Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kualitas Udara Jakarta Terburuk di Dunia, Apa Penyebab Sebenarnya?

Kualitas Udara Jakarta Terburuk di Dunia, Apa Penyebab Sebenarnya? Ilustrasi: Wafiyyah Amalyris K
Warta Ekonomi, Jakarta -

Jakarta kembali menjadi sorotan dunia karena kualitas udaranya yang kian hari semakin memburuk. Kondisi tersebut membuat risau khalayak mengingat kualitas udara yang buruk dapat berakibat fatal bagi kesehatan manusia dan kesejahteraan ekonomi di suatu wilayah.

Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) turut angkat bicara mengenai fenomena ini. Ia bahkan sampai menggelar rapat terbatas untuk membahas mengenai buruknya kualitas udara di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek).

“Pagi ini kita rapat terkait kualitas udara di Jabodetabek yang selama satu pekan terakhir kualitas udara di Jabodetabek sangat-sangat buruk," kata Jokowi saat membuka rapat terbatas di Istana Merdeka Jakarta, Senin (14/8/2023).

Baca Juga: Ekonom Energi Sebut Penyebab Utama Polusi Udara di Jabodetabek Bukan PLTU, Tapi...

Berdasarkan data dari Indeks Kualitas Udara (AQI), indeks polusi udara di Jakarta sudah termasuk kategori tidak sehat dan bahkan sempat menduduki peringkat satu di dunia sebagai kota dengan kualitas udara terburuk.

Dikutip dari laman IQAir.com pada Jumat (18/8/2023), indeks kualitas udara di Jakarta berada di angka 141 AQI US, yang artinya tingkat polusi udaranya tidak sehat bagi kelompok sensitif. Sementara itu,  konsentrasi polutan utama PM2,5 tercatat sebesar 52 mikrogram per m3. Angka tersebut besarnya 10,4 kali lipat dibandingkan dengan nilai panduan kualitas udara tahunan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yakni 10 mikrogram per m3.

Untuk diketahui, PM2,5 atau particulate matter 2,5 merupakan polutan udara yang berukuran sangat kecil, sekitar 2,5 mikron (mikrometer). Polutan ini terbentuk dari pembuangan pembangkit listrik, industri, dan mobil.

PM juga dipancarkan langsung dari ladang, cerobong asap, dan pembuatan jalan memakai aspal. Polutan ini sangat berbahaya bagi kesehatan karena dapat menyebabkan penyakit jantung, paru-paru, bronkitis, dan serangan asma.

Kualitas Udara Jakarta dari Tahun ke Tahun

Pencemaran udara di Jakarta memang sudah menjadi pengetahuan umum. Industrialisasi dan urbanisasi yang cepat telah menyebabkan peningkatan pencemaran udara di Jakarta dari tahun ke tahun meningkat. Sebagai salah satu kota megapolitan dengan penduduk terpadat di dunia, tentu saja hal ini sangat berdampak buruk bagi kesehatan masyarakatnya.

Jokowi pun telah mengakui bahwa polusi di Jakarta sudah bukan hal baru. Ia mengatakan bahwa permasalahan mengenai polusi memang sudah bertahun-tahun dihadapi.

“Ya polusi itu tidak hanya hari ini, sudah bertahun-tahun kita alami. Di Ibu Kota DKI Jakarta ini bertahun-tahun kita alami," terang presiden seusai meresmikan Indonesia Arena, di Kawasan Gelora Bung Karno (GBK), Senayan, Jakarta, Senin, (7/8/2023).

Berdasarkan data penelitian yang dilakukan Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA) yang dipublikasikan pada 2020, pencemaran udara yang terjadi di Jakarta sudah sampai pada titik di mana pencemaran udara telah tiga kali lipat dibandingkan dengan konsentrasi yang direkomendasikan oleh WHO.

WHO merekomendasikan tingkat PM2,5 rata-rata tahunan sebesar 10 mikrogram per m3. Sayangnya, data dari CREA tersebut menunjukkan konsentrasi polutan utama PM2,5 Jakarta tidak pernah sama sekali berada pada ataupun di bawah angka tersebut. Angkanya justru berkali-kali lipat lebih besar dari standar WHO.

Data tersebut mengungkapkan nilai tingkat PM2,5 Jakarta meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2017, nilainya sebesar 29 mikrogram per m3. Selanjutnya, pada 2018, nilainya berada di angka 34 mikrogram per m3, meningkat 5 mikrogram per m3 selama setahun.

Pada 2019, besaran PM2,5 mengalami peningkatan kembali, meningkat 6 mikrogram per m3 dari tahun sebelumnya, dengan nilai 40 mikrogram per m3. Sementara saat pandemi Covid-19 melanda Indonesia pada 2020, peningkatannya cukup berkurang, yakni hanya 2 mikrogram per m3 dari tahun sebelumnya, sehingga nilai rata-rata tahunan PM2,5 adalah 42 mikrogram per m3.

Data tersebut menunjukkan, bahkan saat pandemi Covid-19, di mana rata-rata masyarakat tidak melakukan aktivitas di luar ruangan saja, kualitas udara di Jakarta tetap mengalami peningkatan. Lantas, apa sebenarnya yang menjadi penyebab dari terus memburuknya kualitas udara di Jakarta?

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ni Ketut Cahya Deta Saraswati
Editor: Rosmayanti

Advertisement

Bagikan Artikel: