Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Mewujudkan Labuan Bajo menjadi Kota Ramah Air

Mewujudkan Labuan Bajo menjadi Kota Ramah Air Kredit Foto: Ist
Warta Ekonomi, Jakarta -

Shana Fatina, Direktur Utama Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF) hadir sebagai narasumber dalam Seminar Nasional yang diselenggarakan Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) berkolaborasi dengan IAP (Ikatan Ahli Perencanaan).

Seminar yang diadakan pada Senin (11/12/2023) pagi ini diadakan guna mendorong pengembangan lingkungan perkotaan yang berkelanjutan dan menawarkan gagasan Water-Sensitive City (WSC) atau Kota Ramah Air (KRA).

Susunan rekomendasi dan usulan yang diperoleh dari seminar ini juga akan dibawa ke 10th World Water Forum 2024 di Bali.

Seminar yang diadakan secara hybrid di Ruang Auditorium Kementerian PUPR dan juga ditayangkan secara langsung di YouTube ini mengangkat tema “Mewujudkan Kota Ramah Air:  Tantangan dan Peluang Perencanaan Infrastruktur Wilayah”.

Tema ini diangkat mengingat pengelolaan air di perkotaan semakin besar tantangannya. Hal ini sejalan dengan prakiraan proporsi populasi dunia tinggal di wilayah perkotaan akan meningkat menjadi 68% pada tahun 2050 (United Nation, 2018).

Menteri PUPR Basuki Hadimoeljono menyampaikan bahwa salah satu konsep solutif pengelolaan air perkotaan adalah water sensitive city (WSC) yang melibatkan integrasi desain kota, infrastruktur, dan kebijakan untuk menciptakan lingkungan perkotaan yang responsif terhadap perubahan iklim, melindungi sumber daya air, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

“Water sensitive city tidak hanya tentang pengendalian banjir dan penyediaan air bersih, tetapi juga tentang peningkatan kenyamanan. Kita mengenal namanya liveable city, sustainable city, lovable city, semuanya pasti dasarnya adalah air. Kalau orang mau hidup nyaman, pasti harus ada air,” ungkap Basuki saat membuka seminar tersebut. 

Selanjutnya, Kepala BPIW, Kementerian PUPR Yudha Mediawan dalam laporannya menyampaikan bahwa melalui seminar ini, para peserta akan mendapatkan insight tentang bagaimana membangun kota dengan tetap mempertimbangkan siklus hidrologi, ekosistem pendukung lainnya.

"Permasalahan mengenai kualitas air sungai dan buruknya pengelolaan  sanitasi perkotaan akan semakin buruk jika tidak dikelola dengan baik. Hal ini akan memiliki  dampak terhadap aspek lainnya seperti kondisi kesehatan masyarakat,"

"Sesuai dengan arahan Sustainable Development Goals (SDGs) Nomor 6 mengenai Air Bersih dan Sanitasi (clean water and sanitation) dan Nomor 14 mengenai Menjaga Ekosistem Kehidupan di Bawah Air (life below water). Oleh karena itu, membangun kota harus mempertimbangkan siklus hidrologi, ekosistem pendukung, dan pengaturan air," jelas Yudha.

Shana Fatina, dalam pemaparannya menyampaikan tentang pengelolaan kawasan pariwisata ramah air di DPSP Labuan Bajo Flores.

Shana juga menjelaskan, bahwa sebagai salah satu destinasi wisata, kebutuhan akan air di Labuan Bajo juga mengalami peningkatan sehingga memerlukan rekomendasi yang tepat untuk pengelolaan air.

"Labuan Bajo adalah salah satu ekosistem laut terkaya secara global, bagian dari Cagar Biosfer Komodo dan Situs Warisan Dunia UNESCO. Hal ini mendorong pertumbuhan pariwisata dan kebutuhan akan air juga ikut meningkat,"

"Adapun rekomendasi pengelolaan air Labuan Bajo yang kami tawarkan adalah pemetaan dan konservasi sumber air tanah dan permukaan, perencanaan berbasis daya dukung daya tampung kawasan, Kampanye Ramah Air Labuan Bajo dan pariwisata berkelanjutan, audit air berkala dan penerapan efisiensi, dan optimalisasi Portal Satu Data untuk inventarisasi pelaksanaan pariwisata berkelanjutan" papar Shana.

Sebagai penutup, Shana juga menyampaikan bahwa saat ini pihaknya tengah membangun sebuah kawasan di tengah kota Labuan Bajo dan berkomitmen untuk membangun kawasan bernama Parapuar tersebut sebagai kawasan ramah air dengan tidak memanfaatkan air langsung dari kawasan tersebut, namun menggunakan sistem perpipaan dari kota Labuan Bajo.

"Sebagai informasi juga, kami di BPOLBF juga diberi mandat untuk membangun kawasan pariwisata di atas lahan seluas 400 ha di Hutan Produksi Nggorang Bowosie dan berdasar hasil studi dan kajian yang telah kami lakukan, kami tidak memanfaatkan air langsung menggunakan sumur bor di dalam kawasan, tetapi akan diintegrasikan dengan SPAM Wae Mese melalui perpipaan SPAM Perkotaan, di mana di kawasan ini hanya 17% yang dibangun menjadi bangunan fisik sedangkan sisanya akan dihutankan kembali" jelas Shana. 

Turut hadir sebagai narasumber dalam seminar ini, Diego Ramirez, Professor Urban Design at Monash University; Ketua IAP; Dr. Hendricus Andy Simarmata selaku penanggap, Ketua IAP Generasi Muda BPIW; Alis Listalatu, General Muda IAP; Adriadi Dimastanto, dan Direktur World Rescource Institute; Nirata Samadhi.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: