BRI Optimis Net Zero Emission Indonesia 2060 Tercapai dengan Kolaborasi
Aspirasi pemerintah dalam mewujudkan Net Zero Emission (NZE) pada 2060 dapat direalisasikan dengan peran serta semua pihak, tak terkecuali korporasi besar, seperti PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI. Oleh karena itu, perseroan memiliki strategi khusus dalam mendukung secara langsung dan berperan aktif merealisasikan visi pemerintah tersebut.
Direktur Kepatuhan BRI Ahmad Solichin Lutfiyanto mengatakan perseroan optimistis dan yakin bahwa target NZE tersebut akan tercapai, apabila seluruh pihak berkolaborasi secara aktif.
“Bicara apa peran BRI dalam pencapaian target NZE 2060, kami sudah mempunyai policy namanya ESG roadmap. Di mana BRI akan mencapai NZE di tahun 2050. Nah, yang kedua, kebijakan itu tentu harus diimplementasikan. Kita juga sudah punya berbagai strategi, inisiatif, dan program bagaimana mengimplementasikan strategi itu baik di bisnis maupun di operasional,” ujarnya. Secara bertahap, BRI dalam ESG roadmap-nya dapat menurunkan emisi sekitar 30%-40% di tahun 2030, sejalan dengan target Enhanced-NDC Indonesia.
Baca Juga: Go Mikro, BRI Insurance Medan Jalin Kerja Sama dengan BPR
Solichin mencontohkan, porsi BRI dalam mencapai NZE Indonesia di tahun 2060, salah satunya adalah aktif dalam penyaluran kredit kepada green sector serta partisipasi dalam inisiatif Pemerintah, seperti pada perdagangan karbon perdana pada 26 September yang lalu.
“Kalau komitmen kami, tentu ke depan BRI akan terus memperbesar porsi dari pembiayaan hijau,” tegasnya.
Secara umum, perseroan telah memiliki komitmen yang tinggi terhadap pembiayaan berkelanjutan, yaitu pembiayaan yang terdiri dari pembiayaan kepada UMKM dan kepada sektor hijau. Total pembiayaan sebesar Rp732,3 triliun atau 67,2% dari total pembiayaan bank. Sebagai bank yang fokus melayani UMKM, BRI memiliki porsi pembiayaan UMKM sebesar Rp652,9 triliun, sementara pembiayaan ke sektor hijau sebesar Rp79,4 triliun.
Pada kesempatan yang sama, Solichin juga menjelaskan adanya tantangan bank dalam menyalurkan pembiayaan hijau.
“Bank itu adalah highly regulated industry karena bank adalah bisnis yang berisiko sangat tinggi, sehingga kami di bank harus menerapkan best practice dalam risk management. Dalam konteks ekonomi hijau, ada dua risiko utama yang harus di-manage, itu adalah physical risk dan transition risk. Challenge terbesar buat bank itu adalah bagaimana mengelola transition risk. Ini nilainya besar sekali dan itu enggak mungkin ditanggung sendiri oleh bank. Bahkan harus ada kolaborasi baik dari pemerintah, bank, industri, dan para pihak terkait,” jelasnya.
Untuk itu, perseroan menerapkan manajemen risiko yang lebih intens dalam menyalurkan kredit ke sektor hijau, di antaranya adalah melakukan climate change scenario analysis dengan standar internasional, serta menyusun credit policy per sektor, yaitu untuk sektor palm oil dan pulp & paper.
Selain risiko yang tinggi, Solichin juga menjelaskan bahwa ketersediaan green project di Indonesia saat ini juga masih terbatas. Untuk itu, peran dari pemerintah dan pelaku industri menjadi hal yang penting dalam meningkatkan porsi green project di Indonesia.
Adapun di tataran operasional, implementasi ESG roadmap BRI mengutamakan dua hal, yaitu People dan Business Process. “Operasional kita nggak akan pernah optimal ketika kita enggak meng-address isu mengenai manusianya,” tegas Solichin.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti
Advertisement