Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Potensi Kerugian di Balik Kesepakatan Ekonomi Indonesia-China

Potensi Kerugian di Balik Kesepakatan Ekonomi Indonesia-China Presiden Joko WIdodo (kanan) berjabat tangan dengan Presiden China Xi Jinping (kiri) saat pertemuan bilateraL usai digelarnya KTT G20 Indonesia 2022 di Nusa Dua, Bali, Rabu (16/11/2022). | Kredit Foto: Antara/Media Center G20 Indonesia/Akbar Nugroho Gumay
Warta Ekonomi, Jakarta -

Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Presiden China Xi Jinping belum lama ini sepakat memperdalam kerja sama strategis antara Indonesia dan China dalam berbagai sektor, seperti perdagangan, investasi, kesehatan, pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), hingga riset dan teknologi. Hal ini sekaligus merupakan momentum 10 tahun kemitraan strategis kedua negara.

Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat memberi peringatan agar pemerintah mewaspadai potensi kerugian ekonomi dari kerja sama Indonesia-China tersebut di balik potensi manfaat besar yang mungkin bisa didapatkan Indonesia.

"Satu dari potensi kerugian yang harus diwaspadai adalah seperti yang terjadi pada proyek kereta api cepat, di mana ada ketidaksesuaian kesepakatan awal yang tadinya tidak melibatkan APBN, tapi kenyataannya jadi melibatkan APBN dan berujung pada China menuntut jaminan Penanaman Modal Nasional (PMN) melalui APBN," ujarnya dalam keterangan tertulisnya kepada Warta Ekonomi, Rabu (2/8/2023).

Baca Juga: Jokowi 'Jualan' 34.000 Hektare Lahan IKN Nusantara ke Pengusaha China

Menurutnya, transfer pengetahuan dan teknologi yang menjadi salah satu pertimbangan kerja sama dengan China sebagai bentuk penawaran nyatanya tidak terwujud. Ini terbukti dari keterlibatan berlebihan Tenaga Kerja Asing (TKA) China yang terus ada hingga proyek kereta api cepat selesai.

"Hal ini menjadi bukti nyata bahwa Indonesia tidak sepenuhnya mendapatkan manfaat sebagaimana yang diharapkan dalam hal penyerapan tenaga kerja," bebernya.

Achmad lantas menyarankan agar Indonesia lebih hati-hati dalam bernegosiasi dan mengawasi kesepakatan proyek dengan China. Memastikan transfer pengetahuan dan teknologi serta melibatkan lebih banyak tenaga kerja lokal dapat meningkatkan manfaat bagi Indonesia.

"Pastikan dokumen perjanjian kerja sama yang dibuat, dipelajari, dan dikuasai baik-baik dengan memastikan terjaminnya kepentingan negara," jelasnya.

Tambang nikel, lanjutnya, juga menjadi contoh lain dari potensi kerugian. Meskipun Indonesia terlibat dalam ekspor nikel ke China, porsi keuntungan yang diterima Indonesia relatif sedikit, sebagian besar yang menikmati manfaatnya adalah China. Sementara penggalian nikel yang begitu masif dikuras setiap harinya membuat cadangan nikel Indonesia semakin menipis.

Diskriminasi upah antara tenaga kerja lokal dan TKA China juga menyebabkan ketidakadilan di pasar tenaga kerja Indonesia. Ia menegaskan, dalam perjanjian perdagangan, Indonesia harus bersikeras pada kesepakatan yang lebih adil dan menguntungkan.

"Pengaturan upah yang lebih merata antara tenaga kerja lokal dan TKA China harus diutamakan untuk menghindari diskriminasi dan ketidakadilan," tegas Achmad.

Ia menambahkan, Indonesia juga harus berhati-hati dengan ketergantungannya pada ekonomi China. Semakin eratnya kerja sama dengan China, berarti Indonesia semakin terpaku pada perekonomian negara tersebut.

Akibatnya, saat terjadi perubahan kebijakan atau krisis ekonomi di China, Indonesia berisiko mengalami gangguan dalam stabilitas ekonomi dan pembangunan jangka panjang.

Masalah transparansi dan utang yang berlebihan dari proyek infrastruktur yang didanai oleh China juga menjadi perhatian serius.

"Beberapa proyek ini telah menghadapi kontroversi karena kurangnya transparansi dalam perencanaan dan pelaksanaannya. Lebih lanjut, risiko utang berlebihan dapat membebani Indonesia dan mengurangi fleksibilitas kebijakan ekonomi negara," ujarnya.

Indonesia harus berupaya lebih aktif dalam mendiversifikasi mitra dagang dan investasinya untuk mengurangi ketergantungan ekonomi pada China. Memperkuat kerja sama dengan negara-negara lain akan memberikan fleksibilitas dan ketahanan ekonomi yang lebih besar.

Kesepakatan ekonomi dengan China menawarkan peluang besar bagi Indonesia, tapi jika tidak selektif dalam pembuatan kesepakatan yang dituangkan dalam dokumen kerja sama, akan berimplikasi pada kerugian yang signifikan, sementara negara sudah terikat oleh kesepakatan yang menyandera Indonesia dalam melakukan tindakan perbaikan.

Dengan memperhatikan secara ketat potensi kerugian yang telah disebutkan dan mengambil langkah-langkah proaktif, Indonesia dapat mengoptimalkan kerja sama dengan China dan melindungi kepentingan negara dalam jangka panjang.

"Sudah saatnya Indonesia memperkuat sektor domestik, meningkatkan transparansi dalam proyek-proyek infrastruktur, dan mengurangi ketergantungan ekonomi pada negara lain. Inilah langkah penting dalam menghadapi potensi risiko ekonomi yang berbahaya," tukasnya.

Baca Juga: Deal! Jokowi & Xi Jinping Setujui 8 Kesepakatan Ini di China

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Advertisement

Bagikan Artikel: