.

Retno menekankan, selain sebagai net kontributor pertumbuhan ekonomi, Indo-Pasifik juga harus jadi net kontributor untuk perdamaian dan menyebarkan paradigma kolaborasi ke kawasan lain. Ia menilai, EAS harus berkontribusi mewujudkan cita-cita kolektif, yaitu kawasan yang damai, stabil, dan inklusif.

"Bayangkan EAS sebagai sebuah kereta, dan komitmen kita terhadap Traktat Persahabatan dan Kerja Sama (TAC) dan Bali Principles sebagai rel kereta. Kita harus memastikan jalan kita berpapasan, bukan saling menghalangi," ujar Retno.

Dia lalu menambahkan, semua pihak harus bekerja sama untuk menjembatani, menanamkan kepercayaan, dan membangun arsitektur kawasan yang inklusif. "Perbedaan yang ada tidak boleh menjadi pemisah, melainkan justru memperkaya upaya kolektif dan menjadi kekuatan," tegasnya.

Retno mengutip falsafah Bhinneka Tunggal Ika yang mengandung makna dari perbedaan dapat tercipta harmoni untuk mewujudkan agenda bersama. "Semangat ini perlu dimiliki oleh semua peserta EAS dalam berdiskusi dan saling mendengarkan tanpa prasangka. Kita bersama-sama di kereta EAS, dan setiap orang dipersilakan naik," tukasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Alfida Rizky Febrianna
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Advertisement

Bagikan Artikel: