- Home
- /
- New Economy
- /
- Energi
IESR Sebut Transisi Batu Bara ke Energi Terbarukan Berdampak ke Ekonomi Daerah Penghasil
Institute for Essential Services Reform (IESR) menyebut permintaan batu bara di Indonesia diperkirakan akan menurun mengingat adanya tren transisi energi menuju energi terbarukan dan komitmen Perjanjian Paris untuk mencegah kenaikan suhu di bawah 1.5°C. Dalam penelitian pada tahun 2022, IESR memperkirakan total permintaan batu bara Indonesia, baik domestik dan ekspor, akan menurun sekitar 10% setelah 2030 dengan komitmen Indonesia saat ini.
“Sebagaimana kita tahun pada tahun 2022, Indonesia memproduksi kira-kira 360,80 juta ton batu bara sekitar 75--80% untuk ekspor sisanya dipakai di dalam negeri khususnya untuk pembangkit listrik. Ini yang harus kita ketahui dengan kebijakan transisi energi yang telah ditetapkan. Maka, bisa kita lihat atau kita antisipasi dalam jangka yang tidak lama lagi permintaan batu bara domestik kemungkinan akan turun,” ungkap Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa dalam Pelucuran Studi Transisi Berkeadilan di Daerah Penghasil Batubara di Indonesia: Studi Kasus Kab. Muara Enim dan Kab. Paser secara virtual, Jumat (1/9/2023).
Baca Juga: Pensiunkan PLTU Batu Bara, Polychem Klaim Justru Hemat Pengeluaran
Pemerintah Indonesia telah mengesahkan Perpres No. 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Pembangkit Tenaga Listrik yang secara eksplisit menetapkan pelarangan pembangunan pembangkit listrik tenaga batubara mulai tahun 2030.
Komitmen nasional ini juga mendapatkan dukungan dengan penandatanganan perjanjian kemitraan Just Energy Transition Partnership (JETP) antara Indonesia dan International Partners Group (IPG) serta Glasgow Financial Alliance for Net-Zero (GFANZ) yang memobilisasi pendanaan sebesar US$20 miliar. Pendanaan tersebut diperuntukkan bagi tercapainya transisi energi bersih berkeadilan, termasuk untuk mempensiunkan dini pembangkit listrik tenaga batu bara.
Indonesia memiliki cadangan batubara sebesar 33,70 miliar ton yang tersebar di beberapa provinsi seperti Kalimantan Timur, Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, dan di beberapa daerah lainnya. Daerah-daerah tersebut tidak hanya mendapatkan keuntungan yang dihasilkan oleh sektor industri batubara, akan tetapi juga kerugian yang ditimbulkan olehnya.
Studi Redefining Future Jobs yang dilakukan IESR pada tahun 2022 menunjukkan keuntungan yang didapatkan oleh daerah penghasil batu bara tidak sebanding dengan kerugian yang dirasakan masyarakat yang berada di daerah tersebut.
Terlebih lagi, terdapat banyak ketidakadilan yang dirasakan oleh masyarakat di daerah sekitar, seperti dampak ekonomi yang tidak merata, degradasi lahan, dan risiko kesehatan. Ketidakadilan ini sebaiknya sudah menjadi fokus pemerintah dalam perencanaan transisi energi yang akan dilakukan kedepannya.
Batu bara merupakan salah satu dari lima sektor dengan kontribusi Pendapatan Domestik Bruto (PDB) tertinggi di Indonesia.
Di tahun 2022, Indonesia menempati peringkat tiga negara penghasil batu bara terbesar di dunia setelah India dan Tiongkok. Indonesia juga menjadi salah satu negara eksportir batubara terbesar di dunia dengan total ekspor sebesar 360,80 juta ton naik 4,29% dibanding tahun sebelumnya.
Pemerintah Indonesia masih menargetkan produksi batu bara yang lebih tinggi ditahun 2023. Batu bara berperan penting pada ekonomi nasional dimana pada tahun 2022, sektor industri batu bara menyumbang sekitar 3,6% dari PDB nasional; 11,4% dari total nilai ekspor; 1,8% pendapatan negara nasional; dan 0,2% lapangan kerja.
“Tetapi kalau kita lihat lebih detail ke daerah-daerah penghasil batu bara, misalnya, Provinsi Kalimantan Timur memproduksi 45% batubara Indonesia. Kontribusi batubara terhadap PDRB itu mencapai rata-rata, ya, Provinsi Kalimantan Timur itu 30--35%. Sumatera Selatan itu kira-kira 15% kontribusi batu bara terhadap PDRB. Kalau kita lihat yang lebih mikro lagi di tingkat kabupaten maka kita bisa lihat contohnya di Kabupaten Paser batu bara itu menyumbang 70% dari PDRB dan 27% dari APBD dari batu dari industri batu bara," ungkap Fabby.
Baca Juga: IESR Minta RI Desak ASEAN 'Suntik Mati' PLTU Batu Bara
"Untuk Muara Enim batubara menyumbang penghasilan batu bara menyumbang kira-kira 5% dari PDRB dan 20% dari APBD oleh karena itu kita bisa melihat ketika produksi batu bara atau harga batu bara anjlok atau produkasi batubara turun implikasinya langsung adalah pada pertumbuhan ekonomi di masing-masing provinsi maupun kabupaten kota di mana batubara itu dihasilkan,” lanjutnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rena Laila Wuri
Editor: Yohanna Valerie Immanuella
Advertisement