- Home
- /
- News
- /
- Megapolitan
Refleksi Kebijakan WFH ASN DKI Jakarta: Apakah Efektif Atasi Polusi Udara?
Polusi udara di DKI Jakarta sudah menjadi sorotan utama yang memengaruhi kesejahteraan warga. Penerapan kebijakan Work from Home (WFH) bagi 50% Aparatur Sipil Negara (ASN) DKI Jakarta dengan tujuan mengurangi polusi patut diapresiasi. Namun, dengan data sektor transportasi hanya berkontribusi 40% pada total polusi, pertanyaannya adalah seberapa efektifkah kebijakan ini?
Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat menilai kebijakan WFH, meskipun memiliki niat baik, belum memberikan dampak signifikan dalam mengurangi polusi udara.
"Mengandalkan sektor transportasi saja tidak akan cukup. Memang, pengurangan lalu lintas dapat mengurangi polusi, namun tanpa adanya kedisiplinan yang tinggi dan pendekatan yang lebih menyeluruh, hasil yang diharapkan sulit dicapai," jelasnya melalui keterangan tertulisnya, Selasa (22/8/2023).
Baca Juga: Ekonom Energi Sebut Penyebab Utama Polusi Udara di Jabodetabek Bukan PLTU, Tapi...
Achmad menyebut beberapa kota di dunia yang telah sukses mengatasi masalah polusi udara dengan berbagai strateginya. Pertama, ada Seoul, Korea Selatan, dengan strategi peningkatan kualitas dan frekuensi transportasi publik mengurangi kepadatan lalu lintas. Lalu, Mexico City dengan penerapan jam kerja bergelombang mengurangi kemacetan.
Selanjutnya, London dengan kampanye edukasi dan promosi transportasi publik meningkatkan jumlah pengguna layanan tersebut. Terakhir, Copenhagen dan Belanda dengan pengembangan infrastruktur sepeda dan pejalan kaki yang komprehensif.
Untuk itu, CEO Narasi Institute ini memberikan sedikitnya lima rekomendasi bagi Pemprov DKI Jakarta. Pertama terkait peningkatan kualitas transportasi publik. Tidak hanya frekuensi, tapi juga kenyamanan dan aksesibilitasnya.
Kedua, jam kerja bergelombang. Menerapkan diversifikasi jam masuk kerja untuk menghindari kemacetan di jam sibuk. Selanjutnya, edukasi dan promosi transportasi publik, yaitu dengan kampanye besar-besaran untuk meningkatkan kesadaran publik.
Lalu, infrastruktur ramah pejalan kaki dan sepeda dengan memperluas trotoar dan menyediakan jalur sepeda khusus. Terakhir, Pemprov bisa memberikan subsidi transportasi publik.
"Model Singapura bisa menjadi contoh, memberikan subsidi untuk meringankan beban komuter," ungkap Achmad.
Pemprov DKI Jakarta, lanjutnya, harus mempertimbangkan pendekatan yang lebih komprehensif dalam mengatasi polusi udara, bukan hanya melalui kebijakan WFH semata.
"Melalui kombinasi strategi dan adaptasi dari model kota-kota sukses lainnya, kita dapat menciptakan Jakarta yang lebih sehat dan berkelanjutan," tukasnya.
Baca Juga: Kualitas Udara Jakarta Terburuk di Dunia, Apa Penyebab Sebenarnya?
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait:
Advertisement