Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

APCO: Tak Hanya Transparan, Masyarakat Ingin Keseriusan dalam Mencegah Perubahan Iklim

APCO: Tak Hanya Transparan, Masyarakat Ingin Keseriusan dalam Mencegah Perubahan Iklim Ilustrasi: Wafiyyah Amalyris K
Warta Ekonomi, Jakarta -

World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) dan APCO Worldwide baru-baru ini merilis bagaimana pandangan ekosistem industry terkait dengan masalah perubahan iklim. Hasilnya ditemukan kolerasi besar antara isu darurat tersebut dengan perkembangan dunia usaha.

“Kondisi saat ini semakin mendesak kita sebagai warga planet ini untuk bertindak bersama dalam mengatasi perubahan iklim, namun jelas bahwa upaya kita sekarang masih jauh dari cukup. Bagian tersulitnya adalah mengamankan pendanaan dan teknologi mutakhir untuk membuat perubahan dan berkomunikasi secara efektif untuk mendapatkan dukungan dari semua pemangku kepentingan,” ujar dari Founder dan Executive Chair APCO Worldwide, Margery Kraus dilansir pada Jumat (1/12).

Baca Juga: Hadapi Perubahan Iklim, Adira Finance Turun Hijaukan Samarinda

Kraus menyebutkan, survei ini menunjukkan bahwa masyarakat mengingikan transparasi dan keterbukaan dari seluruh lapisan, baik pengusaha hingga pemerintahan. Adapun temuan utama survei ini:

  • Perubahan iklim mendominasi kekhawatiran global. 40% individu melihat perubahan iklim sebagai kekhawatiran utama mereka.
  • Peran bisnis dan teknologi sangat penting untuk mencapai target iklim. Sebanyak 70% responden setuju akan peran penting dalam meningkatkan inovasi bisnis dan teknologi untuk mencapai target iklim Perjanjian Paris. Hal ini menegaskan pentingnya peran sektor swasta dalam mendorong solusi berkelanjutan.
  • Kerangka kerja yang jelas dan transparan sangat dibutuhkan. Jauh dari perasaan “climate fatigue”, hampir 60% responden setuju bahwa mereka tidak mendengar informasi yang cukup dari organisasi atau individu terkemuka tentang perubahan iklim.
  • Pemberian insentif lebih baik daripada sanksi untuk mempercepat aksi iklim dari sektor bisnis. Pendapat bervariasi mengenai pemberian insentif untuk perilaku baik atau memberlakukan sanksi untuk mempercepat tindakan dari sektor bisnis. Namun, mayoritas responden setuju bahwa negara yang menyumbang emisi gas rumah kaca terbesar seharusnya membayar lebih untuk membantu mengatasi masalah ini.
  • Loyalitas karyawan terikat dengan tanggung jawab iklim perusahaan. Survei ini menemukan bahwa karyawan akan lebih setia dan bersedia merekomendasikan perusahaan yang mengedepankan aksi iklim, yang menekankan pentingnya tanggung jawab perusahaan (corporate responsibility) dalam mempertahankan dan menarik karyawan.

Dengan COP 28 yang akan segera dimulai, memahami dan memanfaatkan sentimen publik menjadi vital untuk membentuk tindakan dan strategi komunikasi yang tepat bagi pemerintah dan dunia usaha, serta mendapatkan dukungan untuk trade-off yang diperlukan untuk mencapai target iklim. Survei ini mengukur persepsi terhadap kemajuan menuju tujuan iklim, kontribusi berbagai aktor terhadap tujuan tersebut, dan pentingnya komunikasi mengenai isu iklim untuk meningkatkan dukungan terhadap tindakan lebih lanjut.

Survei ini juga menemukan bahwa kurang dari separuh masyarakat memahami terminologi seputar perubahan iklim. Hal ini memberikan peluang besar bagi pemerintah dan perusahaan untuk melibatkan masyarakat dalam upaya mereka untuk mengubah perekonomian dan model bisnis untuk mencapai target-target utama perubahan iklim. Sektor publik dan swasta kini berada pada momen yang kritis dan mendesak, dan memiliki kesempatan untuk mengubah komunikasi mengenai aksi iklim mereka agar lebih inklusif bagi masyarakat awam.

Melaksanakan strategi dekarbonisasi merupakan hal yang rumit dan mahal, sehingga memerlukan visi strategis, tindakan berani, dan komunikasi yang jelas antara semua pemangku kepentingan. Komunikasi menjadi faktor yang sangat penting karena dukungan masyarakat terhadap aksi terkait perubahan iklim akan meningkat secara signifikan jika masyarakat mempunyai informasi yang cukup mengenai isu yang diangkat. Kerangka kerja yang umum, terstandarisasi, dan transparan diperlukan untuk membantu melihat dan mengomunikasikan kinerja perusahaan dalam isu-isu terkait perubahan iklim kepada publik.

Sementara Wakil Presiden Eksekutif WBCSD, Dominic Waughray, menegaskan survei ini telah menunjukkan sinyal kuat akan keinginan masyarakat akan keseriusan semua pihak dalam mencegah perubahan iklim.

“Survei ini menunjukkan sinyal jelas dari konsumen, bahwa kerangka kerja umum dan transparan yang membantu masyarakat dengan mudah mengenali dan memberikan penghargaan terhadap kinerja dan pertanggungjawaban perusahaan terkait perubahan iklim yang ambisius akan disambut baik," katanya.

Adapun temuan penting lainnya dari survei ini adalah sebagai berikut:

  • Sebagian publik optimis bahwa dunia akan mencapai target-target terkait perubahan iklim — 55% responden merasa bahwa pencapaian target net zero global pada tahun 2050 pasti atau mungkin dapat dicapai, namun tingkat kepercayaan ini sangat bervariasi antar wilayah.
  • Beberapa wilayah berkembang muncul sebagai yang paling optimis terhadap target net zero. Sebaliknya, Eropa adalah satu-satunya wilayah di mana kurang dari separuh penduduknya percaya pada pencapaian target net zero global.
  • Publik menilai organisasi internasional (53%) dan organisasi non-pemerintah (52%) sudah melakukan upaya yang cukup untuk mengatasi isu perubahan iklim. Namun, publik menyatakan hanya 39% perusahaan besar dan 43% pemerintah mereka melakukan upaya yang cukup untuk bergerak menuju target net zero pada tahun 2050.
  • Terdapat dukungan kuat terhadap konsep emisi yang dihindari (avoided emissions), tetapi hanya jika ada standar pengukuran yang objektif. Hampir tiga dari empat orang setuju bahwa tindakan terhadap emisi yang dihindari merupakan cara yang baik untuk melihat dampak perusahaan terhadap iklim (73%).
  • Meskipun mendukung kuat ide investasi iklim, publik tidak mendukung semua jenis trade-off dalam pengeluaran pemerintah. Saat ditunjukkan potensi skenario trade-off, publik menunjukkan dukungan paling kecil terhadap pengurangan pengeluaran layanan kesehatan (29%). Di sisi lain, dukungan publik terhadap peningkatan pengeluaran untuk inisiatif iklim paling tinggi ketika melibatkan trade-off dengan pengeluaran pertahanan (47%).
  • Dalam setiap skenario trade-off, baik untuk pengeluaran pemerintah maupun perusahaan, publik yang memiliki informasi yang cukup mengenai isu iklim menunjukkan dukungan yang lebih besar dibandingkan yang tidak memiliki informasi cukup.
  • Karyawan juga cenderung mendukung peningkatan investasi iklim di perusahaan mereka jika mereka mendapatkan informasi yang cukup mengenai isu yang diangkat. Hampir setengah dari mereka yang merasa cukup terinformasi (47%) mengatakan bahwa mereka akan mendukung peningkatan pengeluaran iklim meskipun hal itu berarti kenaikan gaji yang lebih rendah, sementara hanya 33% karyawan yang tidak memiliki informasi cukup mendukung hal ini.

Baca Juga: Di Global Forum for Climate Movement, Dirut PLN Ajak Kolaborasi Global Atasi Perubahan Iklim Dunia

APCO Insight, divisi penelitian global APCO, melakukan survei online di 39 negara pada tanggal 15–23 Agustus 2023 bersama dengan WBCSD. Sebanyak 24.300 orang dewasa berpartisipasi dalam survei ini secara daring dengan rata-rata 600 responden per negara dan total sampel 1.500 di Amerika Serikat. Negara yang disurvei adalah Argentina, Australia, Bahrain, Belgia, Brasil, Chili, Tiongkok, Denmark, Mesir, Etiopia, Prancis, Jerman, Hongaria, India, Indonesia, Irlandia, Israel, Italia, Jepang, Yordania, Kenya, Kerajaan Arab Saudi, Malaysia, Meksiko, Maroko, Nigeria, Oman, Portugal, Qatar, Rusia, Singapura, Afrika Selatan, Korea Selatan, Spanyol, Swedia, Uni Emirat Arab, Inggris, dan Amerika Serikat.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Aldi Ginastiar

Advertisement

Bagikan Artikel: