Tim Gakkum KLHK Wilayah Sumatera yang terdiri dari pengawas lingkungan hidup dan polisi kehutanan telah menyegel enam lokasi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Sumatera Selatan. Lokasi penyegelan karhutla sebagian besar berada di wilayah Kabupaten Ogan Komering, yaitu PT KS (±25 Ha), PT BKI (±60 Ha), PT SAM (±30 Ha), PT RAJ (±1.000 Ha), lahan lainnya di Kedaton Kayu Agung OKI yang sedang didalami kepemilikannya (±1.200 Ha), dan PT WAJ (±1.000 Ha).
Pada lokasi tersebut telah dilakukan pemasangan papan larangan kegiatan dan garis PPLH guna menghindari terjadinya perusakan lingkungan yang lebih besar. Penyegelan lokasi karhutla oleh Tim Pengawas merupakan upaya awal yang dilakukan guna mencegah meluasnya dampak karhutla yang ditimbulkan sesuai dengan kewenangan Pasal 74 ayat (1) huruf j Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menyatakan bahwa pejabat pengawas lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (3) berwenang: menghentikan pelanggaran tertentu.
Gakkum KLHK terus berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan satgas penanganan karhutla guna mengefektifkan upaya penanganan karhutla termasuk upaya penegakan hukum.
Baca Juga: KLHK Bakal Perketat Baku Mutu Emisi Sektor Transportasi dan Industri
Sesuai dengan Instruksi Presiden Indonesia Nomor 3 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan, KLHK terus berupaya dalam penguatan pencegahan dan penegakan hukum sebagai upaya penanggulangan karhutla. Monitoring secara intensif dilakukan guna mendeteksi lokasi-lokasi yang terindikasi terdapat titik panas maupun titik api. Verifikasi lapangan dilakukan sebagai langkah awal untuk menindak dan mencegah meluasnya dampak karhutla. Jika terbukti terjadi kesengajaan ataupun kelalaian, instrumen penegakan hukum yang menjadi wewenang KLHK akan digunakan untuk menindak tegas penanggung jawab usaha atau kegiatan atas terjadinya karhutla.
Direktur Jenderal Gakkum KLHK, Rasio Ridho Sani mengungkapkan bahwa sanksi bagi perusahaan yang areal konsesinya terjadi kebakaran dapat berupa sanksi administratif paksaan pemerintah atau pembekuan dan pencabutan izin, serta penegakan hukum pidana.
“Bagi perusahaan yang terbukti lalai ataupun dengan sengaja melakukan pembakaran hutan dan lahan diancam hukuman penjara maksimal 10 tahun serta denda maksimal Rp10 miliar sesuai ketentuan Pasal 108 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,” ujar Rasio dikutip dalam siaran pers, Selasa (26/9/2023).
Di samping dapat dikenakan penegakan hukum berupa sanksi administratif dan hukum pidana, penegakan hukum pembakaran hutan dan lahan dapat juga dilakukan melalui gugatan perdata ganti rugi lingkungan hidup.
Mengingat pembakaran hutan dan lahan merupakan kejahatan serius, Rasio Ridho Sani menambahkan bahwa pembakaran hutan dan lahan oleh badan usaha di samping dikenakan pidana pokok berupa pidana penjara dan denda, sesuai pasal 119 UU Nomor 32 Tahun 2009 dapat dikenakan pidana tambahan, yaitu perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana, penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha dan/atau kegiatan, perbaikan akibat tindak pidana, pewajiban mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak, dan/atau penempatan perusahaan di bawah pengampuan paling lama tiga tahun.
“Kasus karhutla harus menjadi perhatian khusus karena berdampak langsung terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat. Gakkum KLHK berkomiten akan terus menjalankan tugas sesuai dengan kewenangannya guna mencegah dan menindak tegas pelaku pembakaran hutan dan lahan,” tutup Rasio.
Baca Juga: Siaga Hadapi Karhutla, Musim Mas Berkolaborasi dengan Para Pemangku Kepentingan
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rena Laila Wuri
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait:
Advertisement