Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Gita Wirjawan, Mantan Mendag yang Pernah Jadi Tukang Cuci Piring dan Pelayan Restoran

Gita Wirjawan, Mantan Mendag yang Pernah Jadi Tukang Cuci Piring dan Pelayan Restoran Kredit Foto: Instagram/Gita Wirjawan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kisah inspiratif seseorang seringkali tersembunyi di balik perjalanan hidupnya. Hal ini juga berlaku untuk Gita Wirjawan, seorang figur yang tidak hanya pernah menjadi Menteri Perdagangan (Mendag), tetapi juga memiliki awal yang luar biasa sebagai tukang cuci piring dan pelayan restoran.

Perjalanan panjangnya dari latar belakang yang sederhana menjadi seorang pemimpin dan pengusaha sukses mengajarkan tentang tekad dan semangat untuk meraih impian.

Gita menceritakan pengalaman kehidupan yang sudah ia jalani sebagai seorang pengusaha. Saat tiba di Amerika Serikta, Gita mengakui bahwa ia berasal dari keluarga kelas menengah di Jakarta. Oleh karena itu, ia melakukan segala pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya di AS dan tidak pulang ke Indonesia.

Baca Juga: Kisah Inspiratif Gita Wirjawan Jadi Pengusaha Sukses: Berani Ambil Risiko

“Pas-pasan banget waktu sampai di sana, jadinya satu-satunya cara untuk saya enggak pulang ke Indonesia ya adalah untuk melakukan outjobs. Waktu itu kan yang ada cuman nyuci piring, ngepel, bersihin toilet, main piano, dan kebetulan saya punya bakatlah atau keahlian main piano,” jelas Gita, dikutip dari kanal Youtube CXO Media pada Senin (21/8/2023).

Sebagai informasi, Gita merantau ke AS guna menjalani pendidikan di University of Texas. Dampak dari kesulitan ekonomi yang dialami oleh keluarganya memengaruhi kehidupan Gita di Negeri Paman Sam. Akibatnya, Gita membuat keputusan untuk bekerja demi mempertahankan eksistensinya di negera tersebut.

Gita melaksanakan pekerjaannya setiap hari setelah selesai kuliah. Namun, Gita memiliki kemampuan untuk mengatur waktu dengan baik antara pekerjaan dan kewajibannya dalam mengejar ilmu.

“Keahlian yang saya punya, ya udah itu diberdayakan semuanya. Seminggu kerja mungkin 40 jam. Nyambi sambil ngambil kelas, lima sampai tujuh kelas per semester,” kisahnya.

Gita juga dengan terbuka menyampaikan jumlah upah yang diperoleh dari pekerjaan paruh waktu tersebut. Ia berhasil mendapatkan upah yang besar dari bermain piano yang ia tekuni pada era 80-an.

“Dulu upah minimum itu 3 dolar 65 cent per jam. Kalau piano per jamnya itu saya dibayar 25 dolar, main 2-3 jam dan main piano tuh tipnya gede. Jadi, kalo kita mainin lagu yang romantis gitu dan ada pasangan yang tersentuh, langsung dikasih tip. Mereka bisa nge-tip kadang-kadang bisa 50 dolar. Di tahun 80-an itu gede banget. Tapi kalau dia enggak senang dengan lagunya ya enggak dikasih tip, paling ya rata-rata ngasih tip paling 5 dolar,” ujarnya.

Menggabungkan peran sebagai mahasiswa dan pekerja paruh waktu ternyata membawa sejumlah hikmah ke dalam kehidupan Gita. Ia mendapatkan banyak pengetahuan tentang ciri-ciri pelanggan yang secara bertahap membentuk karakter dan pandangan dunia yang mengantarkannya menjadi seorang pengusaha yang berhasil.

“Menurut saya semuanya berkesan, kalau pelayan tuh saya benar-benar belajar mengenai melayani pelanggan. Karena kalau orang lagi dilayani, banyak yang komplain, seperti piringnya enggak hangat, ikannya kurang matang atau enggak sesuai dengan pesanannya, itu kita belajar mengenai gimana umpan balik, jadi umpan balik tuh penting banget. Menurut saya, itu bisa diaplikasikan ke segala vertikal bisnis,” pungkas Gita.

Baca Juga: Strategi Sukses Pertahankan Bisnis saat Pandemi: Adaptasi, Inovasi, dan Diversifikasi

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Nevriza Wahyu Utami
Editor: Rosmayanti

Advertisement

Bagikan Artikel: