Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Banyak Larangan Terhadap Produk Tembakau, DPR Minta Dilibatkan dalam Penyusunan RPP Kesehatan

Banyak Larangan Terhadap Produk Tembakau, DPR Minta Dilibatkan dalam Penyusunan RPP Kesehatan Kredit Foto: Mochamad Ali Topan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) meminta dilibatkan dalam pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) sebagai aturan pelaksana Undang-Undang (UU) Kesehatan. Meski penyusunan RPP Kesehatan merupakan kewenangan pemerintah, yaitu Kementerian Kesehatan (Kemenkes), tetapi pelibatan legislatif tetap dibutuhkan dalam fungsi pengawasan agar tidak bertentangan dengan payung hukumnya, yaitu UU Kesehatan.

“Kemarin (pekan lalu) rapat di Komisi IX dengan Menkes (Menteri Kesehatan) kita minta supaya kita juga melihat dan membaca. Ikut terlibat dalam proses pembentukan RPP itu. Cuma itu kan kewenangannya pemerintah. Paling tidak kami nanti tugasnya mengawasi,” ucap Anggota Komisi XI DPR RI, Saleh Daulay, kepada wartawan.

Saleh melanjutkan keterlibatan DPR sebagai pihak yang mengesahkan UU Kesehatan ialah penting. Terutama, pada bagian aturan produk tembakau agar tidak ada lagi upaya menyetarakan tembakau dengan narkotika dan psikotropika di RPP Kesehatan. Sebelumnya, DPR telah menghapus pasal yang menyeterakan produk tembakau dan dua produk tersebut di draft UU Kesehatan. 

Baca Juga: Pangkas Jam Iklan, Pasal Tembakau di RPP Kesehatan Berpotensi Pangkas Industri TV

“Tapi, saya yakin bahwa pemerintah mampu secara bijaksana untuk tidak akan memasukkan pasal bermakna yang sama yang telah dihapus di UU Kesehatan dalam RPP Kesehatan. Jika, nanti RPP itu bertentangan dengan rujukannya dalam UU, maka RPPnya tidak akan berlaku. Itu sederhana saja kok. Mana boleh aturan di bawahnya bertentangan dengan acuan yang di atas,” terang Saleh. 

Draft RPP Kesehatan yang beredar saat ini disadari oleh banyak pihak seolah menyetarakan kembali produk tembakau dengan narkotika dan psikotropika lantaran banyaknya rencana larangan bagi produk tembakau di aturan tersebut, mulai dari larangan promosi, iklan, mempersulit produksi, hingga penjualan.

Secara terpisah, Direktur Perancangan Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) RI, Cahyani Suryandari, mempertanyakan hal yang sama. Ada hal yang perlu dipertegas terkait aturan produk tembakau di RPP Kesehatan, yakni apakah bentuknya pelarangan atau pengamanan. 

“Karena keduanya beda makna. Kenapa? Karena ketika bicara di delegasinya sendiri, di dasar hukum UU Kesehatan, yaitu di pasal 152, itu jelas dikatakan bahwa pengamanan zat adiktif produk tembakau ada di PP. Maknanya, kita akan mengatur mekanisme pengamanannya, bukan pelarangannya,” jelasnya.

Baca Juga: Sejumlah Pihak Pertanyakan Metode Omnibus untuk RPP Kesehatan

Secara hukum, lanjut Cahyani, peraturan pengamanan zat adiktif dalam produk tembakau tidak boleh terlepas dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Terdapat enam putusan MK yang bersifat final dan mengikat terkait hal ini, yang menyatakan produk tembakau adalah produk legal yang bisa diatur tapi tidak dilarang.

“Rokok bukan barang ilegal sehingga tidak dapat dilarang untuk diiklankan walaupun dengan syarat tertentu. Tidak pernah menempatkan rokok sebagai produk yang dilarang untuk dipublikasikan. Tidak ada larangan untuk diperjualbelikan, sehingga rokok adalah barang legal, terbukti dari dikenakannya cukai untuk produk tembakau,” pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Amry Nur Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: