Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Berkat Hilirisasi Nikel, Indonesia Jadi Eksportir HRC Urutan Pertama Dunia

Berkat Hilirisasi Nikel, Indonesia Jadi Eksportir HRC Urutan Pertama Dunia Kredit Foto: Antara/Jojon
Warta Ekonomi, Jakarta -

Juru bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Febri Hendri Antoni Arif mengungkapkan bahwa posisi Indonesia sebagai eksportir utama produk hilir logam nikel terus menguat dalam beberapa tahun terakhir, utamanya setelah kebijakan hilirisasi dan pelarangan ekspor biji nikel dijalankan.

"Ekspor stainless steel, baik dalam bentuk slab, HRC maupun CRC, menyentuh angka US$10,83 miliar di tahun 2022. Nilai ekspor ini meningkat 4,9 persen dari tahun 2021 sebesar US$10,32 miliar," beber Febri dalam keterangan resminya, Minggu (13/8/2023).

Berdasarkan data worldstopexport tahun 2022, Indonesia menjadi eksportir HRC urutan pertama dunia dengan nilai US$4,1 miliar. Febri menambahkan, ekspor produk hilir dari nikel lainnya juga terus meningkat pesat.

Baca Juga: Anak Buah Sri Mulyani Bantah Faisal Basri soal Hilirisasi Justru Untungkan China

Tercatat pada tahun 2022, nilai ekspor ferronikel mencapai US$13,6 miliar, atau meningkat 92 persen dibandingkan nilai ekspor pada tahun 2021 sebesar US$7,08 miliar. Nilai ekspor nikel matte juga melonjak sebesar 300 persen, dari US$0,95 miliar pada tahun 2021 menjadi US$3,82 miliar pada tahun 2022.

Tidak hanya itu, kehadiran nikel di Indonesia juga mampu mengerek Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) industri di provinsi tempat smelter nikel berada. Sulawesi Tengggara, sebagai produsen nikel terbesar di Indonesia, mengalami pertumbuhan PDRB industri pengolahan sebesar 16,74 persen pada tahun 2022, yang sebagian besar disumbang oleh industri pengolahan nikel.

Keutamaan lainnya ekonomi hilirisasi ini adalah ekspor Sulawesi Tengggara pada 2022 mencapai US$5,83 miliar dengan US$5,7 milliar atau 99,30 persen didominasi oleh golongan besi baja berupa Ferronickel (FENI), Nickel Pig Iron (NPI), dan baja tahan karat yang diproduksi oleh sejumlah pabrik peleburan (smelter) nikel di wilayah ini. Besarnya ekspor nikel ini mengindikasikan besarnya peran dari industri nikel.

Kemudian, jika dilihat dari perolehan PNBP, sektor logam nikel juga mengalami kenaikan yang mengagumkan, terutama dari daerah-daerah penghasil nikel. Tahun 2022, PNBP dari daerah penghasil nikel mencapai Rp10,8 triliun, meningkat dari tahun 2021 sebesar Rp3,42 triliun. Total PNBP dari lima provinsi penghasil nikel mencapai Rp20,46 triliun sepanjang 2021 hingga triwulan II–2023, dengan Sulawesi Tenggara merupakan penyumbang terbesar PNBP (Rp8,73 triliun), disusul Maluku Utara (Rp6,23 triliun). 

Hadirnya smelter dalam kerangka hilirisasi nikel ini juga memberikan dampak pada sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di wilayah sekitar smelter. Selain itu, aglomerasi ekonomi di wilayah tersebut juga ikut meningkat.

“Hilirisasi jangan dilihat dari ownersip smelter, baik itu PMA atau PMDN, tetapi lebih ke arah pendekatan nilai tambah ekonomi, sehingga benefit yang dirasakan dengan berjalannya hilirisasi memberikan nilai nyata bagi pembangunan nasional,” pungkas Febri.

Baca Juga: Maju Pantang Mundur, Tina Talisa: Pemerintah Berikan Karpet Merah Bagi Investor Hilirisasi

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Advertisement

Bagikan Artikel: