Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Sri Mulyani Curhat Menteri Keuangan Sering Jadi 'Kambing Hitam' Tiap Kali RI Krisis

Sri Mulyani Curhat Menteri Keuangan Sering Jadi 'Kambing Hitam' Tiap Kali RI Krisis Kredit Foto: Kemenkeu
Warta Ekonomi, Jakarta -

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati bercerita bahwa profesi Bendahara Negara kerap kali disalahkan saat terjadi krisis keuangan. Padahal, menurutnya, semua elemen dan aspek keuangan sangat ditentukan oleh profesi keuangan.

"(Padahal) semuanya ada elemen dan aspek keuangan yang penting. Semuanya bottom line-nya sangat tergantung atau ditentukan atau disebabkan oleh profesi keuangan," tegasnya, dalam Pembukaan Profesi Keuangan Expo 2023, di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Selasa (25/7/2023).

Baca Juga: Indonesia Dianggap Masuk Negara Gagal Sistemik, Apa Kata Kemenkeu?

Sri Mulyani lalu mencontohkan sejumlah krisis keuangan yang pernah terjadi di Indonesia yang ia maksud. Di antaranya, krisis keuangan Indonesia dan Asia Tenggara tahun 1997-1998, krisis keuangan global 2008-2009, hingga krisis pandemi yang tiga tahun belakangan terjadi di dunia.

"Herannya kalau terjadi krisis keuangan, Anda (profesi keuangan) nggak pernah disebut. Kan nggak pernah kan waktu krisis keuangan 97-98. Emangnya IAI ditanyain? Nggak juga. Padahal, banyak representasi yang salah banget," pungkasnya.

Dia mengatakan, setiap kali krisis terjadi, Menteri Keuangan selalu yang sering lebih menonjol dalam menyelesaikan dan menanggung konsekuensi yang terjadi di masyarakat maupun negara.

"Waktu krisis terjadi, asuransi yang bertumbangan, emangnya pernah yang ditanya adalah profesi akuntan atau aktuaris? Enggak kan? Yang dimarahin menteri keuangan sih sering, yang cuci piring, yang sering lebih menonjol adalah gimana menyelesaikan dan itu berarti konsekuensinya ada masyarakat yang kehilangan hartanya ada negara yang harus mengambil dana publik untuk mem-bail out," ungkapnya.

Sri Mulyani menambahkan, saat krisis semacam itu, ada pihak yang betul-betul harus menanggung kerugian besar dan ada juga segelintir yang menikmati. Di situ lah letak keadilan dan ketidakadilan, kata dia.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Alfida Rizky Febrianna
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: