Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Penguatan Iklim TPT Indonesia Harus Diperkuat Lewat Undang-undang Sandang

Penguatan Iklim TPT Indonesia Harus Diperkuat Lewat Undang-undang Sandang Kredit Foto: Rahmat Saepulloh
Warta Ekonomi, Jakarta -

Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di Indonesia masih menjadi salah satu sektor yang memberikan pemasukan besar pada negara. Namun, nilai pendapatan domestik bruto (PDB) industri ini pun mulai menurun.

Pada Triwulan I 2023, laju pertumbuhan PDB industri TPT sebesar 0,07 persen, melambat jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 3,61persen (year on year). Kontribusi PDB industri TPT terhadap PDB nasional pada Triwulan I - 2023 juga mengalami penurunan menjadi 1,01persen jika dibandingkan dengan Triwulan I - 2022 sebesar 1,10 persen.

Terpengaruhnya kinerja industri TPT juga menyebabkan pengurangan tenaga kerja yang cukup signifikan. Hingga saat ini, telah terjadi pengurangan tenaga kerja berupa Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di sektor industri TPT hingga mencapai 70 ribu orang.

Baca Juga: Semester Pertama 2023, Bagaimana Performa Keuangan Emiten Tekstil Indonesia?

Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Muhammad Farhan mengatakan, saat ini Baleg tengah membahas mengenai rancangan undang-undang (RUU) Sandang demi keberlangsungkan industri TPT Indonesia ke depannya. Dari berbagai kunjungan dan diskusi yang dilakukannya, Farhan mendapat banyak masukan mengenai persoala penurunan pertumbuhan industri TPT. 

"RUU ini sedang dibahas karena merupakan usulan dari pemerintah khususnya Kemenperin. Kita memang menginginkan ketahanan sandang yang baik di Indonesia," kata Farhan dalam Textile Discussion Club (TDC) di Kampus Politeknik STTT Bandung, Jumat (25/8/2023).

Menurutnya, RUU seperti pisau bermata dua. Pertama, RUU tersebut harus bisa memastikan sandang untuk masyarakat tersedia dengan baik. Di sisi lain, ketersediaan itupun wajib berdampak baik pada industri pertekstilan. 

Pembuatan RUU Sandang sangat besar tantangannya karena selama ini Indonesia sangat terbuka dengan impor produk tekstil maupun bahan baku. Maka aturan tersebut nantinya haruslah memberikan stimuluasi yang positif pada industri tekstil.

Farhan menjelaskan, saat ini pembahasan RUU Sandang sudah masuk dalam pembentukan panitia kerja (panja) yang melibatkan pemerintah dan DPR RI. Sejumlah data sudah mulai dikumpulkan dari para pelaku industri TPT. Masukan dari asosiasi, pelaku usaha, hingga pihak-pihak yang terkait pun mulai dihimpun.

Dari data yang masuk, salah satu persoalan industri TPT adalah sulitnya mendapatkan permodalan dari perbankan. Itu terjadi karena bank menilai industri tersebut masuk kategori rentan dengan perubahan kebijakan. 

Kemudian banjir impor barang untuk produk tekstil dan turunannya membuat pasar Indonesia dibanjiri bukan hanya oleh industri dalam negeri, melainkan juga industri luar negeri.

"Nah sekarang yang jadi pertanyaan adalah aturan ini apakah akan lebih cenderung menstimulasi penguatan industri atau proyeksi industri, itu yang belum bisa dijawab," ungkapnya

Adapun, Ketua IKATSI (Insan Kalangan Ahli Teksil Seluruh Indonesia) Shobirin F Hamid menyebut, undang-undang yang mengatur mengenai sandang ini sangat perlu karena produk tersebut menjadi kebutuhan utama bagi masyasrakat. Sama seperti kebutuhan pangan dan papan, sandang pun harus punya regulasi sehingga kebutuhan dan industri yang memproduksinya bisa tetap kuat.

"Regulasi terkait sandang selama ini, masih berupa regulasi tercecer pada beberapa aturan perundangan-undangan, sehingga masih belum terkonsolidasi optimal secara spesifik dalam bentuk UU Sandang. Padahal, Undang-undang terkait pangan dan papan sudah ada, tapi terkait sandang masih belum ada secara spesifik. Padahal ketiga hal tersebut merupakan kebutuhan pokok masyarakat Indonesia," jelasnya.

Salah satu contoh kasus dengan tidak adanya aturan mendasar dalam bentuk undang-undang  adalah serbuan impor baik legal maupun illegal telah memukul industri pertekstilan Indonesia. Ketika itu dibiarkan maka industri tekstil yang merupakan salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa hancur.

Dengan demikian adanya RUU Sandang sudah merupakan suatu keharusan agar dapat melanjutkan dan meningkatkan pembangunan khususnya dibidang sandang. 

Pada kesempatan yang sama, Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmadja mengatakan, secara global industri TPT memang sedang mengalami penurunan. Di tengah kesulitan pascapandemik COVID-19, negara Tiongkok justru menurunkan suku bunga yang diharap bisa meningkatkan industri.

Kondisi ini bisa berdampak secara tidak langsung pada peningkatkan sektor tekstil di Negeri Tirai Bambu tersebut yang khawatirkan produknya bakal menyerbu banyak negara termasuk Indonesia. Di sisi lain, produsen TPT dalam negeri tengah lesu yang terlihat dari penurunan produksi. Ia mengatakan pasca pandemi Covid-19, utilisasi industri tekstil Indonesia dari hulu sampai hilir mengalami keterpurukan hingga ke level di bawah 50 persen. 

"Bahaya ketika produk dari Tiongkok ini melimpah dan membanjiri pasar dunia termasuk Indonesia. Keberlanjutan industri TPT ini akan sangat berdampak," ujarnya 

Dia menilai bahwa Indonesia sebenarnya tidak terlalu buruk dalam hal produksi produk TPT. Meski demikian terdapat beberapa bagian yang harus diperbaiki sehingga semua lini bisnis sektor ini bisa tetap berjalan dan menghasilan produk terbaiknya.

Sementara itu, Direktur PT Gajah Duduk Lukas L Prawoto menyebut, pasar dalam negeri sekarang sedang lesu bukan karena tidak ada pembeli, melainkan para pelaku usaha lokal sama-sama membanjiri dalam negeri. Pandemik COVID-19 membuat pelaku kesulitasn ekspor sehingga mau tidak mau harus menjualnya di Indonesia.  

"Karena mereka juga harus hidup makanya masuknya (jualan) ke lokal. Ini jadi persoalan karena persaingan dan banyak usaha jadi tutup," ungkapnya. 

Masalah seperti inilah yang ke depannya harus dipersiapkan antisipasi oleh pemerintah, salah satunya melalui RUU Sandang.  Lukas berharap banyaknya masukan dari pelaku usaha, akademisi, hingga pengamat tidak menguap begitu saja, tapi menjadi sesuatu yang bisa diperjuangkan bersama.

Sementara itu, perwakilan IKATSI lainnya, Ryan Hasan Kurniawan berharap diskusi TDC bisa menjadi program yang terus berlanjut demi kepentingan industri TPT dalam negeri. IKATSI berupaya agar  para pelaku tekstil nasional dapat saling memberikan gagasan, pendapat dan juga saling memberikan pandangan mengenai kondisi tekstil nasional ataupun hal lain yang menyangkut tentang perkembangan sektor TPT.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rahmat Saepulloh
Editor: Fajria Anindya Utami

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: