Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pertamina Ambil Alih Blok Masela, Berapa Potensi Keuntungan Indonesia?

Pertamina Ambil Alih Blok Masela, Berapa Potensi Keuntungan Indonesia? Pekerja melakukan pengecekan pompa angguk yang beroperasi di Lapangan Duri, yang merupakan salah satu lapangan injeksi uap terbesar di dunia di Blok Rokan, Riau, Jumat (19/8/2022). PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) yang telah setahun mengelola Blok Rokan berhasil mencatatkan tingkat produksi rata-rata sekitar 162 ribu BOPD (barel minyak per hari) bulan berjalan, jauh lebih baik dibandingkan prediksi sebesar 142 ribu BOPD jika tidak melakukan kegiatan masif dan agresif serta lebih tinggi daripada angka produksi saat alih kelola sebesar 158,5 ribu BOPD, dan juga berhasil memperpendek waktu pengeboran hingga produksi awal atau Put On Production (POP) dari 15-22 hari menjadi 15 hari untuk area operasi Sumatra Light Oil (SLO) dan dari 35-40 hari menjadi 15 hari untuk area operasi Heavy Oil (HO). | Kredit Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Warta Ekonomi, Jakarta -

PT Pertamina (Persero) melalui PT Pertamina Hulu Energi (PHE) bersama Petronas Malaysia telah resmi menandatangani perjanjian akuisisi 35 persen kepemilikan saham Shell di Blok Masela. Dalam perjanjian jual beli saham tersebut, dicatat bahwa PHE mendapatkan porsi saham 25 persen, sedangkan Petronas memegang 15 persen saham.

Pengambilalihan hak kelola ini mendapat banyak respons positif dari berbagai pihak karena dinilai memberikan potensi keuntungan yang signifikan bagi Indonesia.

Pengamat energi, Hanifa Sutrisna mengungkap bahwa langkah untuk mempercayakan pengelolaan blok-blok minyak dan gas (migas) raksasa kepada PHE merupakan langkah yang tepat. Pasalnya, kinerja dari anak perusahaan Pertamina tersebut memang sedang meningkat, sehingga ia optimis dengan keuntungan yang akan diperoleh dari proyek tersebut. 

Baca Juga: Menteri ESDM Bidik Rencana Kerja Blok Masela Rampung dalam Tiga Bulan

“Ini waktu yang tepat untuk mempercayakan pengelolaan blok-blok (raksasa) migas kepada anak bangsa. Kita harus optimistis,” katanya, dilansir dari Antara, Jumat (28/7/2023).

Pengambilalihan Blok Masela yang telah ditinggalkan Shell dinilai akan memberikan nilai efek domino terhadap ekonomi dan berperan penting dalam mendukung ketahanan energi nasional. Pengembangan Blok Masela diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja baru bagi masyarakat lokal.

Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati menyampaikan bahwa langkah ini merupakan bukti komitmen Pertamina dalam mewujudkan kemandirian energi nasional.

“Prioritas utama kami adalah mengamankan suplai energi untuk Indonesia dan mewujudkan kemandirian energi nasional. Hal ini berarti kita harus memproduksi lebih banyak energi untuk permintaan domestik,” ujarnya dalam acara Indonesia Petroleum Association Convention & Exhibition (IPA Convex) ke-47, Selasa (25/7/2023).

Blok Masela dan Kronologi Perjalanannya 

Blok Masela disebut sebagai lapangan (gas) abadi karena jumlah cadangan yang begitu besar, yakni mencapai 10,73 Triliun Cubic Feet (TFT). Blok ini terletak di kawasan laut Arafura, Maluku dan berbatasan langsung dengan Australia dan Timor Leste.

Kawasan yang sering disebut sebagai Harta Karun Indonesia ini pertama kali ditemukan pada tahun 2000. Sebelum diambil alih oleh PHE dan Petronas, hak partisipasi Blok Masela dimiliki oleh Inpex, perusahaan asal Jepang, sebesar 65 persen dan Shell Corporation, perusahaan Belanda, sebesar 35 persen.

Lalu, pada tahun 2020, Shell memutuskan untuk hengkang dari Blok Masela. Menurut VP Corporate Service Inpex Masela, Henry Banjarnahor, Shell telah melakukan penghitungan ulang soal keterlibatannya dalam proyek tersebut, dan mereka menganggap proyek tersebut kurang kompetitif dibandingkan dengan portofolio proyek Shell di negara lain.

“Mereka (Shell) melihat global portofolio mereka di seluruh dunia dan mereka menganggap bahwa investasi di negara lain lebih menguntungkan mereka, jadi mereka mengutamakan itu," ujarnya saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR RI, Senin (24/8/2020).

Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkap bahwa Shell hengkang karena ingin berfokus pada pengembangan proyek Energi Baru dan Terbarukan (EBT).

“Shell keluar karena mau masuk renewable energy,” ungkapnya saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM (2/12/2022).

Kerja Sama Pertamina dan Petronas

Selanjutnya, Pertamina menggandeng Petronas untuk mengambil alih 35 persen saham dari Shell. Hal ini dikarenakan BUMN asal Malaysia tersebut tertarik untuk mengakuisisi hak partisipasi Shell di Blok Masela.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto menjelaskan bahwa ketertarikan tersebut dikarenakan Petronas telah memiliki fasilitas Floating Liquefied Natural Gas (FLNG) dan memiliki pembeli gas eksisting.

“Presidennya (Petronas) sudah ketemu saya minta difasilitasi ketemu pimpinan ESDM jika perlu ketemu Presiden dia minta, dia juga punya fasilitas LNG-nya,” paparnya dikutip dari CNBC Indonesia, Jumat (28/7/2023).

Pada 25 Juli 2023, Direktur Utama PT PHE Wiko Migantoro, Direktur Utama Upstream Petronas Datuk Adif Bin Zulkifli, dan Direktur Keuangan untuk Divestasi dan Akuisisi dan NBD Asia Pacific Shell Kuo Tong Soo secara resmi menandatangani perjanjian jual beli saham atau sales and purchase agreement di acara IPA Convex ke-47 di ICE BSD Tangerang.

Dalam kesempatan yang sama, juga dilakukan penandatangan nota kesepahaman kemitraan pengembangan Blok Masela oleh Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati dan Direktur Utama Inpex Corporation Takayaki Ueda.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ni Ketut Cahya Deta Saraswati
Editor: Rosmayanti

Advertisement

Bagikan Artikel: