Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Tega! Bocah Kakak Beradik di Langkat Diperkosa Kakek dan Pamannya, KemenPPPA Buka Suara

Tega! Bocah Kakak Beradik di Langkat Diperkosa Kakek dan Pamannya, KemenPPPA Buka Suara Kredit Foto: Kemen-PPPA
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) terus mengawal kasus pemerkosaan dua kakak beradik perempuan berusia 7 tahun dan 4 tahun yang dilakukan oleh kakek dan paman kandung di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.

Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar, mengecam dan prihatin atas kasus tersebut di mana keluarga seharusnya memberikan pengasuhan, pengayoman dan perlindungan pada anak.

“Dalam kasus ini, kakek dan paman kedua korban malah menjadi pelaku utama yang melakukan kekerasan seksual terhadap anak yang mana merekalah yang harusnya melindungi kedua anak tersebut saat mereka berada dalam rumah. Kami mendukung pemberatan pidana terhadap kedua pelaku harus diaplikasikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, mengingat peran sentral pelaku yang seharusnya memberikan rasa aman dan perlindungan kepada korban,” ungkap Nahar dikutip dalam keterangan tertulisnya, Jumat (15/9/2023).

Baca Juga: Bentrok di Pulau Rempang Batam, KemenPPPA Himbau Penyelesaian Tidak Bahayakan Anak-anak

Nahar mengungkapkan, berdasarkan hasil koordinasi tim layanan anak KemenPPPA dengan DP2KBPPA dan UPTD PPA Kabupaten Langkat, kedua anak korban sudah mendapatkan perlindungan dan pendampingan psikolog. Informasi yang didapatkan kedua pelaku juga sudah ditahan di Polres Langkat dan berkas sudah dilimpahkan ke kejaksaan.

“Saat ini kedua anak korban sudah berada di tempat yang aman. Tidak berhenti pada pemeriksaan psikologis bagi kedua anak korban, mereka juga sudah mendapatkan pendampingan kesehatan dan pendampingan visum serta pendampingan hukum ke UPPA Polres Langkat. DP2KBPPA dan UPTD PPA Kabupaten Langkat juga terus berkoordinasi ke Dinas Sosial untuk memastikan tempat tinggal kedua anak korban ke depannya,” ujar Nahar.

Nahar mengatakan jika kedua pelaku terbukti melakukan tindak pidana persetubuhan dapat dikenakan Pasal 81 Ayat (1), (2), (3), dan (5) UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang dengan ancaman pidana penjara hingga 15 tahun dan denda paling banyak lima miliar rupiah.

Mengingat kedua terduga pelaku merupakan orang-orang yang memiliki hubungan keluarga dengan korban, maka pidana penjara dapat ditambah 1/3 (sepertiga) sesuai dengan Pasal 81 Ayat (3) sehingga ancaman pidana penjara bagi para pelaku bisa mencapai 20 tahun.  

Lebih lanjut dalam Pasal 81 Ayat (5) dijelaskan, karena juga korban lebih dari satu orang, maka para terduga pelaku juga dapat memperoleh ancaman hukuman yang lebih maksimal seperti pidana mati atau seumur hidup.

Nahar mengatakan dalam kasus ini terdapat ketimpangan relasi kuasa yang nyata antara para pelaku dan kedua anak korban dimana pelaku merupakan kerabat atau anggota keluarga yang lebih tua sehingga korban tidak mampu melawan. Selain itu, adanya kemungkinan kondisi lingkungan yang rentan di mana pengawasan orang tua kepada para korban sangat minim cenderung melakukan pembiaran terhadap perilaku-perilaku beresiko sehingga akhirnya terjadi kekerasan seksual kepada korban.

Peristiwa kekerasan ini dimungkinkan dapat menimbulkan trauma maupun kecemasan pada korban, terlebih jika tidak mendapatkan penanganan yang tepat maka dapat memunculkan dampak psikologis berkepanjangan pada korban.

“Oleh karena itu, perlu dilakukan pendampingan psikologis yang intensif dan bersifat rehabilitatif pada kedua anak korban seperti konseling maupun terapi apabila dibutuhkan, serta penguatan kepada ayah dan ibu korban terkait pengasuhan anak. Hal ini dilakukan sebagai upaya pemulihan dari dampak traumatis yang ditimbulkan dari peristiwa kekerasan yang dialami sekaligus mencegah reviktimisasi pada kedua anak tersebut. Selain itu, yang juga tidak kalah penting berkoordinasi dengan pihak sekolah terhadap keberlangsungan pendidikan kedua anak dan mencegah adanya stigma di lingkungan sekolah dengan tetap menjaga kerahasiaan para korban,” ujar Nahar.

Baca Juga: 30 Wanita Jadi Korban Perdagangan Orang di Gang Royal Jakarta, KemenPPPA Dorong Penertiban Indekos

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rena Laila Wuri
Editor: Amry Nur Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: