Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Teten Masduki Terima Rekomendasi Bisnis Inklusif dari Organisasi Masyarakat Sipil untuk KTT ASEAN

Teten Masduki Terima Rekomendasi Bisnis Inklusif dari Organisasi Masyarakat Sipil untuk KTT ASEAN Kredit Foto: Ayu Rachmaningtyas Tuti Dewanto
Warta Ekonomi, Nusa Dua, Bali -

Organisasi Masyarakat Sipil ASEAN menyerahkan Komunike 'Rekomedasi Bisnis Inklusif (IB) untuk KTT ASEAN' kepada Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM), Teten Masduki.

Guna memperkuat keterlibatan masyarakat sipil dalam Bisnis Inklusif (IB) dan bertanggung jawab Jawab di ASEAN, sebuah jaringan yang terdiri dari International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), PRAKARSA, Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), dan Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil (ASPPUK), serta Oxfam, mengadakan side event KTT Bisnis Inklusif ASEAN ke-6 di Bali pada 21-22 Agustus 2023.

Baca Juga: MenKopUKM Sebut Kurang Kesadaran dalam Bisnis Inklusif Jadi Tantangan Utama Promosi IB di ASEAN

Direktur Eksekutif Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil (ASPPUK), Emmy Astuti, mengatakan, dalam mencapai Bisnis Inklusif yang ideal, terdapat tantangan, seperti akses keuangan, bantuan teknis, dan perubahan iklim. Tentunya, hal tersebut membutuhkan perhatian khusus guna memastikan skala dan dampak dari inisiatif tersebut.

"Mengatasi hambatan terkait akses keuangan, dukungan teknis, masuk pasar, dan penyelarasan peraturan akan sangat penting untuk memanfaatkan potensi UKM inklusif sepenuhnya. Di semua sektor, kesetaraan gender, pengukuran dampak, dan kolaborasi antara pemangku kepentingan dan pemerintah sangat penting untuk pendekatan bisnis inklusif yang komprehensif dan efektif di Asia Tenggara," kata Emmy, dalam keterangannya, di Nusa Dua, Bali, Selasa (22/8/2023).

Sementara itu, Program Koordinator Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Lily N Batara, mengatakan inclusive business perlu mengacu pada pendekatan bisnis yang megupayakan pelibatan masyarakat berpenghasilan rendah atau kelompok terpinggirkan sebagai mitra dalam rantai nilai.

Sebagai contoh, di sektor pertanian, masyarakatnya terpengaruh oleh perubahan iklim karena sangat bergantung pada alam untuk menghasilkan produk mereka.

"Semua pelaku dalam rantai nilai dalam bisnis inklusif di sektor pertanian harus memiliki komitmen untuk menerapkan bisnis rendah karbon dan terbuka untuk bekerja sama dengan petani kecil. Selain itu, pemerintah harus hadir untuk memberikan perlindungan, khususnya kepada petani agar tujuan inklusivitas, kesetaraan, dan transparansi dapat terwujud," ujarnya.

Program Manager The PRAKARSA, Herni Ramdlaningrum, diperlukan kolaborasi yang lebih dalam antara pemerintah, bisnis, dan organisasi masyarakat sipil untuk menciptakan lingkungan kondusif bagi bisnis yang inklusif.

Dalam hal ini, pemerintah dapat memberikan insentif, kerangka peraturan, dan dukungan kebijakan untuk mendorong bisnis mengadopsi model bisnis inklusif. Bukan hanya itu, pelibatan organisasi masyarakat sipil perlu dilakukan dalam membangun alat pengukuran dampak serta kerangka pelaporan yang transparan dan terstandardisasi.

Sementara itu, MenKopUKM Teten Masduki mengatakan pemerintah sepakat untuk bergerak maju berkolaborasi dengan pelaku sektor swasta, organisasi masyarakat sipil, dan organiasi pembela hak-hak perempuan.

"Kita sudah dengar smeua rekomendasinya, bagus dan ini sejalan dengan program di tahun depan dengan kebijakan pemerintah dalam kegiatan ekonomi," ucapnya.

"Karenanya tidak boleh ada yang termajinalkan. Semua punya kesmepatan yang sama untuk bisa menerima benefit ekonomi dan pembangunan," tambah Teten.

Baca Juga: DWP KemenKopUKM Tekankan Pentingnya E-Commerce Bagi UMKM dalam Mengembangkan Bisnis

Berikut hasil rekomendasi yang diberikan OMS kepada MenKopUKM Teten Masduki:

  • Kepada Pemimpin ASEAN untuk bekerja bersama dengan komunitas, petani skala kecil, perempuan pemilik usaha untuk menjalankan dan mengembangkan model bisnis yang disesuaikan dengan konteks di wilayah tersebut dengan melibatkan mereka dalam proses pembuatan kebijakan, untuk memperkuat peran dan kapasitas koperasi dalam rantai nilai.
  • Kepada Pemimpin ASEAN untuk menerapkan kebijakan praktik Bisnis Inklusif dan Bertanggung Jawab yang mengintegrasikan komunitas rentan dan berpenghasilan rendah ke dalam rantai nilai bisnis sehingga menciptakan nilai-nilai bersama bagi perusahaan dan komunitas. Di Asia Tenggara, bisnis inklusif memiliki potensi besar untuk mengatasi tantangan sosial, gender, dan ekonomi sembari mendorong pembangunan berkelanjutan.
  • Kepada Pemimpin ASEAN untuk melibatkan Organisasi Masyarakat Sipil secara bermakna, terutama dalam membentuk alat pengukuran dampak yang transparan dan terstandarisasi serta kerangka pelaporan. Hal ini juga untuk memastikan partisipasi OMS dalam berbagi pengalaman dan praktik terbaik dalam mempromosikan bisnis inklusif di inclusive Business Knowledge Hub yang akan dinisiasi oleh Pemerintah Indonesia dalam KiUS DisSis InKUsi ASEAN ke-6 tahun 2023. Dalam melakukan hal ini, penting juga untuk berkolaborasi yang bermakna antara pemerintah, sektor swasta, dan organisasi masyarakat sipil untuk menciptakan lingkungan yang mendukung bisnis inklusif.
  • Kepada Pemimpin ASEAN untuk mendirikan mekanisme pendanaan jangka panjang dan khusus atau instrumen keuangan yang menyediakan modal terjangkau untuk inisiatif bisnis inklusif dan bertanggung jawab. Hal ini dilakukan melalui kemitraan dengan lembaga kuangan, impact investor, dan bank pembangunan. Selain itu, pemerintah negara-negara Asia Tenggara harus memberikan akses keuangan bagi pemilik usaha kecil, petani kecil, nelayan kecil, dan pengusaha perempuan, karena in tetap menjadi tantangan terutama bagi kelompok-kelompok terpinggirkan. Model bisnis inklusif dan bertanggung jawab harus mencari cara untuk menyediakan dukungan kepada kelompok-kelompok tersebut melalui pembiayaan yang terjangkau serta dukungan literasi keuangan.
  • Kepada Pemimpin ASEAN untuk memperkuat komitmen Negara Anggota ASEAN untuk menciptakan lingkungan yang mendukung bagi sektor swasta, wiraswasta, dan komunitas untuk mengadopsi dan berbagi inovasi teknologi di seluruh kawasan.
    Selain inovasi teknologi, harus disertai dengan peningkatan keterampilan tenaga kerja, pemilik usaha kecil, petani kecil, pemilik usaha perempuan, dan nelayan kecil, yang sesuai dengan future of work tanpa meninggalkan komunitas-komunitas terpinggirkan.
  • Kepada Pemimpin ASEAN untuk mendorong kerja sama lintas kementerian sektor dan lembaga pemerintah untuk memberikan dukungan terhadap care economy yang akan meningkatkan dan memperluas partisipasi perempuan dalam kegiatan ekonomi. Hal ini termasuk pelaksanaan kebijakan perlindungan sosial bagi pekerja formal dan informal, termasuk kerja sama dengan sektor swasta untuk mendorong kerja rawatan yang didukung oleh pemberi kerja, kebijakan, dan praktik yang ramah keluarga, sehingga carework diakui kontribusinya terhadap perekonomian dan bukan sebaliknya.
  • Kepada Pemimpin ASEAN untuk memperkuat kualitas dan ketersediaan data tentang
    Usaha Kecil Menengah (UKM) dan care economy agar data tersebut dapat digunakan untuk mendorong pengakuan care work dan untuk pertimbangan pembuatan kebijakan di tingkat nasional maupun regional. Data juga harus digunakan untuk mengukur kemajuan.
  • Kepada Pemimpin ASEAN untuk melaksanakan inisiatif uji coba di berbagai negara untuk mendorong model bisnis inklusif dan bertanggung jawab yang disesualkan dengan konteks negara-negara ASEAN. Model bisnis inkiusif dan bertanggung jawab yang diuji coba harus mencakup komitmen terhadap dukungan kerja rawatan dan pekerjaan yang layak. Uji coba ini akan digunakan sebagai media pembelajaran serta untuk mengidentifikasi dan memperkuat network of champion di sektor swasta yang berkomitmen pada Bisnis Inklusif dan Bertanggung Jawab.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ayu Rachmaningtyas Tuti Dewanto
Editor: Ayu Almas

Advertisement

Bagikan Artikel: