Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

11 Blok Migas Terminasi Punya Potensi MNK

11 Blok Migas Terminasi Punya Potensi MNK Pekerja beraktivitas di lokasi sumur eksplorasi minyak dan gas (migas) PT Lapindo Brantas Inc. di Dusun Kedondong, Desa Blimbing, Kecamatan Kesamben, Jombang, Jawa Timur, Selasa (26/2/2019). Satuan Kerja Khusus Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) memperkirakan, produksi migas Indonesia akan bertambah 240.000 barel setara minyak (Barrel Oil Equivalent per Day/BOEP) pada 2019 seiring beroperasinya 13 proyek hulu migas pada tahun ini, dengan total nilai investasi USD 702 juta. | Kredit Foto: Antara/Syaiful Arif
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pemerintah memutuskan untuk melakukan terminasi atau mengembalikan 50 kontrak kerja sama blok Minyak dan Gas (migas) ke negara. 

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengatakan, Sebelas blok di antaranya berasal dari blok migas non konvensional (MNK), biasanya dikenal sebagai Shale Gas maupun Coalbed Methane (CBM) yang telah lama dikembangkan.

Baca Juga: Fokus Temukan Sumber Migas Baru, PetroChina Mau Bor Dua Sumur Eksplorasi

"Dari 50 blok terminasi, sebetulnya ada 11 unconvensional atau minyak non konvensional yang kita kenal dengan shale gas oil atau yang sekarang lebih banyak itu sebenarnya yang Coal bed Methane (CBM) yang sudah lama dikembangkan," ujar Tutuka dalam keterangan tertulis yang diterima, Jumat (20/10/2023). 

Tutuka mengatakan, pemanfaatan shale gas oil sendiri memerlukan teknologi khusus berupa seperti fracking atau fracturing, yang mahal dan menimbulkan risiko. 

Namun komoditas minyak ini yang membuat Amerika Serikat berubah dari importir minyak terbesar menjadi eksportir.

CBM atau gas metana sendiri merupakan sumber energi yang efisien dan bersih yang tersebar di Indonesia dan prospek untuk dikembangkan secara ekonomis. 

Baca Juga: Tak Cuma Mencetak Sejarah, Penemuan Geng North Dorong Peningkatan Investasi Hulu Migas

Nilai kalor metana murni adalah 35,9 MJ/m3, yang setara dengan nilai kalor dari 1,2 kg batubara standar, sehingga manfaat dari sumber energi CBM digunakan tidak hanya mengurangi risiko produksi batubara, tetapi juga memperoleh energi bersih dan mengurangi pencemaran lingkungan.

Tutuka menambahkan bahwa sebanyak 11 WK migas non-konvensional yang dikembalikan ke negara tersebut sebenarnya telah dikembangkan sejak lama. Namun, dia menganggap kurang prospektif untuk dilanjutkan ke tahap operasi. 

"Sudah lama dikembangkan, tetapi ternyata banyak yang kurang prospektif, sehingga tidak dilanjutkan," ucapnya. 

Baca Juga: SKK Migas Berhasil Tambah Cadangan 543,67 MMBOE

Tutuka menjelaskan, berdasarkan pengalamannya, perhitungan tiap geologis akan berbeda-beda. Perhitungan seorang geologis sebelumnya tidak ada secara konseptual dari segi petrol sistem tapi di sisi yang lain bisa mengatakan ini masih prospektif.

"Bisa berbalik dikatakan tidak ada, tapi bisa juga besar. Masih perlu kita tunggu bagaimana tambahan data dari tim subservicenya melakukan kajian," ungkapnya. 

Harapannya, setelah dilakukan lagi kajian data oleh ahli yang memilki sisi pandang berbeda, dilelang lagi mampu menambah produksi migas nasional di kemudian hari.

Baca Juga: Bukti Akuntabilitas Pengelolaan Migas, Begini Langkah Kementerian ESDM

"Terminasi ini harapannya dikerjakan kembali dengan tenaga yang baru, expert yang dari sisi pandang yang berbeda dengan tambahan data. Nah, kami sangat berharap ini bisa menambah produksi di kemudian hari," tutupnya

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Djati Waluyo
Editor: Aldi Ginastiar

Advertisement

Bagikan Artikel: