Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Resmi Terbitkan Peraturan Perdagangan Karbon, OJK Dorong Instrumen Baru Pembangunan

Resmi Terbitkan Peraturan Perdagangan Karbon, OJK Dorong Instrumen Baru Pembangunan Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pemanasan global dan perubahan iklim telah menjadi isu kritis yang membutuhkan perhatian serius dari seluruh dunia. Dampak dari kedua fenomena tersebut menjadikan Bumi kian hari semakin panas dan tak nyaman untuk ditinggali. 

Sebagai upaya untuk mengurangi dampak negatif dari pemanasan global dan perubahan iklim, banyak negara dan organisasi internasional berkomitmen untuk mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK). Salah satu cara mekanisme yang digunakan adalah melalui sistem perdagangan karbon, yang juga dikenal sebagai cap-and-trade.

Baca Juga: OJK Punya Aturan Baru Soal Penyidikan Tindak Pidana di Industri Keuangan, Ini Dia Isinya

Pemerintah Indonesia sendiri turut berpartisipasi dalam pengurangan emisi dari gas rumah kaca tersebut. Melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pemerintah Indonesia telah menetapkan peraturan terkait perdagangan karbon. 

Berdasarkan siaran pers yang diterbitkan OJK pada tanggal 23 Agustus 2023, OJK resmi menetapkan Peraturan OJK Nomor 14 Tahun 2023 tentang Perdagangan Karbon melalui Bursa Karbon (POJK Bursa Karbon) yang akan menjadi pedoman dan acuan Perdagangan Karbon melalui Bursa Karbon yang dilaksanakan oleh penyelenggara pasar.

Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK, Aman Sentosa menjelaskan bahwa POJK Bursa Karbon ini merupakan amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) yang mengamanatkan pengaturan lebih lanjut Perdagangan Karbon melalui Bursa Karbon. Sesuai UU P2SK, penyusunan POJK ini telah melalui proses konsultasi dengan Komisi XI DPR RI.

“POJK merupakan amanan UU No.4 Tahun 2023 (UU P2SK) dan telah melalui proses konsultasi dengan Komisi XI DPR RI,” ujarnya dalam keterangan resmi, dikutip Jumat (25/8/2023). 

Apa Saja Poin-Poin POJK Bursa Karbon? 

Peraturan OJK ini merupakan bagian dari upaya OJK untuk mendukung Pemerintah dalam melaksanakan program pengendalian perubahan iklim dengan mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK), sesuai dengan kesepakatan Paris Agreement.

Dengan menerbitkan peraturan perdagangan karbon, OJK Indonesia telah memainkan peran yang sangat penting dalam mendorong transisi menuju ekonomi rendah karbon. Peraturan ini bertujuan untuk menciptakan kerangka kerja yang jelas dan transparan bagi pelaku pasar, mengatur aspek hukum dan keuangan dari perdagangan karbon di Indonesia. 

Dalam POJK ini terdapat 10 substansi pengaturan, antara lain:

Unit Karbon yang diperdagangkan melalui Bursa Karbon adalah Efek serta wajib terlebih dahulu terdaftar di Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN-PPI) dan Penyelenggara Bursa Karbon.

Pihak yang dapat menyelenggarakan kegiatan usaha sebagai Bursa Karbon merupakan penyelenggara pasar yang telah memiliki izin usaha sebagai Penyelenggara Bursa Karbon dari OJK.

Penyelenggara Bursa Karbon dapat melakukan kegiatan lain serta mengembangkan produk berbasis Unit Karbon setelah memperoleh persetujuan OJK.

Penyelenggaraan Perdagangan Karbon melalui Bursa Karbon wajib diselenggarakan secara teratur, wajar, dan efisien.

Penyelenggara Bursa Karbon wajib memiliki modal disetor paling sedikit sebesar Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah), serta dilarang berasal dari pinjaman.

Pemegang saham, anggota Direksi, dan anggota Dewan Komisaris Penyelenggara Bursa Karbon wajib memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh OJK serta wajib melalui penilaian kemampuan dan kepatutan.

OJK melakukan pengawasan terhadap Perdagangan Karbon melalui Bursa Karbon yang antara lain meliputi pengawasan: 

  • Penyelenggara Bursa Karbon
  • Infrastruktur pasar pendukung Perdagangan Karbon
  • Pengguna Jasa Bursa Karbon
  • Transaksi dan penyelesaian transaksi Unit Karbon
  • Tata kelola Perdagangan Karbon
  • Manajemen risiko
  • Perlindungan konsumen
  • Pihak, produk, dan/atau kegiatan yang berkaitan dengan Perdagangan Karbon melalui Bursa Karbon.

Dalam melakukan kegiatan usahanya, Penyelenggara Bursa Karbon diijinkan menyusun peraturan. Peraturan Penyelenggara Bursa Karbon beserta perubahannya, mulai berlaku setelah mendapat persetujuan OJK.

Setiap perubahan anggaran dasar Penyelenggara Bursa Karbon wajib memperoleh persetujuan OJK sebelum diberitahukan atau diajukan kepada Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia untuk memperoleh persetujuan.

Rencana kerja dan anggaran tahunan Penyelenggara Bursa Karbon wajib terlebih dahulu mendapat persetujuan OJK sebelum berlaku.

Bagaimana Mekanisme Perdagangan Karbon? 

Sebagaimana diketahui, perdagangan karbon merupakan proses jual-beli sertifikasi atau izin yang memungkinkan untuk menghasilkan jumlah tertentu emisi karbon dioksida atau CO2. Sertifikasi atau izin ini juga dikenal sebagai kredit karbon (carbon credit) atau kuota emisi karbon (allowance). 

Setiap kredit karbon memiliki nilai setara dengan pengurangan satu ton emisi CO2. Emisi CO2 dihasilkan oleh aktivitas seperti pembakaran bahan bakar fosil (seperti batu bara, gas, dan minyak bumi), deforestasi, serta pembusukan material organik.

Mekanisme perdagangan karbon merupakan salah satu dari tiga metode yang diakui oleh Protokol Kyoto, sebuah perjanjian iklim dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang diratifikasi pada tanggal 11 Desember 1997, untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.

Pihak yang membeli kredit karbon atau kuota emisi adalah industri, negara, atau perusahaan yang menghasilkan emisi karbon dalam jumlah yang signifikan karena menggunakan bahan bakar fosil atau mengkonsumsi energi dalam skala besar. Contoh dari pihak-pihak ini mencakup pabrik-pabrik baja, pembangkit listrik berbahan bakar batu bara (PLTU) atau gas, pusat data (data center), dan sektor transportasi.

Di sisi lain, para penjual kredit karbon adalah perusahaan atau negara yang memiliki kemampuan untuk menyerap emisi CO2 atau yang beroperasi dengan emisi CO2 yang rendah. Misalnya, ini dapat termasuk perusahaan yang terlibat dalam pelestarian hutan atau pembangkit energi terbarukan seperti pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dan pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB), serta usaha pengolahan sampah organik.

Namun, penting untuk dicatat bahwa kredit karbon tidak dapat secara langsung diperdagangkan. Kredit karbon yang ingin diperdagangkan harus terlebih dahulu mendapatkan sertifikasi dari lembaga sertifikasi internasional seperti Verra dan Gold Standard.

Ketua Asosiasi Perdagangan Karbon Indonesia (APERKARIA), Riza Suarga menjelaskan tujuan dari sertifikasi ini adalah untuk memastikan bahwa penjual kredit karbon benar-benar berkomitmen untuk mengurangi emisi berdasarkan pendapatan dari penjualan kredit karbon. Sebagai contoh, perusahaan yang terlibat dalam konservasi hutan diharapkan tidak menggunakan dana yang diperoleh dari penjualan kredit karbon untuk mengubah lahan hutan menjadi perkebunan sawit yang justru akan meningkatkan emisi CO2.

“Tanpa disertifikasi, (kredit karbon) tidak bisa dijual karena barangnya tidak kelihatan. Yang dijual adalah kemampuan penyerapan karbonnya. Harga kredit karbon akan menarik jika proyeknya berintegritas tinggi, surveilansnya jelas, dan bukan hoaks,” ungkap Riza dikutip dari VoaIndonesia, Jumat (25/8/2023). 

Di Indonesia sendiri, salah satu perusahaan yang telah mendapatkan sertifikasi untuk dapat memperdagangkan kredit karbon adalah PT Pertamina Geothermal Energy (PGE). Saat ini terdapat lima proyek carbon credit di perusahaan tersebut yang berjenis Clean Development Mechanism Gold Standard (CDM-GS) yaitu Kamojang Unit 5, Karaha Unit 1, Lumut Balai Unit 1&2, Lumut Balai Unit 3&4, dan Ulubelu Unit 3&4. Sertifikasi premium label "Gold Standard" tersebut dikabarkan telah didapatkan sejak tahun 2014. 

Potensi Perdagangan Bursa Karbon

Peraturan perdagangan karbon yang diterbitkan oleh OJK memiliki potensi dampak positif yang signifikan terhadap lingkungan dan keberlanjutan. Pertama, ini akan mendorong perusahaan dan industri untuk mengurangi emisi mereka, karena pengurangan emisi akan berarti penghematan biaya dalam jangka panjang. Kedua, ini akan merangsang investasi dalam teknologi ramah lingkungan dan inovasi berkelanjutan, yang pada gilirannya akan menciptakan lapangan kerja baru dan pertumbuhan ekonomi.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan memprediksi aktivitas perdagangan karbon di Indonesia dapat mencapai nilai $1 miliar sampai dengan $15 miliar atau sekitar Rp225,21 triliun setiap tahunnya. 

Angka tersebut, ia nilai, merupakan angka yang sangat besar dan dapat membuat Indonesia menjadi salah satu negara yang dapat menampung CO2 dalam jumlah yang sangat besar. 

“Jadi angka yang sangat besar, kita mungkin salah satu negara yang bisa menampung CO2 karena kita punya depleted reservoir dan saline aquifer mencapai 400 gigaton, ini sangat besar,” tukasnya saat membuka acara Penandatanganan Implementing Arrangement (IA) UK PACT Carbon Pricing, Jakarta, Senin (24/7/2023).

Sementara itu, jika melihat rekam jejak dari perusahaan yang telah memperdagangkan kredit karbon, yaitu Pertamina Geothermal Energy (PGE), pada tahun 2022, perusahaan tersebut dikabarkan telah mencatat laba sekitar $300 miliar atau sekitar Rp4.625 triliun. Keuntungan tersebut dikabarkan didapatkan dari kegiatan menanam kembali hutan yang gundul hingga penggunaan energi terbarukan (EBT). 

“Untuk pertama kalinya pada 2022, Pertamina Geothermal Energy (PGE) mencatatkan pos pendapatan baru dari penjualan carbon credit. Ini membuktikan bahwa operasional PGE telah mendapatkan sertifikasi dari berbagai lembaga karbon kredit sehingga PGE berhak untuk memonetisasi atas penjualan karbon kredit dari operasional PGE,” ujar Direktur Keuangan PT Pertamina Geothermal Energy Tbk. Nelwin Aldriansyah dalam pernyataan resminya, dikutip, Jumat (25/8/2023). 

Angka tersebut menunjukan bahwa ditetapkannya peraturan mengenai perdagangan karbon oleh OJK merupakan langkah yang sangat strategis. Mengingat, selain untuk memenuhi target Net Zero Emission, perdagangan karbon akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ni Ketut Cahya Deta Saraswati
Editor: Fajria Anindya Utami

Advertisement

Bagikan Artikel: