Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Rokok vs Stunting Ramai Dibicarakan, Temuan Ungkap Bahwa Rokok Bukan Penyebab Stunting di Indonesia

Rokok vs Stunting Ramai Dibicarakan, Temuan Ungkap Bahwa Rokok Bukan Penyebab Stunting di Indonesia Kredit Foto: Unsplash/Ander Burdain
Warta Ekonomi, Jakarta -

Stunting menjadi salah satu permasalahan krusial dalam pembangunan sosial dan ekonomi di berbagai negara, terutama negara berkembang. Setiap negara penting untuk segera mengupayakan penanganan problematika stunting. Di Indonesia, berbagai isu pro dan kontra terkait penanganan stunting masih terus bergulir. Bahkan, tak sedikit fenomena kejadian balita stunting dikaitkan dengan produk Industri Hasil Tembakau (IHT).

Sebuah penelitian baru yang menyimpulkan bahwa rokok tidak memiliki hubungan langsung terhadap terjadinya stunting di Indonesia telah menjadi viral di Twitter (X) melalui tagar #RokokvsStunting. Hasil penelitian tersebut telah mematahkan pernyataan bahwa merokok adalah penyebab utama stunting di Indonesia. 

Viralnya tanggapan akun twitter (X) tersebut menjadi pusat perhatian, netizen pun mengungkapkan reaksi yang beragam. Bahkan, antusiasme netizen dalam menanggapi hasil kajian Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi Universitas Brawijaya (PPKE UB) melalui Tagar #RokokvsStunting  berhasil menduduki trending no.1 dalam platform twitter (X).

Netizen mengungkapkan pendapat mereka melalui tagar yang viral tersebut hingga menghasilkan diskusi yang menarik. Para pengguna platform tersebut saling berinteraksi untuk berbagi pendapat dan pandangan mereka. Menariknya, tak sedikit netizen yang menyambut baik hasil temuan tersebut.

Merespon viralnya tweet tersebut, direktur PPKE UB, Prof.Candra Fajri Ananda, mengaku bersyukur. Pasalnya, penelitian yang telah dilakukan oleh Tim Peneliti PPKE dapat memberikan dampak yang luas dalam menambah pandangan masyarakat terkait hubungan antara rokok dengan fenomena kejadian balita stunting di Indonesia. 

Prof. Candra mengemukakan hasil kajian PPKE– Universitas Brawijaya bahwa konsumsi rokok orang tua balita, terutama ayah, bukan merupakan faktor utama penyebab terjadinya stunting di Indonesia. Hal ini karena variabel orang tua merokok hanya memiliki kontribusi sebesar 0,7% terhadap terjadinya stunting di Indonesia. 

"Hasil kajian PPKE UB pada stunting menunjukkan bahwa variabel tinggi badan orang tua, pendidikan, pendapatan, dan lahir badan cukup bulan yang justru berpengaruh signifikan dalam menurunkan balita stunting," kata Prof. Candra dalam keterangan resmi di Jakarta, Jumat (17/11/2023).

Prof. Candra mengungkapkan, hasil kajian tersebut berdasarkan dari riset yang telah dilakukan oleh PPKE Universitas Brawijaya berbasis data primer dengan melakukan survey pada ribuan responden di beberapa daerah, yakni NTT, Jawa Timur, Jawa Tengah, DKI Jakarta, Banten, dan Bali.

Prof. Candra berharap hasil penelitian tersebut dapat memberikan rekomendasi kebijakan pada pemerintah untuk percepatan dalam mengatasi problematika stunting yang berfokus pada faktor-faktor utama yang menyebabkan permasalahan stunting di Indonesia.

"Tak dimungkiri bahwa hasil penelitian tersebut cukup membuka pandangan baru terkait hubungan rokok terhadap terjadinya stunting di Indonesia," kata Prof. Candra.

Meski demikian, sejatinya hasil temuan dalam kajian tersebut selaras dengan Data Riskesdas (2018) yang menunjukkan bahwa stunting terjadi sebagian besar pada laki-laki di pedesaan dengan tingkat ekonomi terbawah.  

Menurut Prof. Candra, stunting pada keluarga termiskin mengindikasikan keterbatasan akses terhadap gizi yang cukup. Di sisi lain, stunting pada keluarga menengah ke atas mengindikasikan bahwa terdapat faktor di luar kemiskinan yang menyebabkan stunting, seperti pola asuh yang tidak benar.

Selama ini, upaya pemerintah dalam mengatasi permasalahan stunting diwujudkan melalui bantuan pemerintah berupa alokasi dana kesehatan yang nilainya sebesar 5% dari total belanja dengan alokasi anggaran kesehatan pada 2023 mencapai Rp178,7 triliun (Kementerian Keuangan, 2023). 

"Hasil penelitian PPKE – Universitas Brawijaya juga menunjukkan bahwa dukungan pembiayaan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah memiliki peran besar dalam penurunan stunting, di mana hasil penelitian ini menunjukkan bahwa belanja kesehatan melalui dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) dan peningkatan anggaran kesehatan melalui Transfer Ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) berdampak signifikan terhadap penurunan angka stunting di Indonesia," ujar Prof. Candra. 

Atas hasil kajian itu, PPKE Universitas Brawijaya memberikan rekomendasi, bahwa pemerintah perlu memperkuat kolaborasi program, kegiatan, serta pembiayaan dengan melibatkan masyarakat dan swasta. 

Penguatan pembiayaan pemerintah terhadap kesehatan juga perlu perbaikan dari sisi penggunaan DBHCHT di tingkat Kabupaten/kota untuk dalam rangka akselerasi penurunan stunting. Hal yang tak kalah penting adalah sosialisasi dan edukasi perilaku hidup sehat kepada masyarakat dapat dilakukan secara sinergis mulai dari pemerintah pusat, pemerintah propinsi, dan pemerintah kabupaten/kota dengan menyasar sampai dengan kelompok PKK, dasawisma, dan posyandu. 

"Kebijakan ini juga diperluas pada jalur pendidikan mulai dari PAUD hingga pendidikan lanjut," ucap Prof. Candra. 

Terkait harapan PPKE atas viralnya hasil kajiannya di Twitter (X), Prof. Candra mengatakan, industri rokok ini memiliki sejarah yang cukup panjang. Selain itu, IHT juga memiliki peran strategis di dalam perekonomian Indonesia. 

"IHT merupakan satu-satunya industri nasional yang terintegrasi dari hulu sampai hilir. Hal tersebut karena IHT memiliki peran signifikan dari penyediaan input produksi, pengolahan, hingga proses distribusinya, semua dikerjakan di dalam negeri oleh pelaku-pelaku usaha nasional dengan melibatkan tenaga kerja, petani dan masyarakat luas yang sangat besar jumlahnya," terang Prof. Candra.  

Diakui, bahwa pendapatan cukai hasil tembakau merupakan penyumbang terbesar ketiga terhadap penerimaan pajak di Indonesia yang angkanya mencapai 190 triliunan.

PPKE UB juga berharap agar pemerintah berada di posisi yang adil, di mana industri ini - yang memiliki kontribusi besar pada ekonomo - harus berjalan, selain kepentingan kesehatan pun juga perlu diperhatikan.

"Oleh sebab itu, pemerintah seharusnya dapat mengambil jalan tengah kebijakan, di mana salah satunya dapat dilakukan melalui roadmap (peta jalan) IHT. Peta jalan ini perlu segera diimplementasikan untuk menjaga penerimaan negara serta kepastian berusaha dalam IHT," pungkas Prof. Candra.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: