Kredit Foto: Antara/Muhammad Bagus Khoirunas
Wacana dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk mengimplementasikan kebijakan penyeragaman kemasan rokok, atau yang dikenal sebagai plain packaging, kembali menuai keberatan dari berbagai pihak. Kebijakan ini dianggap tidak akan efektif dalam mengurangi jumlah perokok aktif di Indonesia, bahkan berpotensi menciptakan dampak negatif pada sektor industri, aspek hukum, dan proses pengawasan produk.
Menyikapi rencana tersebut, Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Afriansyah Noor, mempertanyakan seberapa efektif plain packaging akan bekerja. Ia mencontohkan penerapan Peringatan Kesehatan Bergambar (Graphic Health Warning atau GHW) yang telah berjalan, namun dinilainya belum memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan perilaku dan kebiasaan konsumen rokok.
"Orang yang terkena efek merokok diasumsikan tenggorokanya bolong, ya ‘kan? Ya packaging itu kan sudah berjalan, sudah lama dan tidak ada masalah buat para perokok juga, tetap saja mereka beli itu barang. Jadi tidak ada dampaknya (walaupun kemasan diseragamkan)," ujarnya.
Baca Juga: Plain Packaging Dinilai Berisiko Tinggi, Ancam Merek Dagang dan Pendapatan Non-Pajak
Menurutnya, penyeragaman warna kemasan hanya bersifat estetika dan tidak akan efektif dalam menekan angka perokok aktif.
Sementara itu, Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Merrijantij Punguan Pintaria, menyampaikan kekhawatiran bahwa plain packaging justru akan mempermudah produksi rokok ilegal dan menyulitkan pengawasan.
"Kemasan yang sama hanya akan mempermudah produksi rokok ilegal dan sulit melakukan pengawasan karena warnanya sama. Standardisasi kemasan akan mempermudah produsen ilegal melakukan pengelabuan kemasan rokok," ujarnya.
Merri juga menegaskan bahwa Kemenkes tidak memiliki kewenangan untuk mengatur standar kemasan rokok, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 Pasal 435.
"Kementerian Kesehatan tidak mempunyai tugas dan/atau kewenangan untuk mengatur standarisasi kemasan dan produk," tegasnya.
Kemenperin juga menyoroti potensi pelanggaran terhadap Hak Kekayaan Intelektual (HAKI). Merri merujuk pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, yang melindungi elemen merek seperti gambar, logo, warna, dan bentuk.
Lebih jauh, ia memperingatkan bahwa kebijakan plain packaging dapat menimbulkan hambatan perdagangan internasional dan berisiko memicu gugatan dari negara lain. Ia menekankan bahwa tidak ada yurisprudensi di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) yang mewajibkan negara untuk menerapkan standar kemasan seragam, baik secara keseluruhan kemasan maupun satu komponen tertentu.
Baca Juga: Tolak Keras Ide Plain Packaging Produk Tembakau, Asosiasi Vape Nilai Kebijakan Itu Bermasalah
"Memaksakan kebijakan tersebut justru berisiko menciptakan hambatan perdagangan (trade barrier) dan dapat memicu gugatan dari negara lain," jelas Merri.
Pelaku industri juga menyampaikan kekhawatiran bahwa kebijakan ini tidak akan efektif dalam menekan jumlah perokok pemula, yang menjadi tujuan utama dari wacana plain packaging. Sebaliknya, kebijakan ini justru dinilai akan memperburuk masalah rokok ilegal di dalam negeri.
"Kemasan yang sama hanya akan mempermudah produksi rokok ilegal dan sulit melakukan pengawasan karena warnanya sama," kata Merri menekankan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement