- Home
- /
- Government
- /
- Government
Remaja di Lampung Jadi Korban Pemerkosaan Kakek 69 Tahun Hingga Hamil, Kemen-PPPA Turun Tangan
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen-PPPA) mengupayakan hak pendidikan anak RA (14) yang menjadi korban pemerkosaan oleh tetangganya, seorang lansia berusia 69 tahun di Lampung Timur.
Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen-PPPA, Nahar, sangat menyayangkan keputusan sekolah mengeluarkan korban yang sedang hamil 5 bulan akibat pemerkosaan yang dialaminya. Menurutnya, korban pemerkosaan seharusnya mendapatkan perlindungan dan pemenuhan hak agar dapat pulih, juga dapat melanjutkan hidupnya seperti semula. Pemenuhan hak bagi korban yang harus dipenuhi salah satunya untuk tetap dapat mengakses pendidikan yang layak.
Baca Juga: Sambut COP-28, Kemen-PPPA Dorong Kesetaraan Gender dalam Penanganan Perubahan Iklim
"Masa depan anak masih panjang dan masih harus sekolah, jangan sampai anak korban mendapatkan kekerasan berulang karena haknya untuk belajar dibatasi. Lingkungan sekitar terutama institusi pendidikan sudah semestinya memberikan perlindungan bagi anak korban kekerasan seksual dan tidak memberikan stigma negatif," tegas Nahar dalam siaran pers yang diterima, Selasa (1/8/2023).
Nahar menyampaikan bahwa Kemen-PPPA melalui Layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) akan melakukan koordinasi lebih lanjut untuk memastikan korban RA dapat tetap mengakses pendidikan meskipun dalam kondisi hamil.
"Kami telah melakukan koordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kabupaten Lampung Timur untuk memastikan kondisi kesehatan fisik dan psikis korban. Saat ini korban telah mendapatkan layanan pendampingan visum dan penjangkauan ke rumah korban. Kepada orang tua juga dibutuhkan pendampingan psikologis agar orang tua korban juga tetap mendampingi korban memulihkan kondisi psikis dan fisiknya," tutur Nahar.
Nahar mengatakan, pendampingan proses hukum bagi korban juga telah diberikan. Kemen-PPPA akan terus berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat untuk memastikan korban mendapat keadilan dan pelaku diberikan hukuman sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Saat ini pelaku sudah ditahan di Polsek setempat dan sedang dalam tahap penyidikan. Atas perbuatannya, pelaku melanggar pasal 76D UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) sesuai pasal 81 Ayat (1) UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang. Lebih lanjut, pelaku juga dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku, sesuai dalam pasal 81 Ayat (6).
Nahar mengungkapkan, penegakan hukum kasus ini diharapkan juga dapat memperhatikan dan menggunakan UU No 12 Tahun 2012 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), di mana hak-hak korban atas penanganan, perlindungan, dan pemulihan juga dapat diberikan, termasuk hak untuk mendapatkan restitusi atau ganti rugi sebagai korban kekerasan seksual.
Dia juga menyampaikan agar masyarakat segera melapor kepada pihak berwajib jika mendapatkan atau menemui kasus kekerasan seksual di sekitarnya. Dengan berani melapor, akan dapat mencegah berulangnya kasus sejenis terjadi kembali. Kemen-PPPA mendorong masyarakat yang mengalami atau mengetahui segala bentuk kekerasan segera melaporkannya kepada SAPA 129 Kemen-PPPA melalui hotline 129 atau WhatsApp 08-111-129-129 atau melaporkan ke polisi setempat.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rena Laila Wuri
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Advertisement