Presiden RI Joko Widodo mengintruksikan agar ongkos logistik yang semula 23 persen menjadi 15 persen atau turun 8 persen. Menanggapi hal itu, Pos Indonesia sebagai regulator pemerintah mendorong industri logistik Tanah Air terus berkembang. Layanan Pos terus diperkuat seiring berkembangnya potensi sektor ini. Sektor transportasi dan pergudangan naik dari 3,24 persen pada 2021 menjadi 19,87 persen pada 2022 lalu.
Demikian diungkapkan Direktur Utama Pos Indonesia Faizal R Djoemadi usai mengikuti Upacara HUT Pos Indonesia ke-277 di Kantor Pusat Pos Indonesia, Jl Cisanggarung, Kota Bandung, Sabtu (26/8/2023)
Faizal menjelaskan ada tiga faktor yang bisa menekan ongkos logistik diantaranya pembangunan infrastruktur yang harus dilakukan secara maksimal oleh pemerintah.
"Misalnya pemerintah membangun konektivitas seperti jalan tol, pelabuhan jembatan untuk melancarkan arus logistik," katanya
Faktor lain yakni regulasi yang ditetapkan oleh Pemerintah seperti peraturan menteri, peraturan Presiden yang bisa menghindari terjadinya berbagai pungutan yang tidak perlu agar tidak membebani pelaku industri.
Selanjutnya, yaitu penyedia logistik baik swasta maupun BUMN seperti Pos Indonesia. Untuk itu, dibutuhkan kolaborasi agar mampu menekan ongkos logistik hingga 8 persen.
"Pos Indonesia. kami ini bagian kecil dari menurunkan ongkos logistik tapi kalau tiga pihak inintidak berkolaborasi pasti cita-cita pak Presiden tidak mungkin tercapai," tegasnya
Faizal kembali menegaskan ongkos logistik ini harus turun supaya produk tanah air bisa kompetitif di luar negeri. Selama ini tidak bisa kompetitif karena ongkos logistiknya mahal.
"Bayangkan kalau 100 persen produksi ekspor itu 23 persennya ongkos logistik. Belum lagi proses di pelabuhan seperti bongkar muat termasuk perizinan bisa membebankan pengusaha kita,"ungkapnya
Biaya logistik ini juga berlaku terhadap pengiriman barang impor. Untuk itu, Pemerintah akan melakukan rektrukturisasi terhadap berbagai pungutan dan pajak sehingga bisa menekan ongkos logistik.
"Intinya kalau ongkos logistik terlalu mahal, maka produk kita tidak bisa bersaing di mancanegara," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement