Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Indonesia dalam 'Posisi Unik' untuk Capai NZE, Kearney Beri Catatan Penting

Indonesia dalam 'Posisi Unik' untuk Capai NZE, Kearney Beri Catatan Penting Kredit Foto: Rahmat Dwi Kurniawan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Indonesia berada dalam posisi unik untuk menjadi pemimpin global dalam transisi hijau, menurut laporan terbaru Kearney, sebuah perusahaan konsultan manajemen global terkemuka. Berjudul "Jalur Indonesia Menuju Net Zero 2060", laporan ini menguraikan kerangka komprehensif untuk mencapai target emisi net-zero Indonesia yang ambisius pada tahun 2060, menampilkan potensinya untuk menjadi model global bagi pembangunan berkelanjutan.

Komitmen Indonesia terhadap pembangunan berkelanjutan sudah terlihat melalui sejumlah inisiatif kunci: penandatanganan investasi energi terbarukan senilai USD 20 miliar, keberhasilan presidensi G20 pada tahun 2022, peluncuran dekrit FOLU Net Sink 2030 untuk mempromosikan pertanian berkelanjutan, serta partisipasi aktif dalam Just Energy Transition Partnership (JETP). Langkah-langkah ini mencerminkan pendekatan proaktif Indonesia dalam menghadapi perubahan iklim serta keseriusannya berkolaborasi dengan mitra internasional guna mencapai tujuan keberlanjutan bersama.

"Indonesia berada pada momen penentuan. Negara ini memiliki komitmen yang jelas untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK)," kata Shirley Santoso, Direktur Utama Kearney Indonesia. 

"Sekarang, fokus kita harus beralih untuk menunjukkan kemajuan yang nyata dalam pengurangan emisi sambil mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang kuat. Perjalanan ini menghadirkan tantangan besar sekaligus peluang yang luar biasa untuk diversifikasi ekonomi dan kemajuan teknologi. Laporan ini memberikan rencana strategis untuk menuntun kita,” lanjutnya. 

Penelitian Kearney mengidentifikasi lima sektor utama yang berkontribusi pada emisi GRK Indonesia: 55% berasal dari pertanian, kehutanan, dan penggunaan lahan (AFOLU), 26% dari energi, 8% dari transportasi, 8% dari sampah, dan 3% dari proses industri dan produksi (IPPU). Laporan ini menguraikan kerangka intervensi yang terarah di setiap sektor, dengan pendekatan dua arah: tindakan spesifik sektor dan pendorong lintas sektor yang penting.

Pertama, Pertanian, Kehutanan, dan Penggunaan Lahan (AFOLU): Mengurangi deforestasi, menciptakan karbon net-sink dari sektor kehutanan, menjalankan program restorasi, dan meningkatkan praktik pertanian berkelanjutan.

Baca Juga: Chandra Asri Uji Coba Co-firing RDF, Dorong Transisi Industri Petrokimia ke Energi Hijau

Kedua, Energi: Meningkatkan efisiensi energi, mempercepat adopsi energi terbarukan (termasuk solusi hibrida), serta memanfaatkan teknologi Carbon Capture and Storage (CCS) untuk menangani emisi yang tidak dapat dihindari.

Ketiga, Transportasi: Revitalisasi transportasi perkotaan, peningkatan standar efisiensi bahan bakar, investasi besar-besaran dalam kendaraan listrik, serta investasi proaktif dalam mobilitas berbasis hidrogen.

Keempat, Sampah: Mengelola limbah industri dengan ketat, mengurangi limbah padat di kota melalui penegakan hukum dan partisipasi aktif pemangku kepentingan, dan memastikan pengolahan air limbah domestik yang lengkap. 

Kelima, IPPU (Industrial Processes and Production Use): Modernisasi dan mendekarbonisasi industri berintensitas emisi tinggi dengan mengadopsi teknologi hijau dan menegakkan standar emisi.

Selanjutnya dalam laporannya, Kearney mencatat terdapat beberapa pendorong lintas sektor yang sangat penting untuk mempercepat transisi hijau:

Pertama, Kebijakan Ekosistem Hijau: Membentuk kerangka regulasi yang efektif, termasuk teknologi bersih dan penetapan harga karbon. Kebijakan teknologi bersih harus mencakup seluruh rantai nilai. Penetapan harga karbon melalui pajak dan kredit akan memberikan insentif ekonomi untuk mengurangi emisi.

Kedua, Pembiayaan Hijau (“Green Financing”): Mencapai net zero pada 2060 memerlukan investasi sebesar USD 2,4 triliun atau $62 miliar per tahun. Saat ini, ESG telah menjadi fokus utama bagi investor global. Indonesia harus mengurangi hambatan penanaman modal asing dan menyesuaikan pedoman pinjaman untuk menarik modal bagi investasi hijau.

Ketiga, Teknologi Hijau: Sangat penting untuk beralih dari teknologi yang berintensitas karbon tinggi, ke solusi hijau yang inovatif. R&D yang terfokus akan mendorong adopsi teknologi baru.

Keempat, Kemitraan Transisi Energi yang Adil dengan Memastikan inklusivitas dengan mendukung kelompok-kelompok rentan, seperti UMKM di industri dengan karbon tinggi, petani kecil, dan tenaga kerja Indonesia secara menyeluruh.

Baca Juga: PLN Energizing Green Spaces: 1.400 Pohon untuk Indonesia yang Lebih Hijau

Kelima, Kesadaran dan Partisipasi Masyarakat: Meningkatkan kesadaran sangat penting, sebab 64% orang Indonesia masih ragu untuk mengalokasikan sumber daya mereka untuk perubahan iklim. Program komunitas dan kampanye media sosial dapat menciptakan pemahaman dan urgensi untuk bertindak nyata.

Pada tahun 2022, Indonesia adalah negara penghasil emisi Gas Rumah Kaca (GRK) terbesar kelima secara absolut, setelah China, Amerika Serikat, India, dan Rusia. Ekonomi Indonesia juga secara historis bergantung pada industri yang menggunakan sumber daya bahan bakar fosil negara ini, yang tinggi emisi.

"Perencanaan yang efektif dan pelaksanaan yang ketat sangat penting untuk mempercepat transisi dan memastikan hasil yang adil dan inklusif," jelas Som Panda, Principal di Kearney Indonesia. 

"Perubahan iklim menghadirkan tantangan ekonomi dan lingkungan yang signifikan yang tidak dapat diatasi oleh satu pihak saja. Masa depan net zero hanya dapat dicapai melalui upaya kolektif dari semua pihak yang terlibat, termasuk pemerintah, bisnis dan korporasi, investor, dan masyarakat. Dengan momentum yang diperbarui ini, sekarang saatnya untuk bertindak, melaksanakan, dan mentransformasi negara ini,” tutupnya. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Amry Nur Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: